http://www.suarapembaruan.com/News/2005/10/21/index.html

SUARA PEMBARUAN DAILY 

Regulasi Tempat Ibadah
 

R u m a d i 

PENUTUPAN sejumlah tempat ibadah secara paksa oleh kelompok garis keras di 
sejumlah tempat beberapa waktu lalu, sungguh merupakan pelajaran berharga bagi 
kita semua. 

Peristiwa tersebut menunjukkan adanya problem serius menyangkut hubungan 
antarumat beragama di satu pihak, dan peran pemerintah dalam pendirian tempat 
ibadah di pihak lain. Kasus tersebut tentu tidak bisa dianggap sebagai 
peristiwa biasa, karena hal itu menyiratkan adanya otoritarianisme satu pemeluk 
agama atas pemeluk agama yang lain. 

Setelah semuanya tenang, ada baiknya kita merefleksikan peristiwa tersebut 
untuk menata ulang kehidupan keberagamaan kita, terutama yang terkait dengan 
pendirian tempat ibadah. Masalah utama menyangkut hal ini adalah apakah 
pendirian tempat perlu diatur pemerintah atau tidak? Penulis termasuk orang 
yang berpendapat perlu adanya aturan terkait dengan hal ini. 

Kita tidak bisa membayangkan kacaunya kehidupan keberagamaan jika tidak ada 
aturan mengenai tempat ibadah. Kekhawatiran itu bukan ilusi, karena kehidupan 
keberagamaan kita masih diselimuti saling tidak percaya, curiga, kekhawatiran, 
merasa saling terancam, tidak dewasa, dan seterusnya. 

Dalam situasi seperti itu, diperlukan semacam "otoritas" untuk menghindari 
kesalahpahaman dan kecurigaan-kecurigaan yang tidak perlu. Sampai di sini, 
penulis harus segera memberi catatan, secara pelan-pelan, ketika umat beragama 
kita sudah bisa menghilangkan "tabiat buruk" saling curiga dan saling tidak 
percaya tersebut, regulasi tempat ibadah bisa saja ditinjau kembali 
keberadaannya. 


SKB Dua Menteri 

Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 
1/BER/MDN-MAG tahun 1969 tentang pendirian rumah ibadah, akhirnya direvisi. 

Meskipun banyak kalangan yang meminta agar SKB tersebut dicabut karena isinya 
dianggap arogan, memicu konflik sosial, serta melanggar Pasal 28e UUD 1945 
tentang kebebasan beragama, namun pemerintah lebih memilih melakukan revisi, 
daripada mencabutnya. Pilihan itu agaknya paling "moderat" karena bila aturan 
mendirikan rumah ibadah dicabut, bangsa ini bisa terjatuh ke anarkisme dalam 
beragama. 

Revisi pemerintah atas SKB tersebut tidak terlepas dari berbagai peristiwa 
penutupan tempat ibadah yang dianggap "liar", tanpa izin, di berbagai daerah. 
Peristiwa itu sempat memicu ketegangan antarumat beragama, bahkan sekarang ini 
kerukunan umat beragama berada dalam titik nadir. 

Banyak orang, karena mayoritas, merasa punya hak mengontrol orang lain, dengan 
menjadi polisi, hakim, dan jaksa sekaligus. Mereka bisa mengontrol tempat 
ibadah orang lain, menentukan sah atau tidak, bahkan mengeksekusi dengan 
memaksa untuk menutup. Kondisi demikian tentu sangat memprihatinkan, karena 
bisa mengancam sendi-sendi kehidupan berbangsa. 

Sejauh berita yang berkembang di media massa, revisi yang dilakukan pemerintah, 
dalam hal ini Departemen Agama (Depag) dan Departemen Dalam Negeri (Depdagri) 
dengan melibatkan kantor Menkopolkam, kantor Men Hukum dan HAM, Kejagung, dan 
BIN, telah mengubah nama SKB menjadi Peraturan Bersama Menteri Agama dan 
Menteri Dalam Negeri. 

Dalam rancangan itu, kata Sudarsono Hardjosoekerto Dirjen Persatuan Bangsa 
Depdagri, ada penyempurnaan beberapa hal seperti sinkronisasi urutan 
pasal-pasal, rumusan pasal-pasal agar tidak menimbulkan tafsir ganda. 

Dalam rumusan tersebut, masih kata Sudarsono, diatur pembentukan forum 
kerukunan umat beragama yang salah satu tugasnya adalah menggodok proses 
perizinan tempat ibadah. Bahkan, forum kerukunan tersebut melibatkan 
pejabat-pejabat daerah sebagai penasihat dan akan mendapat dana dari Anggaran 
Pendapatan Belanja Daerah (APBD). 

Melihat perkembangan tersebut ada beberapa hal yang perlu penulis sampaikan. 

Pertama, kemauan pemerintah untuk merevisi SKB No 1/1969 patut kita hargai. 
Namun, revisi tersebut harus didasarkan pada semangat konstitusi yang 
memberikan jaminan kepada semua warga negara untuk bebas memeluk agama dan 
beribadat menurut agamanya (Pasal 28 (e) Ayat 1 dan 2 UUD 1945). 

Oleh karena itu, revisi SKB tidak hanya sekadar mengatur pendirian tempat 
ibadah, tetapi harus melindungi tiap warga negara untuk beribadat menurut 
agamanya, di mana adanya tempat ibadat merupakan bagian inheren di dalamnya. 
SKB atau apa pun namanya tidak boleh bertentangan dengan semangat konstitusi 
kita. 

Kedua, pembentukan forum kerukunan umat beragama di tiap daerah yang salah satu 
fungsinya untuk merekomendasi apakah sebuah tempat ibadah bisa didirikan atau 
tidak, adalah penyelesaian yang formalistik dan karitatif. 

Memberikan wewenang kepada forum "formal" yang dibentuk dan difasilitasi 
pemerintah daerah bisa menjebak masyarakat pada pola penyelesaian problem 
kehidupan beragama secara karikatif. 

Hal demikian akan menjebak masyarakat pada elitisme yang tidak sepenuhnya 
menggambarkan sikap masyarakat lapisan bawah. Bahkan tidak jarang, forum-forum 
keagamaan yang difasilitasi pemerintah sekadar menjadi "proyek" yang tidak 
mempunyai ruh apa-apa. 

Ketiga, revisi terhadap SKB No 1/1969 merupakan bagian sangat kecil dari gunung 
es problem kehidupan beragama. SKB tersebut bukanlah masalah utama, karena ada 
atau tidak adanya SKB kecurigaan dan sikap saling tidak percaya antarpemeluk 
agama sudah berurat-akar dalam kehidupan umat beragama, terutama Islam-Kristen. 

Penutupan rumah yang menjadi tempat ibadah di berbagai daerah beberapa waktu 
lalu, merupakan salah satu ekspresi dari ketidakpercayaan tersebut. 

Oleh karena itu, revisi SKB tidak akan banyak gunanya jika problem yang lebih 
mendasar dari itu tidak diselesaikan. Problem mendasar yang dimaksud adalah 
menumbuhkan kedewasaan dalam beragama dan menumbuhkan kepercayaan satu atas 
yang lain. 


Definisi Jelas 

Meski penulis menyetujui adanya regulasi tempat ibadah, ada beberapa hal yang 
perlu mendapat perhatian serius. Pertama, menyangkut paradigma regulasi. 
Regulasi tidak boleh sekadar mengatur, tetapi harus punya semangat untuk 
melindungi semua pemeluk agama. Salah satu bentuk perlindungan itu adalah 
pemberian hak kepada pemeluk agama untuk mendirikan tempat ibadah. 

Kedua, perlu ada definisi yang jelas tentang "tempat ibadah" yang membawa 
konsekuensi perlu izin atau tidak. Hal itu penting karena tiap-tiap pemeluk 
mempunyai ukuran sendiri mengenai tempat ibadah. Ada tempat ibadah yang formal 
dan resmi seperti masjid, gereja, vihara, dan sebagainya. 

Ada tempat ibadah yang tidak formal dan tidak tetap, seperti rumah yang dipakai 
untuk kebaktian dan aktivitas keagamaan lainnya (Kristen) atau rumah yang 
dijadikan tempat pengajian rutin dengan mengumpulkan massa (Islam). Hal 
demikian sering menimbulkan kesalahpahaman di antara pemeluk agama, sehingga 
perlu dilihat secara jernih. Tempat ibadah jenis pertama memang perlu izin 
secara khusus, namun tempat ibadah jenis kedua, menurut saya, tidak perlu izin. 

Ketiga, pemerintah harus secara konsekuen menerapkan aturan pendirian tempat 
ibadah yang tetap dan formal untuk semua pemeluk agama. Hal itu penting karena 
selama ini muncul kecurigaan, kalangan mayoritas bebas mendirikan tempat 
ibadah, sementara kalangan minoritas cenderung dipersulit dengan berbagai 
alasan. Bahkan, kalangan mayoritas bisa "mengontrol" tempat ibadah kalangan 
minoritas. Sikap konsekuen ini penting untuk menghindari otoritarianisme satu 
agama atas agama yang lain. * 


Penulis adalah staf pengajar Fak Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah 
Jakarta, peneliti The Wahid Institute Jakarta 



--------------------------------------------------------------------------------

Last modified: 21/10/05 

[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page
http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/uTGrlB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Post message: [EMAIL PROTECTED]
Subscribe   :  [EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe :  [EMAIL PROTECTED]
List owner  :  [EMAIL PROTECTED]
Homepage    :  http://proletar.8m.com/ 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke