http://www.bangkapos.com/opini.php?action=baca&topik=1&id=211
Sabtu, 11 Sep 2004 07:06:58 Apa Sih Artinya Merdeka oleh: Paryanta MIAD bukan nama sebenarnya. Dia tukang ojek yang biasa mangkal di Pasar Ikan dekat Pelabuhan Tanjungpandan, dia menggeluti profesinya cukup lama, hampir seusia Provinsi Kepulauan Bangka Belitung ini terbentuk. Tapi jangan pernah dibayangkan, apalagi ditanya kalau motor yang dipakai untuk ngojek setiap hari itu milik dirinya. Tidak! Miad pakai motor milik juragannya yang setiap hari harus bayar setoran. Jika setorannya kurang tidak jarang Miad harus nombok dari koceknya sendiri. Jika tidak Sang Juragan bisa berang tidak karuan. Dalam hidupnya Miad tidak berharap muluk-muluk, yang penting dia bisa memberi makan istri dan anak satu-satunya semata wayang. Biaya lain yang sangat dia butuhkan adalah untuk membeli baju dan kaos seragam sekolah anaknya yang seperti biasanya sudah diprogramkan dan diharuskan oleh sekolah. Hanya itu yang menjadi keinginan Miad saat ini. Sedangkan untuk membayar Iuran Komite, membeli buku-buku anaknya yang sedang sekolah di sebuah SMA Negeri, Miad sudah terbantu dengan anaknya yang lumayan pandai sehingga memperoleh prioritas beasiswa prestasi dari sekolah. Tapi belakangan ini Miad suka merenung, terutama untuk tiga hal yang selalu mengganggu pikiran lugunya. Pertama yang mengusik pikiranya ketika dia memperhatikan setiap bulan Agustus banyak urang bersuka cita memasang bendera merah putih, mulai yang dibuat dari kain sampai yang dibuat dari plastik, mulai dari yang berukuran kecil sampai berukuran super besar. Di tempat-tempat tertentu ade perlombaan lari karung, panjat pinang, bernyanyi karaoke ria dan lain sebagainya. Selain itu di jalan-jalan banyak dipasang umbul-umbul yang berwarna warni, dan tidak lupa banyak spanduk yang dipasang dengan tema menarik, atau sekedar tulisan Dirgahayu RI ke-59 saja Saat ini, orang kecil nampaknya semakin susah dan termarginalkan. Padahal bulan Agustus itu menjadi meriah tentu karena ada korelasinya dengan proklamasi kemerdekaan, dan menurut cerita Pak Guru ketika Miad sempat mengenyam pendidikan di SD tempo dulu, proklamasi kemerdekaan itu adalah jembatan emas untuk menuju masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera. Tapi kenyataannya bagaimana? Memang setiap hari Miad dapat menyaksikan para pejabat dan orang-orang gedean berlalu lalang naik mobil bagus bahkan ada yang mewah. Tapi Miad dan kawan-kawan tetap saja susah, bahkan semakin susah, beli bensin untuk motor ojeknya saja harus antri berjam-jam. Makanya tidaklah berlebihan jika Miad semakin bingung dalam memahami apa arti kemerdekaan itu? Apa merdeka itu semacam makanan empuk untuk orang-orang gedean? Apa memang merdeka itu tidak ditujukan bagi orang-orang kecil seperti dirinya? Maunya Masyarakat Sekarang Perihal kedua yang sempat mengganggu pikiran Miad adalah kantor wakil rakyat DPRD yang sering didatangi orang-orang yang mengaku wakil masyarakat meskipun masyarakat mana yang diwakili kadang tidak jelas. Mereka mendemo setiap kebijakan pemerintah yang dianggap tidak menguntungkan rakyat, padahal rakyat yang mana yang tidak diuntungkan juga tidak jelas. Jangan-jangan hanya karena tidak menguntungkan segelintir orang yang tidak kebagian kue proyek. Buktinya ada investor yang ingin menanamkan modalnya dalam bidang agrobisnis, dibilang merusak hutan lindung. Perusahaan kelapa sawit ingin menanamkan modalnya didemo, mereka bilang rakyat tidak kebagian lahan lagi untuk berkebun, meskipun sebelumnya tanah tersebut tidak pernah digarap. Macam-macam saja maunya masyarakat sekarang. Belum lagi PLN menolak pinjam sewa disel yang ditawarkan pemerintah dengan alasan tidak ada uang untuk menyewa. Padahal tidak ada jalan keluar lain untuk mengatasi kondisi listrik yang setiap hari padam tapi rekeningnya naik terus, paling tidak program itu untuk sementara waktu. Ditambah lagi sopir angkot pun tak mau ketinggalan untuk latah menolok kebijakan pemerintah, ketika terminalnya ingin dipindahkan demi ketertiban kota, khususnya kawasan pasar. Demikian pula para penjual di pasar yang selalu menolak untuk ditertibkan oleh polisi pamong praja, padahal mereka tahu kalau polisi pamong praja sekarang sudah punya pistol, tapi mereka hanya pindah satu dua hari, lain waktu sudah kembali dan tidak tertib lagi. Jadi pantas kalau Miad semakin binggung dalam memahami arti kemerdekaan. Apa memang kemerdekaan itu sama dengan bebas berdemo atau bebas menolak apa saja dari kebijakan pemerintah ?. Perihal ketiga yang paling membingungkan ketika mendengar kawan-kawan anaknya yang sudah lulus SMA dan ingin melanjutkan ke perguruan tinggi. Dahulu masuk perguruan tinggi apalagi negeri, orang tua masih dapat mengusahan meskipun agak berat dalam mengangsur uang kuliahnya. Apalagi anaknya pintar, walaupun orangtua kurang mampu masih mungkin untuk bisa sekolah, dengan memperoleh berbagai keringanan. Tapi sekarang jangan harap. Lembaga pendidikan, termasuk perguruan tinggi negeri yang dulu bangga dengan semangat kerakyatan dan berorientasi sosial, sekarang nampaknya tidak ada lagi, entah sembunyi kemana semangat itu? Malah sekarang terdengar sekolah-sekolah tinggi negeri mulai membuka jalur khusus untuk anak-anak orang kaya dengan biaya selangit, dan jelas tidak mungkin terjangkau oleh orang seperti Miad, kecuali hanya lewat mimpi. Biaya yang berjuta-juta, bahkan berpuluh-puluh juta, dan malah ada yang beratus juta, kalau anaknya pingin sekolah tinggi yang berkualitas. Tapi ya, ini kan kemerdekaan. Semua orang boleh berbuat apa saja, termasuk membelenggu hak orang miskin untuk memperoleh pendidikan yang bermutu. Dengan begitu orang-orang semacam Miad perlahan-lahan harus mulai membunuh mimpinya untuk dapat menyekolahkan anaknya ke sekolah tinggi yang dulu melahirkan orang-orang cerdas meskipun biaya untuk kuliah dari orangtua pas-pasan. Ada juga sedikit terlitas dipikiran Miad, mungkin inilah yang dimaksud dengan otonomi kampus, bagian dari otonomi pendidikan yang kebablasan. Jawabannya tentu hanya para pemimpin negeri ini yang paling mengerti dan memahami. Akhirnya hanyutlah pikiran Miad dalam lamunannya tentang dinamika hidup di alam kemerdekaan ini. Sebab kehidupan merdeka telah banyak disalah artikan dengan bebas berbuat apa saja termasuk bebas untuk menyengsarakan orang banyak, bebas untuk menentukan uang sekolah/kuliah, bahkan bebas untuk sekedar memikirkan kepentingan pribadi atau golongannya tanpa mempedulian orang lain. Tidak seperti dulu kemerdekaan direbut untuk kepentingan orang banyak, termasuk rakyat kecil. Sehingga wajar jika Miad bertanya: Jadi Apa arti Merdeka sekarang ini? (*) Paryanta, Pemerhati Masalah Sosial dan Pendidikan Bangka Belitung ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Make a clean sweep of pop-up ads. Yahoo! Companion Toolbar. Now with Pop-Up Blocker. Get it for free! http://us.click.yahoo.com/L5YrjA/eSIIAA/yQLSAA/uTGrlB/TM --------------------------------------------------------------------~-> Post message: [EMAIL PROTECTED] Subscribe : [EMAIL PROTECTED] Unsubscribe : [EMAIL PROTECTED] List owner : [EMAIL PROTECTED] Homepage : http://proletar.8m.com/ Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/