Meluruskan Salah Kaprah Kata ''Ramadhan'' dan ''Ramadan''
                                        Oleh: Akhmad Sekhu

Bulan suci Ramadhan disambut dengan
penuh suka cita oleh umat Islam. Berbagai kesibukan untuk menyiapkan
hidangan makanan sahur dan berbuka puasa turut serta mewarnainya. Tak
ketinggalan mereka saling mengirimkan ucapan untuk menyambut Ramadhan,
baik dengan hp lewat sms, maupun dengan memanfaatkan berbagai jejaring
sosial, seperti facebook, twitter, plurk, dll.

Ada yang perlu diwaspadai dalam
penulisan kata “Ramadhan,” yaitu jangan sampai kita menghilangkan huruf
“h” sehingga kemudian menjadi “Ramadan” karena dengan begitu
pengertiannya akan berubah total.

“Ramadhan” berarti panas yang menyengat
atau kekeringan, khususnya pada tanah. Di Jazirah Arab memang
menggunakan luni-solar calendar (penghitungan tahun berdasarkan bulan
dan matahari sekaligus) dan bulan ke sembilan selalu jatuh pada musim
panas yang sangat menyengat. Musim panas yang waktu siangnya lebih
panjang daripada waktu malamnya. Hal itu terjadi berhari-hari, sehingga
setelah beberapa pekan bisa terjadi akumulasi panas yang menghanguskan.
Hari-hari itu disebut bulan Ramadhan, bulan dengan panas yang
menghanguskan.

Setelah umat Islam mengembangkan kalender berbasis bulan (qomariyah),
yang rata-rata sebelas hari lebih pendek dari kalender berbasis
matahari, bulan Ramadhan tak lagi selalu bertepatan dengan musim panas.
Orang lebih memahami ‘panas’nya Ramadhan secara metafora (kiasan).
Karena di hari-hari Ramadhan orang berpuasa, tenggorokan terasa panas
karena kehausan. Dari akar kata tersebut kata “Ramadhan” digunakan
untuk mengindikasikan adanya sensasi panas saat seseorang kehausan.

Pendapat lain mengatakan bahwa kata
“Ramadhan” digunakan karena pada bulan itu dosa-dosa dihapuskan oleh
perbuatan baik sebagaimana matahari membakar tanah.


Namun kata “Ramadan” (tanpa huruf h)
dalam bahasa Arab artinya orang yang sakit mata mau buta, sehingga
tidak dapat disamakan artinya dengan “Ramadhan.”

Kecerobohan Kamus Besar Bahasa Indonesia

Sangat disayangkan penulisan ejaan
“Ramadhan” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) dengan kata
“Ramadan”. Entah mengapa para ahli bahasa yang menyusun KBBI sangat
ceroboh menuliskannya begitu. Apakah mereka tidak sengaja atau apa?
KBBI tentu menjadi rujukan masyarakat Indonesia dalam menggunakan
bahasa Indonesia dengan benar dan baik (bukan baik dulu, baru kemudian
benar). Jadi para ahli bahasa yang menyusun KBBI harus hati-hati dalam
menyusun kata-kata dalam kamus pedoman itu. Apalagi kata “Ramadhan”
adalah salah satu kata yang paling banyak digunakan oleh masyarakat.
Terlebih lagi, penduduk Indonesia paling besar adalah memang beragam
Islam. 


Bahasa Indonesia dalam perkembangannya
mengakomodasi kata-kata dari banyak bahasa: Arab, Belanda, Inggris,
Latin, Prancis, Sanskerta, Spanyol, Tionghoa, Yunani dan lain-lain.
Dalam bidang agama, ratusan kata berasal dari Bahasa Arab, termasuk
salah satunya kata “Ramadhan” yang sedang kita bicarakan. Kata-kata
dalam Bahasa Indonesia yang ada hubungannya dengan bahasa negara lain,
sangat dimungkinkan muncul gagasan, konsep, atau barang baru yang
datang dari luar budaya negara itu. Tapi karena kata “Ramadhan” memang
sangat berbeda artinya dengan kata “Ramadan” tentu harus tetap
digunakan kata “Ramadhan”.


Jangan dibiarkan kesalahan penggunaan
kata “Ramadhan” dengan “Ramadan”. Karena kita tahu sendiri dalam
menggunakan bahasa di tengah masyarakat kita sering terjadi salah
kaprah, artinya menggunakan bahasa pada awalnya salah dan karena yang
salah dibiarkan tetap salah maka masyarakat kemudian menganggapnya itu
sebagai bahasa yang umum digunakan sehingga masyarakat akhirnya tidak
merasa salah kalau menggunakannya. Padahal penggunaan bahasa itu
keliru. Oleh karena itu juga yang salah akan tetap salah dan janganlah
dilakukan yang nantinya akan berakibat menjadi lebih fatal lagi
sehingga akhirnya kekeliruan itu walaupun salah sekalipun tapi karena
umum dilakukan sehingga akan menjadi kebiasaan.

*) Penulis adalah pengamat bahasa alumnus Universitas Widya Mataram Yogyakarta, 
kini tinggal di Jakarta dan Tegal.


 



  






      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke