http://www.kompas.com/kompas-cetak/0510/20/opini/2139676.htm

 
Politik Wayangan 

SUKARDI RINAKIT



Di ujung telepon, dari kampung di Madiun, ibu saya berkata, Untuk apa kamu 
sekolah tinggi-tinggi kalau melihat keadaan begini diam saja? Padahal sekitar 
tiga pekan lalu, dua jam setelah Bom Bali 2 meledak, ia mengingatkan agar saya 
tidak nyinyir mengkritik pemerintah. Beban pemerintah terlalu berat, katanya. 
Konsentrasinya terpecah antara menangani bencana dan membuat kebijakan untuk 
keadaban publik.

Namun, melihat pemerintah telah keterlaluan dalam menaikkan harga BBM, terutama 
harga minyak tanah, sikap keprihatinan seorang ibu akhirnya berubah karena 
menyaksikan semakin sulitnya kehidupan tetangga. Dia khawatir, kini sudah 
jarang pepohonan, mereka akan mencabuti pagar orang untuk dijadikan kayu bakar. 
Kalau itu terjadi, hubungan harmonis antartetangga bisa terguncang.

Fenomena kekecewaan seperti itulah yang kini menyebar di relung-relung nurani 
Republik. Namun, bagi rakyat tidak ada pilihan lain. Apa yang tersisa pada 
mereka tinggal keyakinan bahwa Presiden SBY itu orang baik, jujur, tidak korup, 
tidak berbisnis, dan masih bisa menangis.

Indikator terakhir itu penting karena banyak pejabat yang sudah lupa cara 
menangis meski setiap hari menyaksikan kesengsaraan hidup rakyatnya. Jadi 
harapan itu hanya ditujukan kepada Presiden SBY. Bukan untuk wakil presiden, 
kabinet, maupun anggota DPR.

Praktik politik

Mengamati proses mengambil keputusan setahun terakhir, ada kesan, suatu 
keputusan diambil dalam waktu semalam. Semalam suntuk berdiskusi untuk 
mengevaluasi situasi terakhir. Dan ketika setiap orang sudah lelah dan 
mengantuk, pejabat yang berkepentingan membacakan kebijakan departemennya. 
Semua setuju karena sudah tidak konsentrasi lagi.

Itulah fenomena politik wayangan. Ibarat nonton pergelaran wayang semalam 
suntuk, karena badan lemas dan mata mengantuk, siangnya tidur seharian. Karena 
itu, praktik politik wayangan juga mencakup perumusan dan pengambilan kebijakan 
yang diambil secara instan. Selain itu, ia juga merujuk praktik-praktik politik 
yang malas dari para elite politik.

Soal kenaikan harga BBM, misalnya, politik wayangan tercermin dari kontroversi 
besaran kenaikan harga BBM. Sampai menjelang pengumuman, tidak satu pun 
komentar pejabat yang dapat dijadikan pegangan. Ketika besaran kenaikan harga 
BBM diumumkan, semua terkejut. Bahkan menurut kabar, sebagian menteri 
perekonomian pun kaget. Mereka bersikap tak tahu-menahu dan cenderung lepas 
tangan. Jika kabar itu benar, itu hanya mungkin terjadi jika keputusan penting 
tersebut diambil saat lelah dan kantuk sudah menyergap ruang sidang kabinet.

Selain itu, praktik politik wayangan juga terlihat pada kesiapan pemerintah 
dalam mendata keluarga miskin. Waktu yang amat sempit membuat pendataan bagi 
mereka yang berhak menerima dana kompensasi BBM tidak sempat divalidasi. 
Demikian juga, banyak kelemahan dalam praktik pencairan dan pengambilan dana. 
Akibatnya, Badan Pusat Statistik (BPS), lurah, ketua RW, dan ketua RT menjadi 
musuh baru masyarakat miskin.

Kemalasan

Praktik-praktik politik yang malas dari elite politik adalah bagian integral 
dari variabel politik wayangan. Berdasarkan analisis isi yang dilakukan Soegeng 
Sarjadi Syndicate terhadap berita-berita koran, ditemukan fakta bahwa kondisi 
penegakan hukum dan keamanan selama satu tahun pemerintahan SBY sedikit lebih 
baik dibandingkan setahun terakhir pemerintahan Megawati. Sedangkan kondisi 
sosial dan ekonomi, keadaannya lebih buruk.

Namun, karena elite pengambil keputusan di departemen malas seperti habis 
menonton pergelaran wayang semalam suntuk, mereka yang bertanggung jawab pada 
masalah hukum dan keamanan tidak menjual keberhasilan kinerja lembaganya itu. 
Padahal langkah itu bisa menjadi modal dasar untuk meningkatkan optimisme dan 
gairah publik dalam menghadapi kesulitan hidup.

Sebaliknya, untuk bidang sosial dan ekonomi yang kinerjanya buruk, para menteri 
perekonomian tidak ada yang berani pasang badan untuk menjadi bumper presiden 
(seperti tim tujuh era Pak Harto dulu). Padahal mereka seharusnya bersatu untuk 
menjelaskan kebijakan tidak populis yang terpaksa mereka ambil. Mereka harus 
turba mengajak duduk semua komponen bangsa yang menjadi spoiler (oposan) 
kebijakan itu. Namun, tampaknya mereka malas melakukannya. Akibatnya, semua 
tembakan, apa pun isi tembakan itu, hanya mengarah kepada satu sasaran: 
Presiden!

SUKARDI RINAKIT Direktur Eksekutif Soegeng Sarjadi Syndicate


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page
http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/uTGrlB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Post message: [EMAIL PROTECTED]
Subscribe   :  [EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe :  [EMAIL PROTECTED]
List owner  :  [EMAIL PROTECTED]
Homepage    :  http://proletar.8m.com/ 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 




Kirim email ke