Putri Wong Kam Fu (Pek Kim Lioe) 

Saya adalah WNI keturunan yang tinggal di wilayah perkampungan muslim. 
Pergaulan dan interaksi saya kepada sesama warga sangat erat. Keluarga saya 
memang bukan keluarga muslim, namun masyarakat sekitar sudah menganggap 
keluarga saya seperti saudara sendiri. Dari sinilah saya merasakan adanya 
persamaan dan persaudaraan. Dan, dari sini pula saya mulai mengenal ajaran 
mereka

Saya lahir 22 Oktober 1953 di Batu, Malang, Jawa Timur. Kedua orang tua memberi 
nama saya Pek Kim Lioe. Saya anak tunggal dari pasangan Pek Sek Liang dan Ani. 
Karena sesuatu hal, kedua orang tua saya akhirnya bercerai. Saya akhimya diasuh 
oleh ibu tiri selama lima tahun. Sejak kecil saya dididik dalam lingkungan 
Nasrani, mulai SD hingga SMA.

Belum tamat SMA, saya dipinang dan kemudian menikah dengan Gabriel Dela 
Dorolatta Mustar, seorang pemuka Nasrani asal Nganjuk. Mustar adalah seorang 
guru SMP di Batu. Perkawinan saya dengan Mustar dikarunia tujuh orang anak. 
Tetapi, seorang di antara anak kami meninggal dunia di usia balita. Mereka 
adalah Vincencius Budi Prasetyo, Wongso Wijoyo, Kurniawati, Sumirasari, Rama, 
dan Linda.


Tertarik Pada Islam

Suatu ketika saya bersama suami nonton televisi mengenai Musabaqah Tilawatil 
Qur'an (MTQ) yang disiarkan langsung dari kota Pontianak (Kalbar). Saat acara 
berlangsung, kami menatap dengan penuh perhatian. Kami berdua membisu. 
Tiba-tiba saya terkejut mendengar suami saya bertanya, "Leoni, bagaimana kalau 
kita masuk Islam?" Pertanyaan yang tiba-tiba ini membuat saya kaget. Saya 
langsung membisu sambil menatapnya. Pertanyaan suami saya itu memang sudah lama 
saya tunggu. Saya sangat mendambakan pertanyaan itu terlontar.

Pertanyaan ini terasa memberikan kedamaian. Ada kesejukan dalam batin ini. 
Sesungguhnya sudah lama saya merindukan sebuah kedamaian. Sebelumnya, saya 
pernah merasakan kedamaian ketika mendengarkan alunan suara azan magrib dan 
subuh dari sebuah masjid yang berada tak jauh dari tempat tinggal saya.

Alunan suara yang memanggil orang Islam untuk segera shalat ini, sering membuat 
saya resah. Saya berusaha secara diam-diam mencari rahasia apa yang 
sesungguhnya ada di balik suara yang menggetarkan hati saya itu. Tanpa 
diketahui suami, saya mulai mempelajari buku-buku agama Islam yang saya beli 
diam-diam. Terkadang, tanpa rasa malu dan sungkan saya datangi tokoh-tokoh 
agama di kampung, dan bertanya berbagai hal yang berkaitan dengan Islam.

Oleh kakek saya, Empeh Wong Kam Fu, saya diperkenalkan kepada Haji Masagung 
(almarhum). Haji Masagung adalah pengusaha muslim keturunan Cina dan juga teman 
kakek sejak kecil. Oleh beliau saya diberi dua buah buku agama yang berjudul, 
Dialog Islam dan Kristen dan Sejarah Islam Tionghoa.

Saya akui, kedua buku itu sangat mempengaruhi keimanan saya. Segala kegiatan 
yang saya lakukan sengaja Saya sembumyikan. Tak pernah sedikit pun saga 
membicarakan apa yang saya lakukan kepada suami saya. Saya benar-benar ingin 
menjaga perasaannya. 

Rasa simpati saya kepada orang Islam dan ajarannya makin tak tertahan lagi, 
ketika kakek saya Empeh Wong Kam Fu meninggal dunia. Kendati kakek saya orang 
Tionghoa dan beragama lain, ternyata yang datang melayat dan membantu mengurusi 
jenazahnva justru orang Islam setempat. Mereka dengan sukarela dan ikhlas 
membantu tanpa melihat latar belakang suku dan agama. Hati saya terpesona 
dengan kekerabatan orang Islam setempat. Rasanya, saat itu saya ingin 
mengutarakannya kepada suami.

Keinginan itu sempat saya tahan. Ternyata suami saya pun diam-diam mengamati 
kegiatan orang Islam di sekitar rumah kami. Dan, ia sangat terharu pada 
keikhlasan masyarakat dalam membantu keluarga kami yang tengah mendapat 
musibah. Puncaknya, ia mengutarakan keinginan untuk masuk Islam saat menonton 
siaran MTQ di televisi. Akhirnya kami berdua sepakat untuk masuk Islam. 

Tindakan pertama untuk mewujudkan keinginan itu, kami berdua pergi ke Jakarta 
untuk menemui Haji Masagung. Sesampai di Jakarta, kami langsung menemuinva, 
namun tidak mendapat sambutan. Haji Masagung berkata kepada kami, "Bila hendak 
menjadi seorang muslim sejati, syaratnya harus berani menderita dan mati atas 
nama Islam. Dan, kalau kalian mau masuk Islam, tak perlu jauh-jauh ke Jakarta. 
Cukup melalui KUA (Kantor Urusan Agama) setempat saja".

Setelah bertemu Haji Masagung, kami segera pulang ke Malang. Sesuai saran teman 
kakek saya itu, kami menemui Pak Kasdri, modin (petugas azan) masjid. 
Kedatangan kami disambut dengan sukacita. Wajah Pak Kasdri berseri-seri saat 
mendengar niat kami ingin masuk Islam. 

Esok harinya, Pak Kasdri mengajak kami ke kantor KUA Kecamatan Batu. Di sana 
kami dipertemukan dengan staf KUA, Bapak Nuryasin Masdrah. Oleh beliau kami 
diimbau untuk berpikir dan mempertimbangkannya masak-masak. Namun, keinginan 
untuk masuk Islam sudah menggebu-gebu. Terutama suami saya. la langsung 
menanyakan berbagai hal kepada Pak Nuryasin. Semua pertanyaan suami saya 
dijawab dengan sabar olehnya.

Untuk memantapkan hati, kami terus berdialog dengan Pak Kasdri dan K.H. Sayuti 
Dahlan, seorang tokoh Islam di Malang. Dan, kami sebagai orang tua juga 
memberitahukan dan mengajak anak-anak kami untuk memeluk Islam. Ajakan kami 
ternyata dituruti oleh anak-anak kami.


Masuk Islam

Taufik dan hidayah akhirnya datang juga kepada keluarga kami. Sebelum 
mengucapkan syahadat, kami sekeluarga mempersiapkan diri. Saya membersihkan 
seluruh tubuh. Begitu juga suami dan anak-anak kami. Saya mengenakan kain 
panjang dan baju kebaya tertutup dan pakai kerudung. Suami saya mengenakan kain 
sarung baju putih lengan panjang dan kopiah. Demikian juga dengan anak-anak 
kami. 

Alhamdulillah, tepat bakda Jumat, di Masjid an-Nur, tanggal 12 Juli 1985, kami 
sekeluarga dibimbing K.H. Suyuti Dahlan, mengucapkan ikrar dua kalimat 
syahadat. Sungguh, saya tak dapat menahan haru. Air mata saya menetes. Saya 
sangat bersyukur. Tiba-tiba hati saya yang selama ini gelisah menjadi damai.

Setelah menjadi seorang muslimah, nama saya segera diganti menjadi Fatimah. 
Dan, nama pemberian itu saya gabungkan dengan nama lama saya, sehingga menjadi 
Leoni Fatimah. Nama suami saya menjadi Mohammad Mustar. Keharuan kian menjadi 
setelah ikrar selesai. Oleh Pak Kasdri saya diberi selembar sejadah dan oleh H. 
A Zakaria, suami saya diberi kopiah. 

Para tetangga menyambut dan bersyukur atas masuk Islamnya kami sekeluarga. 
Untuk menambah dan memperkokoh keimanan, saya bersama suami dan anak-anak mulai 
aktif belajar membaca dan menulis Al-Qur'an serta pengajian. Saya mendirikan 
mushala di rumah untuk shalat berjamaah. Alhamdulillah, tahun 1987 saya dapat 
menunaikan ibadah haji.

Saya mulai aktif berdakwah, setelah terpilih menjadi Ketua Yayasan Karim Oei 
Jawa Timur, pada 26 November 1995. Dalam memimpin yayasan ini saya mencanangkan 
salah satu program untuk mengajak warga keturunan mengenal dan memahami Islam 
secara lebih mendalam, yaitu lewat kegiatan rutin belajar membaca dan menulis 
AI-Qur'an dan pengajian. 

(Maulana/Albaz) (dari Buku "Saya memilih Islam" Penyusun Abdul Baqir Zein, 
Penerbit Gema Insani Press website : http://www.gemainsani.co.id/ ) 

 




 


__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
http://mail.yahoo.com 

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Life without art & music? Keep the arts alive today at Network for Good!
http://us.click.yahoo.com/FXrMlA/dnQLAA/Zx0JAA/uTGrlB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Post message: [EMAIL PROTECTED]
Subscribe   :  [EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe :  [EMAIL PROTECTED]
List owner  :  [EMAIL PROTECTED]
Homepage    :  http://proletar.8m.com/ 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke