PRAMOEDYA DAN PENGABAIAN OLEH “NEGARA” ( I )  
   
  “Ya, ini suatu realita kehidupan, ketika negara dimana ia berpijak, harus 
kembali “membunuh” karakternya oleh suatu kekuatan hirarki kekuasaan itu 
sendiri…”
   
  Realita kematian manusia di bumi, adalah keharusan sejarah tentang kehidupan 
bagi manusia itu sendiri dan realita kematiannya. Kematian adalah realita yang 
selalu melintas di alam pemikiran tiap manusia, kesadarannya, emosionalitasnya, 
dan proses pembentukan nilai-nilainya; terkadang mengobyektifikasi kematian 
untuk subyek-subyek kehidupan yang menghidupi bumi dan apa yang hendak 
diterjemahkan dari kematian itu. Bahkan ketika sistem telah mengandaikan 
kematian sebagai “suatu harga” yang harus dibayar dari konsekuensi logis 
tentang apa yang diperjuangkan oleh manusia untuk dan dari nilai-nilainya. Dan 
terutama menghunjuk kematian sebagai bagian dari “langkah takdir” dengan 
membunuh nilai-nilai kehidupannya, dan ini telah terbentang sepanjang realita 
sejarah manusia disubordinasi oleh praksis eksploitasi dengan ragam 
manifestasinya. Memarjinalkan rasionalitas manusia kepada apa yang seharusnya 
menjadi tanggung jawab negara kepada masyarakatnya, selain menilai kematian
 sebagai suatu “kewajaran” yang terkadang harus dipisahkan dari nilai-nilainya, 
dan ini terlalu sering untuk membenarkan suatu “pembenaran” yang telah 
dibumikan kepada masyarakatnya secara sistemik dan bergenerasi.
   
  Jadi apa yang seharusnya diperbuat oleh kematian itu, ketika kematian itu 
sendiri telah dipisahkan dari nilai-nilai individunya oleh ekses stigma negara 
yang mapan dan permanen? Ketika seorang manusia dengan pemenuhan nilai-nilainya 
untuk membentuk kehidupan yang memperjuangkan pembebasan untuk manusia, harus 
“dipenjarakan” kembali secara abstrak untuk membenarkan suatu sistem dan azas 
yang dipaksakan oleh pemerintahannya. Ya, ini suatu realita kehidupan, ketika 
negara dimana ia berpijak, harus kembali “membunuh” karakternya oleh suatu 
kekuatan hirarki kekuasaan itu sendiri. Dan tentu saja ini meniscayakan suatu 
keberlanjutan yang telah ditanamkan kepada memori kolektif masyarakat, tentang 
PKI (Partai Komunis Indonesia) bersamaan dengan underbow-nya, yang mana 
pemerintah selama ini telah mempraksiskan kemunafikannya yang terlalu ekstrem, 
vulgar, dan liar.
   
  Perbandingan yang terlalu munafik yang selama ini divisualisasikan oleh 
realita mayoritas masyarakat dan pemerintahannya, khususnya untuk kematian dan 
nilai-nilainya; antara seorang sastrawan yang membumikan nilai-nilai 
kemanusiaan, kehidupan, dan goresan tinta emasnya kepada sastra dibandingkan 
dengan kematian seorang jenderal yang berlumuran dengan noda kemanusiaan; atau 
kematian seorang pejuang buruh yang miskin dibandingkan dengan kematian seorang 
ibu negara pada rejim fasis Soeharto; ataupun kematian banyak orang yang telah 
“dikorbankan” secara massal untuk pergulatan kemanusiaannya; dan 
perbandingan-perbandingan kepada semua peristiwa yang memaparkan dengan 
bahasanya yang alamiah tentang eksistensi perbandingan dari suatu keabsurdan 
yang telah dilakukan oleh mayoritas masyarakat dan pemerintahannya. Dimana 
nilai-nilai itu telah dihancurkan hanya karena suatu pembandingan dari 
kebodohan yang melekat seiring dengan proses deideologisasi kepada ide-ide 
tentang
 pencerahan dan pembebasan. 
   
  Jadi dimanakah substansi kehidupan manusia selain memapankan suatu bentuk 
pengabaian terhadap nilai-nilainya dan realitas idenya kepada kehidupan? Dan 
substansi itu telah “bergeser” kepada realita formalitas, keuangan, dan 
kemapanan dari suatu budaya yang dibentuk oleh otoritas legalnya secara meluas, 
menyeluruh, dan tersistemik. Seakan “takdir” yang tak mungkin lagi dielakkan 
oleh setiap komunitas masyarakat dan berpasrah dengan apa yang dihadirkan dan 
dipaksakan oleh “takdir” legal tersebut. Seakan ini mengandaikan suatu mimpi 
tanpa berujung kepada suatu perwujudan yang terlalu naif, ataupun menghianati 
kodratnya kepada bentuk-bentuk kebebasan kemanusiaan. “Pergeseran” tersebut 
telah mematangkan tentang kekakuan sistem dan manipulasinya di tengah 
masyarakat akan ide-de yang tengah bergulat dengan realitasnya, dan Pram telah 
mempraksiskan tidak hanya sekadar ide-ide pencerahan, tetapi lebih dari itu 
kepada substansi kehidupan manusia dan bumi dimana manusia itu berpijak.
 (bersambung)
   
  Mei 2006, Leonowens SP   
             

                
---------------------------------
New Yahoo! Messenger with Voice. Call regular phones from your PC and save big.

[Non-text portions of this message have been removed]



Post message: [EMAIL PROTECTED]
Subscribe   :  [EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe :  [EMAIL PROTECTED]
List owner  :  [EMAIL PROTECTED]
Homepage    :  http://proletar.8m.com/ 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke