SUARA KARYA

            Kompensasi BBM dan Derita Rakyat Miskin
            Oleh M Arief Hakim 


            Senin, 17 Oktober 2005
            Kontroversi seputar kompensasi kenaikan harga BBM (bahan bakar 
minyak) masih terus berlanjut. Ada rakyat miskin yang telah menerima dana 
kompensasi tersebut, tetapi banyak juga yang belum. Masih banyak problem 
lapangan yang terjadi menyangkut kompensasi kenaikan harga BBM. 

            Di antara mereka yang menerima kompensasi, ada yang benar-benar 
dari golongan kaum miskin, tetapi ada juga yang dari ekonomi kelas menengah. 
Penyaluran dana kompensasi secara "salah sasaran" tersebut seharusnya tidak 
perlu terjadi. 

            Manajemen penyaluran kompensasi BBM yang digagas pemerintah, 
tampaknya masih kacau, bahkan terkesan amburadul. Tidak jarang, rakyat terpaksa 
harus saling sikut dan gontok-gontokan untuk berebut dana kompensasi. Siapa 
cepat, dia dapat. Selain itu, kasus penyunatan dana kompensasi BBM bagi rakyat 
kecil - rata-rata seratus ribu rupiah per bulan - masih saja terjadi. 

            Padahal, apa artinya uang seratus ribu rupiah bagi rakyat kecil di 
tengah beban hidup yang semakin berat akibat membubungnya harga-harga kebutuhan 
pokok sebagai imbas dari kenaikan harga BBM? Harga BBM telah berkali-kali naik, 
tetapi kenaikannya kali ini sungguh sangat fantastis, hingga memberatkan 
rakyat. 

            Ironisnya, di tengah kontroversi kebijakan kenaikan harga BBM, 
masih saja ada komunitas masyarakat - khususnya yang punya akses kekuasaan - 
yang tumpul nuraninya. Mereka mencoba "bermain" di tengah kesengsaraan rakyat 
dengan memainkan dana kompensasi atau dana bencana alam untuk kepentingan diri 
pribadi dan kelompoknya. Padahal dana tersebut sedianya menjadi hak rakyat 
miskin atau yang membutuhkan. 

            Yang sangat disesalkan, kebijakan kenaikan harga BBM dengan 
persentase cukup tinggi dilakukan di bulan Ramadan. Bagi masyarakat Indonesia 
yang mayoritas beragama Islam, pada bulan puasa sebagai bulan yang penuh 
berkah, tentu memerlukan biaya tambahan, khususnya untuk persiapan menghadapi 
Hari Raya Idul Fitri. Dengan adanya kenaikan harga BBM, beban masyarakat akan 
sangat berat mengingat harga-harga kebutuhan pokok yang kian tak terjangkau. 

            Dapat dibayangkan, pada masa-masa setelah Idul Fitri dan hari-hari 
selanjutnya, situasi sulit akan terus mewarnai kehidupan masyarakat. Boleh 
jadi, para nelayan tidak akan bisa melaut karena tak mampu membeli BBM. 
Demikian halnya, dapur kaum muskin pun akan sulit mengepul lagi. 

            Kenaikan harga BBM yang mencapai 100% lebih dapat dipastikan akan 
menjadikan kehidupan rakyat kecil semakin susah. Mereka semakin tergencet dan 
mungkin akan kolaps. Akibatnya, bukan tidak mungkin, keresahan akan melingkupi 
kehidupan masyarakat di masa-masa mendatang. 

            Kenaikan harga BBM dengan persentase cukup tinggi memang terasa 
ironis. Ini mengingat kenaikan harga BBM dilakukan di tengah masih banyaknya 
kasus korupsi yang tak terselesaikan dengan baik. 

            Praktik KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme) bahkan terus berjalan. 
Kekayaan negara lebih banyak dirampok secara semena-mena oleh para oknum 
pejabat negara, yang dengan leluasa bersekongkol untuk menggelembungkan 
pundi-pundi, tanpa tersentuh hukum. Dalam sejarah selalu saja terulang suasana 
para penguasa menari-nari di atas penderitaan rakyat. 

            Kenaikan minyak tanah - bahan bakar yang sering dipakai rakyat 
kebanyakan yang ekonominya pas-pasan - mencapai angka 187,5 persen, di luar 
logika akal sehat. Ini semakin menguatkan anggapan bahwa para penguasa dan 
elite politik sedemikian teganya menindas kaum bawah dan rakyat miskin yang 
jelas menjadi korbannya. 

            Untuk meredam protes dari berbagai elemen masyarakat-khususnya 
mahasiswa, pemerintah telah melakukan sosialisasi kenaikan harga BBM tersebut. 
Intinya, kenaikan harga BBM merupakan keharusan seiring kenaikan harga minyak 
mentah dunia yang cukup tinggi. Sosialisasi pun dilakukan, antara lain dengan 
menggencarkan iklan layanan masyarakat untuk membujuk rakyat agar mau menerima 
kenaikan BBM secara lapang dada dan sukarela. 

            Untuk menambah kemanjuran iklan, berbagai tokoh masyarakat dan para 
publik figur pun dilibatkan. Sepintas, iklan pro-kenaikan harga BBM terasa 
enak, nyaman, bahkan menyejukkan, tetapi di balik itu kehidupan rakyat 
sejatinya tetap sengsara. 

            Di bolak-balik dengan logika apapun, kenaikan BBM yang cukup 
fantastis jelas menjadikan penderitaan bagi masyarakat kebanyakan, terutama 
kaum miskin. 

            Dalam sejarah, selalu saja ada tokoh masyarakat, publik figur, 
sosok-sosok berpengaruh, bahkan para agamawan, yang diperalat kekuasaan untuk 
tujuan-tujuan pragmatis yang menyesatkan. Mereka digerakkan atau bergerak 
karena tiga hal: popularitas, jabatan, dan uang. 

            Kenaikan BBM - terutama minyak tanah yang sedemikian tinggi - jelas 
sangat menyengsarakan rakyat (kecil). Celakanya, protes rakyat cenderung 
dianggap sebagai angin lalu. Energi rakyat - untuk berprotes ria - sengaja 
dibiarkan habis dengan sendirinya. Bukankah protes juga membutuhkan "bahan 
bakar"? 

            Seperti waktu-waktu sebelumnya, pada mulanya pemerintah sedikit 
mengalami hambatan ketika menghadapi aksi protes dari berbagai elemen 
masyarakat secara bergelombang. Aksi protes bahkan tidak hanya berasal dari 
masyarakat kebanyakan, tetapi juga dari berbagai tokoh masyarakat dan 
organisasi-organisasi lainnya. Tetapi, semua protes tersebut tidak digubris 
pemerintah. Dan, pemerintah pun terus melenggang dengan kebijakan menaikkan 
harga BBM dalam jumlah cukup tinggi, tanpa melihat dampak sosial yang sangat 
merugikan masyarakat. 

            Pelan tapi pasti, masyarakat pun tampaknya akan kecapaian sendiri. 
Mereka tidak punya stamina yang berlipat-lipat untuk terus memrotes kenaikan 
harga BBM. Meskipun megap-megap dan sekarat, rakyat mau tidak mau harus 
menerima kenyataan siap mengalami penderitaan berkepanjangan. 

            Bagaimana pun kenaikan harga BBM berimbas pada kenaikan harga 
barang-barang kebutuhan pokok dan barang-barang lainnya. Dampak ikutannya, 
biaya jasa transportasi pun sudah pasti akan ikut naik dalam jumlah cukup 
signifikan. Langkah pemerintah menerapkan aturan untuk mengendalikan harga dan 
tarif angkutan secara wajar, mengalami kendala. Kenyataan yang terjadi di 
lapangan sulit diantisipasi dan dijinakkan pemerintah. 

            Di tengah harga-harga yang menjulang tinggi, bagaimana caranya agar 
rakyat kebanyakan - khususnya kaum miskin - bisa bertahan hidup? Rakyat 
tampaknya tetap akan menemui jalan buntu terjebak dalam lorong yang makin 
gelap, entah sampai kapan! *** 

            Penulis pengamat masalah sosial-politik,
            tinggal di Majalengka, Jabar.  
     
     


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page
http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/uTGrlB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Post message: [EMAIL PROTECTED]
Subscribe   :  [EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe :  [EMAIL PROTECTED]
List owner  :  [EMAIL PROTECTED]
Homepage    :  http://proletar.8m.com/ 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke