http://www.kompas.com/kompas-cetak/0510/22/utama/2146378.htm

 
Jangan seperti Mini Me 


Tak banyak manfaatnya lagi mempersoalkan mengapa pemerintahan Susilo Bambang 
Yudhoyono-Jusuf Kalla melakukan wanprestasi. Kita mesti menerima kenyataan 
bahwa mereka tidak mempunyai kelebihan-kelebihan seperti yang pernah mereka 
tonjolkan pada saat kampanye.

Ambil analogi duet vokalis yang ternyata tak bersuara merdu sehingga membuat 
penonton kecewa. Orkestra yang mengiringi duet vokalis, yang bernama KBI 
(Kelompok Bonyok Indonesia), ternyata amatiran.

Masih untung penonton cuma menggerutu atau meninggalkan gedung konser, tidak 
sampai melempar batu atau meminta ganti uang tiket dari panitia. Pada umumnya 
penonton berkomentar, Ah, kalau cuma begitu saya juga bisa.

Rasanya sedih menyaksikan tayangan televisi saat Menteri Perdagangan Mari Elka 
Pangestu diusir para pedagang yang marah saat ia berkunjung ke Pasar 
Rawamangun, Jakarta Timur. Rasanya muak membaca berita tentang DPR yang 
mendapat tunjangan operasional Rp 10 juta pada saat melonjaknya harga-harga 
barang.

Terdapat kesenjangan yang besar antara janji kampanye mereka dan realisasinya 
setahun terakhir ini. Pepatah mengatakan, �sering kali yang disangka emas 
ternyata loyang�.

Para mahasiswa melancarkan demonstrasi antikenaikan harga BBM di berbagai kota. 
Padahal demonstrasi tak akan mengubah sebuah kenyataan pahit bahwa harga-harga 
barang dan jasa tak mungkin turun lagi.

Jajak-jajak pendapat pun diselenggarakan untuk mengukur tingkat kekecewaan 
masyarakat. Dalam hal ini berlaku premis tentang gelas: sudah terisi setengah 
atau baru terisi setengah.

Tak ketinggalan stasiun-stasiun televisi pun melakukan hal yang sama. Saya 
prihatin mendengar keluhan seorang wartawan sebuah stasiun televisi, yang oleh 
sang pemilik dilarang menyajikan berita-berita yang kritis terhadap pemerintah 
termasuk berita demonstrasi.

Nah, seluruh gawean satu tahun itu belum tentu didengar dengan senang hati oleh 
pemerintah. Dua media cetak yang dianggap kritis ternyata dianggap musuh dan 
gagal masuk daftar undangan kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke luar 
negeri baru-baru ini.

Dua fakta itu memperlihatkan bahwa pemerintah asyik masyuk dengan dirinya 
sendiri. Pada saat rakyat didera kesulitan, mereka justru sibuk memasang dan 
mengganti billboard raksasa berisikan prestasi satu tahun di Bundaran Hotel 
Indonesia.

Wakil Presiden Jusuf Kalla sudah sesumbar akan mencalonkan diri lagi menjadi 
Ketua Umum Golkar. Berita ini merupakan ralat karena Antara sebelumnya justru 
memberitakan Kalla akan mencalonkan diri sebagai presiden pada tahun 2009.

Pujangga Inggris, William Shakespeare, menulis karya berjudul Much Ado About 
Nothing. Apa pentingnya billboard atau rencana pencalonan pada saat 
berantakannya pemberian dana kompensasi yang menimbulkan korban tewas atau 
orang berusaha bunuh diri dengan obat nyamuk Baygon?

Gejala much ado about nothing terlihat jelas ketika Presiden Yudhoyono 
mengadakan teleconference dari New York. Di negara mana pun presiden wajib 
mengontak wakil presidennya setiap saat tanpa perlu show-off dan ditayangkan 
secara terbuka.

Sama juga dengan gaya kepemimpinan baru much ado about nothing dengan 
mengirimkan pesan layanan pendek (SMS) kepada masyarakat yang beraneka ragam 
isinya. Sayang, menghabiskan dana yang sebenarnya bisa dimanfaatkan untuk 
keperluan yang lebih urgen.

Lebih tragis lagi, Menko Perekonomian Aburizal Bakrie menyatakan, semua pihak 
di luar negeri (termasuk media massa) memuji prestasi ekonomi SBY-JK. Hanya 
beberapa bulan sebelum jatuh mereka pun sibuk memuji Presiden Soeharto yang 
patuh kepada IMF.

Pers Barat menyebut Presiden Megawati Soekarnoputri dengan kata sifat rigid 
(kaku). Presiden Abdurrachman Wahid dikatakan memiliki kepemimpinan yang 
erratic (tidak konsisten), sementara Presiden BJ Habibie dibilang eccentric 
(eksentrik).

Mana mau mereka menyebut George Bush sebagai Presiden Amerika Serikat yang 
sadistic? Ia menyerbu Irak, mengadili Presiden Saddam Hussein, dan menyebut 
bahwa semua itu merupakan upaya menegakkan demokrasi di Irak.

Menko Perekonomian semestinya paham pepatah hujan batu di negeri sendiri lebih 
enak daripada hujan emas di negeri orang. Sama pula dengan ucapan para pejabat 
yang sering berkomentar bahwa harga BBM di negara kita termasuk yang paling 
murah di dunia.

Saat memasuki tahun kedua pemerintahannya, Presiden Yudhoyono harus lebih jujur 
dalam berkomunikasi. Hentikan kebiasaan yang mengutamakan citra karena rakyat 
rindu akan pemimpin yang apa adanya.

Dalam rangka penghematan, Presiden Yudhoyono harus melakukan downsizing alias 
melangsingkan organisasi serta economizing atau memangkas ongkos jalannya 
pemerintahan. Jumlah menteri atau juru bicara tak perlu banyak, kunjungan ke 
luar negeri dibatasi, dan berikan contoh hidup secara sederhana.

Satu lagi, janganlah sering mengulang-ulang kebiasaan lama, seperti melakukan 
safari Ramadhan atau menerapkan komando teritorial, nanti bisa timbul kesan 
seperti dua tokoh film komedi Austin Powers.

Ada tokoh jahat bernama Doctor Evil. Ia sudah menyiapkan seorang fotokopian 
sekaligus loyalis ulung bernama Mini Me untuk melanjutkan kekuasaannya.

Selamat bekerja!


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page
http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/uTGrlB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Post message: [EMAIL PROTECTED]
Subscribe   :  [EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe :  [EMAIL PROTECTED]
List owner  :  [EMAIL PROTECTED]
Homepage    :  http://proletar.8m.com/ 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke