Pendidikan, Private Schooling & Psikologi 
(Tanggapan dan tambahan versi Vincent Liong terhadap
diskusi Audifax dan Budi Setiawan.)

oleh Vincent Liong
 


Melihat diskusi antara Audifax dan Budi Setiawan, saya
kira sudah waktunya saya untuk membahas hubungan
antara pembelajaran filosofi dan private schooling
untuk selanjutnya bagaimna proses perubahan dari
pembelajaran filosofis sebagai Privat Schooling
berubah menjadi Mass Schooling. Privat menjadi Masal.

Manusia sebagai makhluk yang individual (kata
kualitatif) dan makhluk yang rata-rata (kwantitatif)
memliki perbedaan antara satu dengan yang lain. Dalam
perkembangan proses pendidikan maka kita tentunya
harus membahas minat, bakat, tujuan/cita-cita. 

Minat mempengaruhi keinginan dan keseriusan seseorang
untuk belajar dari berbagai jenis pengalaman yang ia
terima. Bakat mempengaruhi percepatan proses
penyerapan pembelajaran pengalaman tersebut. Cita-cita
mempengaruhi arah persepsi dan langkah seseorang dalm
melalui pengalaman-pengalaman yang membentuk dirinya.
Saya meyakini bahwa tidak ada orang yang berbakat,
sebaliknya tidak ada orang yang tidak berbakat. Yang
berbeda adalah arah dominant dari tiga aspek ini.     
 

Filsuf pada awalnya selalu memberikan pendidikan
(transfer pengalaman) yang sifatnya private schooling.
Merupakan tanggungjawab si anak didik untuk
mendeskripsikan ketiga aspek tersebut (minat, bakat,
tujuan/cita-cita) kepada di pendidik (dalam hal ini
guru yang sifatnya privat). Begitu juga sebaliknya
bahwa guru mempunyai tugas utama untuk mengetahui
secara benar dan detail apa dan ke arah mana; minat,
bakat, tujuan/cita-cita si murid. 

Satu individu guru untuk satu individu murid untuk
satu waktu yang sama di tempat yang sama. Karena
proses pendidikan akan terjadi dengan sangat cepat dan
padat di event yang sederhana, ketika orang yang
berbeda bertemu dan bertukar pengalaman, persepsi,
informasi, segala kepandaian mereka berdua. 

Sayangnya di masa moderen ini hal ini diserahkan
kepada Praktisi Psikologi melalui berbagai test yang
sifatnya satu arah, dan peran pendidik dipisah (tidak
dilakukan oleh individu yang sama). Pendidkan
dilakukan secara masal dalam jenjang umur dan jurusan
yang ditentukan oleh si anak sendiri, dan/atau
lingkungan di luar si anak, bukan interaksi antara
pendidik dan terdidik yang sifatnya empat mata. 

Ini masalah utama. Bilamana transfer informasi dari
Psikolog ke Guru ini tidak perlu dilakukan sehingga
tidak terjadi kesalahpahaman, saya kira akan sedikit
lebih baik dibanding informasi dipindah-pindah
sehingga ketika sampai sudah berubah atau seditadnya
terseduksi isi-nya. 

Tentunya dalam hal ini kita tidak bisa menuntut agar
pendidikan berjalan seperti masa filsuf yang pertama
karena tidak ada hubungan intim (dekat seperti orang
yang berpacaran) antara pendidik dan terdidik. 

Karena hal intens tersebut, pendidikan bagi sebagian
kecil orang yang benar-benar concern atas pendidikan
bukan lagi dilakukan di sekolah, universitas, lembaga
pendidikan. Pendidikan bagi yang benar-benar concern
dilakukan sama seperti anda memilih calon presiden.
Pilih satu orang saja. Didik orang itu secara privat
dari Nol sampai jadi dengan segala pengorbanan dan
kerjakeras kita. Keberhasilan dan kegagalan adalah
sebuah perjudian. Bila berhasil, anda akan sangat
bangga, bila gagal atau dikecewakan, kecewa seumur
hidup hingga mati. 

Hal yang sama juga terjadi dalam proses pendidikan
mantan presiden kita Soeharto. Kebetulan saya kenal
dengan seorang bapak yang almarhum bapaknya dulu
adalah pembimbing spiritual (pendidik) mantan presiden
Soeharto hingga konon mendapat wangsit jadi Presiden.
Ketika Soeharto sudah menjadi Presiden, (maaf saya
lupa tahunnya) si almarhum bapaknya teman saya ini
sempat menasehati Soeharto agar turun tahta, ketika
Soeharto mulai melenceng dari pengabdiannya kepada
negara. Soeharto ngeyel, malah pindah aliran dari
orang spiritual kejawen menjadi berkedok agama Islam,
lalu naik haji pertama kali di tahun yang sama dengan
kejadian tersebut. Si almarhum bapak teman saya
menyimpan kekecewaan mendalam hingga akhir hayatnya.  

Saya melakukan hal tsb di atas kepada beberapa orang
yang saya pilih sendiri dalam waktu pembelajaran dan
tempat yang berbeda secara intends dan continue setiap
hari. Bilamana sesekali ada hal yang saya tidak mampu
mendidik/mengajarkan, maka saya titipkan ke
rekan/kenalan saya yang ahli di bidang tsb sambil
tetap saya kontrol terus. Doakan saja agar orang
pilihan saya tersebut bisa jadi presiden kelak, atau
setidaknya bisa jadi pejabat tinggi. 

Paguyuban Vincent Liong sebagai sebuah group melalui
[EMAIL PROTECTED] yang mungkin buat
anda-anda yang bertitle tidak dianggap ada
keberadaannya melakukan hal ini juga melakukan dengan
metode sedikit berbeda. Kami memang tidak mampu
membuat suatu lakon pendidikan untuk satu orang saja.
Kami hanya mampu mempersiapkan group yang besar jumlah
membersnya dengan minat, bakat, tujuan/cita-cita, dan
pencapaian di dunia nyata yang berbeda-beda dimana
sistem kami memberikan kesempatan bagi individu di
dalamny yang ingin maju, tanpa gengsi dan batsan
melakukan pertukaran yang sifatnya private-to-private
secara mandiri melalui pertemuan-pertemuan untuk
proses pendidikan yang sifatnya individual.

Pendidikan bukanlah gengsi, pendidikan adalah
kerendahatian untuk maju…

Sayangnya saya Vincent Liong secara pribadi tidak
mendapat kesempatan untuk hidup dalam damai menikmati
kerendahatian tersebut, karena memang lakon dan
pengorbanan saya dipersembahkan untuk mempropagandakan
pendidkan yang sungguh indah itu. Seperti misalnya
saat berdebat dengan anda semua di maillist ini
sebagai pihak yang sendirian.


-Vincent Liong-
Jakarta, 4 Oktober 2005
   


Vincent Liong adalah mahasiswa fakultas Psikologi Atma
Jaya angkatan 2005 (NIM: 2005-70-108). Kepala & Mascot
Paguyuban Vincent Liong & ‘APMI’(Asosiasi Praktisi
Metafisika di Internet).  

Pembahasan lebih lanjut dilakukan di maillist: 

* JOIN Paguyuban Vincent Liong :
http://groups.yahoo.com/group/vincentliong/join

* JOIN Psikologi Transformatif :
http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/join


Vincent Liong juga menjadi moderator di maillist lain:

JOIN Radioliner :
http://groups.yahoo.com/group/radioliner/join
Radioliner membahas musik, film, drama, puisi,
psikologi, lifestyle dsb dengan bahasa santai tetapi
tetap mendalam.


::7x24 Hours Costumer Service Representative Vincent
Liong::
Mobile: (62)813-1679-5160 
Phone&Fax: (62)21-5482193,5348567,5348546
Address: Jl. Ametis IV blok:G no:22 Permata Hijau,
Jakarta Selatan 12210 -Indonesia 

:::::Sumbangan dana penelitian partisipasi private
Vincent Liong::::: 
Bank Central Asia (BCA) KCP-Permata Hijau
A/C: 1781179600
A/N: Liong Vincent Christian

====================================================

From: Budi Setiawan <[EMAIL PROTECTED]> 
Date: Tue Oct 4, 2005  6:12 pm 
Subject: Re: [psikologi_transformatif] PSIKOLOGI
POSITIF: SEBUAH KEGENITAN BARU?
http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/message/1932
atau
http://groups.yahoo.com/group/vincentliong/message/11566


++++++++++


at:
http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/message/1932

http://groups.yahoo.com/group/vincentliong/message/11566
Budi Setiawan <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

Salam damai
 
Diantara kami ada cerita yang berawal dari sebuah
pertanyaan, "apabila ada seorang yang membayangkan
dirinya sebagai Soeharto tetapi sama sekali tidak
merugikan dan mengganggu orang lain, apakah orang
tersebut harus di"sembuhkan"?
Jawaban tidak atas pertanyaan ini telah membuat
seorang guru besar kami marah besar. Pertanyaan
tersebut mungkin tepat bila diajukan terhadap
hal-ikhwal "kegenitan baru". bahwa orang ingin
mendalami suatu pilihan, atau bermain-main dengan
pilihan itu, atau sekedar iseng menyebutkan diri
sebagai genit merupakan pilihan masing-masing. orang
lain juga mempunyai pilihan untuk tidak mendengarkan,
tidak mempelajari atau pilihan yang lain. seperti
saya, yang enggan mempelajari EQ, ESQ, NLP dan yang
lainnya.
 
Kita, kaum psikologi atau bukan, seringkali berambisi
berperan sebagai tuhan. Tuhan yang harus campur tangan
melakukan penyelamatan terhadap umatnya. Memilih
melontarkan tuduhan daripada meminta penjelasan,
memvonis daripada menyadarkan.
 
at:
http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/message/1909

http://groups.yahoo.com/group/vincentliong/message/11531

Paragraf ke-dua, kalimat pertama.
Audifax wrote:

Kenapa saya katakan itu semua sebagai kegenitan?
Karena semua hal itu, dipelajari, digunakan, dan
dikembangkan secara parsial tanpa menyadari apa
landasan filosofis dari pemikiran-pemikiran itu.
 
Budi Setiawan <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

Ini merupakan pernyataan yang paling tajam, dan
menunjukkan bagaimana "tuhan" tengah memainkan
perannya.

at:
http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/message/1909

http://groups.yahoo.com/group/vincentliong/message/11531

Paragraf ke-dua, kalimat ke-tiga.
Audifax wrote:

Apa yang saya sadari setelah lulus dari psikologi
sekitar 5 tahun lalu, adalah semua pemikiran-pemikiran
yang diajarkan, tak pernah dibekali pemahaman akan
landasan filosofisnya. Ketika saya mulai mempelajari
landasan filosofis pemikiran-pemikiran itu, saya
sampai pada pemahaman bahwa tanpa memahami landasan
filosofis, psikologi tak lebih ibarat supermarket yang
menjual berbagai jajanan dan orang-orang yang mengaku
ilmuwan psikologi itu tak lebih hanyalah konsumen yang
memilih di antara jajaran jajanan itu.
 
Budi Setiawan <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

Saya setuju bahwa mempelajari sesuatu harus sampai ke
dasarnya. Tetapi terlalu naif apabila minimnya
penguasaan landasan filosofis hanya karena "tak pernah
dibekali pemahaman akan landasan filosofisnya". Segala
sesuatu terjadi tidak melalui hukum linear
sebab-akibat (yang sangat kantian sekali, sesuatu yang
ditolak oleh audifax). sesuatu hanya dapat terjadi
ketika ada interaksi, artinya bukan hanya karena dosen
yang tidak memberikan bekal tetapi juga mahasiswa
memilih untuk tidak mencari bekal itu, mungkin juga
karena orang tua yang tidak pernah titip pesan seperti
itu, atau mungkin karena kita lebih tertarik melihat
kepakan kupu-kupu di hutan brazil.
 
Bahwa dalam fisika berlaku hukum interaksi pun telah
mulai diakui. Atom hanya akan terbentuk ketika ada
interaksi antara elektron, proton dan kawan-kawannya.
Tanpa interaksi itu semuanya akan musnah. Pengalaman
saya sendiri sebagai dosen, tidak mudah memberikan
penyadaran kepada mahasiswa akan pentingnya landasan
filosofis suatu pemikiran. sayangnya, kita seringkali
melihat hanya dari sudut pandang kita. yang mahasiswa
menyalahkan dosen. yang dosen menyalahkan mahasiswa.
kuliah menjadi kegiatan yang menjemukan bagi kedua
belah pihak.
 
Bagaimana interaksi ini dapat menciptakan realitas
mungkin bisa dibaca di gergen atau ada juga di buku
turning point atau web of life.
 
