http://www.jawapos.co.id/halaman/index.php?act=showpage&kat=7
[ Selasa, 25 Mei 2010 ] Anas dan Gerbong HMI Oleh Ardi Winangun Terpilihnya Anas Urbaningrum menjadi ketua umum (Ketum) Partai Demokrat dalam Kongres II Partai Demokrat menunjukkan bahwa proses kaderisasi HMI teruji. Jabatan Ketum partai politik (parpol) dari kader HMI, seperti yang dipercayakan kepada Anas, bukan yang pertama. Sebelumnya, ada juga Ketum parpol yang mantan aktivis HMI. Antara lain, Ketum PPP 1989-1994 dan 1994-1998 Ismail Hasan Metareum, Ketum Partai Golkar 1999-2004 Akbar Tandjung, Ketum Partai Golkar 2004-2009 Jusuf Kalla, Ketum PAN 1998-2005 Amien Rais, dan Ketum PRD Rusli Moti. Ketika jabatan Ketum PB HMI 1997-1998 sering dimunculkan dan dijadikan sebagai jualan untuk menarik semua kalangan, selepas Anas memenangi pemilihan tersebut, banyak orang yang bertanya-tanya, apakah dia akan menarik gerbong kader-kader HMI ke Partai Demokrat? Pertanyaan tersebut bisa berarti netral, bisa pula mengandung sebuah kecurigaan. Menjadi sebuah kecurigaan karena ada anggapan bahwa Anas akan lebih memilih dan memasukkan kader-kader HMI ke dalam kepengurusan Partai Demokrat. Jika begitu, kader partai non-HMI akan tersingkir. Kecurigaan tersebut juga muncul ketika Akbar terpilih menjadi ketua umum Partai Golkar. Memasukkan seseorang ke dalam kepengurusan partai tentu tidak semudah anggapan orang. Ketum terpilih tidak bisa seenaknya sendiri dalam menentukan kepengurusan. Dia dibantu formatur lain dalam menyusun kepengurusan. Meski Anas memenangi pemilihan, dalam kongres itu disepakati keputusan tertinggi berada di tangan SBY. SBY sebagai ketua Dewan Pembina Partai Demokrat 2010-2015 merupakan pengambil kebijakan tertinggi. Dia bisa memveto pleno DPP dan mendapatkan kewenangan penuh dalam menyusun komposisi lembaga tersebut untuk masa bakti lima tahun ke depan. Dari situ saja, sudah ada halangan bila Anas hendak membawa gerbong kader HMI. Anas bisa saja ngotot menarik gerbong itu. Tapi, gerbong tersebut belum tentu bisa ditarik karena harus berhadapan dengan selera ketua dewan pembina. Bisa saja Anas mengusulkan nama-nama yang hendak menjadi pengurus. Namun, bisa pula nama-nama tersebut dicoret atau diminta untuk direvisi bila tidak dikehendaki SBY. Keinginan Anas atau siapa pun yang terpilih menjadi Ketum parpol maupun organisasi massa lain untuk menarik gerbong HMI tentu bukan sebuah langkah tanpa landasan. Yang pasti, langkah tersebut dilakukan dengan matang. Ada beberapa landasan untuk menarik gerbong kader HMI. Pertama, sebagai sebuah organisasi, HMI telah terbukti mampu mencetak seorang kader yang mempunyai keterampilan-keterampilan yang mumpuni dalam berorganisasi. Keterampilan itulah yang bisa membuat kader tersebut ditarik dalam sebuah gerbong oleh siapa pun. Saat Anas masuk ke Partai Demokrat, tentu SBY melihatnya sebagai mantan Ketum PB HMI. Jadi, SBY-lah yang menarik gerbong HMI ke Partai Demokrat. Kedua, jumlah anggota HMI terbanyak jika dibandingkan dengan organisasi mahasiswa lain. Selepas dari HMI itulah mereka tumpah ruah ke mana-mana. Karena memiliki keterampilan organisasi, banyak di antara mereka yang diserap atau terserap partai-partai politik atau organisasi massa lain. Bila berada dalam satu gerbong, mereka akan ditarik siapa pun yang menjadi lokomotif. Tak heran, kecuali di PDS (Partai Damai Sejahtera), pasti ada mantan kader HMI di parpol mana pun. Bila Anas menarik gerbong HMI, tentu yang ditarik adalah kader HMI di Partai Demokrat, bukan dari partai lain. Jadi, hal tersebut sah-sah saja. Kader HMI di partai itu kan bukan Anas saja. Ada Saan Mustopa, Andi Mallarangeng, Marzukie Alie, dan lain sebagainya. Ketiga, karena rekam jejak kader HMI yang profesional, cerdas, dan islami, elite-elite politik nonkader HMI justru membuka jalan agar kader HMI masuk ke dalam rumah mereka. Bukti "undangan" itu, SBY dengan kapasitas sebagai presiden dan Taufik Kiemas hadir dalam acara pengukuhan pimpinan kolektif majelis nasional KAHMI pada 20 Januari 2010. Kehadiran dua petinggi negara dan politik tersebut, satu ketua Dewan Pertimbangan PD dan satunya lagi ketua Dewan Pertimbangan PDIP, menunjukkan bahwa KAHMI memiliki daya tawar politik yang cukup tinggi. Mereka tidak hanya datang untuk ikut bersilaturahmi. Mereka juga mempunyai motif-motif politik tertentu kepada KAHMI. Bahkan, dalam acara tersebut SBY dan Taufik dinyatakan sebagai anggota kehormatan KAHMI. Sebagai tanda bahwa mereka menjadi anggota KAHMI, pin disematkan pada kerah baju mereka. Selain itu, ketika hendak membentuk Barmusi (Baitul Muslimin Indonesia), sayap PDIP, Taufik bersilaturahmi ke KAHMI. Dalam silaturahmi tersebut, dia secara langsung mengundang kader-kader HMI untuk bergabung dengan PDIP. Dari kegiatan itu, Hamka Haq yang juga kader HMI mampu menjadi ketua Barmusi. Selain itu, Ketum PB HMI 1965-1966 Soelastomo pernah bercerita, pada 1967-an, saat Soeharto hendak menyusun kabinet, dirinya diminta agar HMI memasok kader untuk menjadi menteri. Keempat, rata-rata kader HMI memiliki integritas yang tinggi. Dalam buku harian, Soe Hok Gie berkata, "Sebagian pemimpin KAMI adalah maling juga. Mereka korupsi, berebut kursi, ribut-ribut pesan mobil dan tukang kecap..." Meski demikian, dalam catatan lain dia menulis bahwa anak-anak HMI baik-baik. Berdasar paparan tersebut, bila Anas menarik gerbong HMI, itu sah-sah saja. Sebab, jika dia tidak menarik gerbong yang penuh dengan orang-orang yang memiliki kapasitas dan kualitas, gerbong tersebut bisa-bisa ditarik orang lain. Harus diakui, kader-kader HMI menjadi idaman seluruh parpol. (*) *) Ardi Winangun, pengurus Presidium Nasional Masika ICMI dan ketua HMI Denpasar 1997-1998 [Non-text portions of this message have been removed]