Audifax wrote:

Penyakit Psikologi Indonesia
http://groups.yahoo.com/group/psikologi_transformatif/message/1909
http://groups.yahoo.com/group/vincentliong/message/11531

Note: Mengomentari sub judul ‘Penyakit Psikologi
Indonesia’

Budi Setiawan <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

Saya justru melihat penyakit psikologi indonesia (dan
juga bangsa ini) adalah selalu memandang sisi
lemah/negatif/kurang/buruk dari segala sesuatunya.
apabila kita perhatikan koran, televisi, pembicaraan
sehari-hari, atau bahkan yang dianggap mulia seperti
riset, maka kita akan bagaimana kelemahan/sisi
negatif/kekurangan/keburukan selalu diperbincangkan.
Seberapa banyak sih kita menyadari hal-hal
baik/positif/indah/lebih dari segala sesuatu selama
satu hari ini? sekali saja itu sudah merupakan hal
yang luar biasa.
 
Dalam kehidupan nyata (favoritnya vincentliong), saya
menemui banyak sekali
sisi/kebiasaan/perilaku/sikap/pemikiran positif yang
selalu tenggelam, atau ditenggelamkan.
 
soal korupsi dan kolusi misalnya. selalu tersiar kita
adalah bangsa terkorup, kota terkorup, kutukan
terhadap korupsi, dan hal-hal negatif lainnya. Apakah
semua itu menggambarkan realitas di dunia nyata? saya
tidak tahu di semua tempat, tetapi di beberapa tempat
yang saya tahu, beberapa orang muda telah mulai
berkiprah, bukan sok heroik dengan upaya berapi-api
memberantas korupsi (playing god), tetapi bertindak
baik, melakukan sesuatu untuk kehidupan yang lebih
baik. telah lahir cara pandang baru mengenai
pengertian hidup baik dan hidup terhormat, yang
berbeda dengan cara pandang lama.
 
Sayangnya, cara pandang kita yang negatif akan selalu
menafikkan fakta yang tidak sesuai dengan keyakinan
kita. sebagaimana juga dipsikologi yang selama
berabad-abad lebih menyukai bergelut dengan hal-hal
negatif dari manusia, bukannya potensi positif.
 
Audifax wrote:

sebenarnya appreciative inquiry juga menyiratkan
adanya landasan filosofis tertentu. Setidaknya saya
menangkap Kantianisme, Nietzche serta derivatnya
setidaknya mesti dipahami untuk menerapkan pendekatan
ini. Tapi memahami dua pemikiran itu, juga tak cukup
tanpa memahami keseluruhan dari akar-akar pemikiran
filosofis yang terkait dengannya.
 
Budi Setiawan <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

Pertanyaannya adalah apakah untuk memahami landasan
filosofis kita harus melalui jalan filsafat? Apakah
untuk mencapai kebijakan dan/atau kebajikan kita harus
melalui membaca pemikiran para filosof? ya mungkin itu
suatu jalan, tetapi tidak ada jaminan bahwa itu
menjadi satu-satunya jalan.
 
Makna hidup terkadang tidak ditemui pada orang-orang
pemikir (dalam hal ini saya sepakat dengan
vincentliong), pada orang-orang perlente, pada
orang-orang yang disebut sebagai intelektual. Makna
hidup tidak jarang kita temui pada bapak-bapak tua
yang mengangkut sampah kita setiap hari tanpa mengeluh
(kapan ya dia baca buku filsafat), yang membantu kita
hidup bersih (wah saya yang parlente ini tergantung
pada bapak tua itu lho). Terkadang pula pada ibu-ibu
yang pagi-pagi buta sudah harus banting tulang demi
keluarganya. dan orang-orang biasa lainnya. Bukankah
ada filosof yang justru menganjurkan untuk mempelajari
kedalaman dari kehidupan sehari-hari yang dangkal?
dari hal-hal keseharian, teman saya bilang banal,
hal-hal yang dianggap remeh.
 
pada akhirnya, semoga apapun itu, genit atau tidak,
dapat memberikan kita semua pelajaran menjadi lebih
arif dalam menjalani hidup ini.
 
 
Terima kasih masukannya
 
Damai di bumi

Send instant messages to your online friends http://au.messenger.yahoo.com 


------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Get fast access to your favorite Yahoo! Groups. Make Yahoo! your home page
http://us.click.yahoo.com/dpRU5A/wUILAA/yQLSAA/wf.olB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

posting : psikologi_net@yahoogroups.com
berhenti menerima email : [EMAIL PROTECTED]
ingin menerima email kembali : [EMAIL PROTECTED]
keluar dari milis : [EMAIL PROTECTED]
----------------------------------------
sharing artikel - kamus - web links-downloads, silakan bergabung di 
http://psikologi.net
---------------------------------------- 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/psikologi_net/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke