Halo,

Saya punya teman menjual barang kongsian kepada seorang penipu.

Tapi barangnya tidak dibayar.

Penipu tersebut menggunakan nama Yudi Kurniawan (mungkin bukan nama asli, maaf 
kalo ada yang namanya sama).

Ternyata sudah banyak orang yang menjadi korban. Mereka juga menjual barang 
dengan kongsian dan tidak dibayar.

Kerugian teman saya sekitar 35 juta. Teman dari teman saya juga rugi sekitar 30 
juta. 

Lalu kita dikirimi cek. Tapi cek itu ada tanggal mundurnya. Sudah gitu ceknya 
bukan atas nama dia.

Sesudah itu tilpon tidak dijawab kembali.

Ada yang memberi info kalo salah satu korbannya mengambil barang yang memang 
tidak dibayar. Eh, korbannya malah yang ditangkep polisi. Katanya mencuri. 
Padahal itu kan barang dia. Semua juga udah tau ini orang nipu nggak bakal 
bayar.

Saya dapat kabar dari korban lain kalo si Yudi Kurniawan ini ternyata memang 
sengaja menjual barang jauh dibawah harga pasar lalu emang nggak bayar. 

Jadi modus operandinya kemungkinan besar begini (bisa jadi nggak persis, tapi 
kira kira):

1. Bilang kalau barang sudah ada yang mau beli dengan harga lebih tinggi 
(padahal tidak).
2. Korban kirim bayar. Yudi baru cari calon pembeli yang mau beli dengan harga 
murah.
3. Lalu tentu saja korban tidak dibayar. Uang dipakai untuk bayar pengacara 
(atau siapalah) biar nggak dipenjara.

Lalu teman saya iseng. Kita minta orang lain untuk tilpon Yudi. Siapa tau si 
Yudi emang lagi bangkrut lalu nggak bisa bayar. Kan kasian kalo diteken terus? 
Eh malah ditawarin lagi bisnis dengan modus operandi yang sama. Cuman kali ini 
tentu saja kita udah tau dia bakal nipu.

Karena curiga ada yang tidak beres, teman saya pun pergi ke Bali untuk menagih 
hutang.

Teman saya habis 6 juta lagi buat pergi ke Bali mengusut masalah ini. Kita pake 
teman kita polisi preman. Di depan polisi preman itu dia ngaku kalo emang dia 
udah nggak bakal bayar sebelum order. Dia sengaja nggak jawab tilpon karena 
nggak mau bayar.

Tau tau si Yudinya malah kabur. Katanya mau minjem duit buat bayar. Begitu 
teman saya balik ke Jakarta, eh dia udah ada lagi di rumahnya.

Jadi waktu diadukan ke kantor polisi nggak pernah teman saya dan Yudi di satu 
ruangan bersama polisi.

Padahal kalo dia betul nggak nipu dan niat baik, kan dia bisa ngomong baik baik 
di depan polisi kenyapa dia nggak bayar utang dan itu bukan penipuan. Misalnya 
ada kecelakaan, dst.

Akhirnya karena nggak ada teman saya di kantor polisi, si Yudi bisa meyakinkan 
polisi kalo kasusnya bukan penipuan tapi sekedar utang nggak bisa bayar 
(perdata). Padahal, kalo orang udah ada yang mau beli barang dengan harga lebih 
tinggi, bisnis gimana bisa rugi coba, kecuali kalo ada penipuan atau kecelakaan 
yang tidak diduga sebelumnya.

Orang yang nulis cek nggak jelas. Katanya dia ditipu juga ama si Yudi. 

Temen saya niat baik tungguin nggak balik balik. Akhirnya kita deal ama polisi. 
Yang penting ini orang masuk penjara. Barang kita masih sisa ditempatnya Yudi. 
Ya sono deh barangnya kita bagi dua ama polisi. Tapi polisi bilang kalo ini 
barang belum bisa disita. Praduga nggak bersalah lah.

Begitu balik ke Jakarta si Yudinya udah ada lagi. Langsung di ciduk ama Kasad. 
Begitu sore statusnya jadi wajib lapor. Si Yudi itu bohong ama Kasad. Dia 
sengaja nggak mau dipertemukan dengan saksi korban di depan polisi. Tapi 
ngakunya cari duit. Padahal kita udah bilang tegas tidak mau damai kecuali 
semua dibayar lunas. Semua dibayar lunas pun kita nggak mau damai karena sudah 
rugi jutaan rupiah buat datang ke bali. Tapi kalo dibayar lunas ya kita nggak 
ada alasan lagi buat nuntut terus dong. Toh nggak mungkin ini.

Bahkan ada pengusaha terkenal di Bali rugi 300 juta. Kebetulan pengusaha itu 
punya koneksi ke polisi yang pangkatnya lebih tinggi lagi. Akhirnya si Yudi di 
adili dan dipenjara.

Nah ini yang aneh. Jaksa teman pengusaha yang dirugikan 300 juta itu mau 
menuntut Yudi dengan pasal kriminal penipuan berpola. Tapi polisi malah bilang 
"tidak ada korban lain"

Memang sebagian besar korban menerima sebagian dari uang mereka. Ini merubah 
status dari perdata ke pidana. Jadi bukannya nggak ada korban lain, tapi 
technically bukan pidana.

Tapi teman saya sudah menolak dengan tegas kesepakatan itu. Teman saya tidak 
mau damai kok. Paling tidak ada 1 kasus penipuan si Yudi ini yang seharusnya 
tetap pidana. 

Langsung saya bilang ke orang itu kalo korban lain banyak. Teman saya salah 
satunya. Polisi bilang sudah damai. Padahal BELUM dan TIDAK akan pernah.

Kita diberi tahu apabila kita mau menerima sebagian kecil saja dari pembayaran, 
kasusnya berubah jadi perdata. Jadi dia merugikan kita 35 juta, lalu kita 
ditawarkan terima 8 juta misalnya. Karena dendam kita tidak memilih untuk 
berdamai sedikitpun. Demi keadilan kita ingin sampah ini dipenjara selama 
mungkin.

Akhirnya Yudi dipenjara karena kasus yang 300 juta itu. Kasus kasus lain nggak 
effek semua.

Tau nggak berapa bulan? Cuman 1 setengah taon. Padahal dia pasti udah ngabisin 
duit orang 400 juta sampe 1 miliar. 

Tukang becak ngayuh becak bertaon taon nggak jadi 300 juta. Malah becaknya 
dirampas ama polisi dijadikan rumpon.

Cewek jalan malem malem di razia. Joki three in one ditangkepin. Seat belt 
diurusin. Tapi begitu orang nipu, polisi kok lamban banget ya?

Kalo ama tukang becak, pornography, wanita pemijat, yang mau sama mau, kok 
hukum bisa kejem banget? Kok begitu korbannya ada seperti kasus penipuan gini 
malah susah banget masukin orang kepenjara.

Coba kalo ada orang ke panti pijat. Apa itu orang mau lapor polisi kalo dia 
"korban" pemijatan plus plus? Tapi ini kasus penipuan, korbannya sampe terbang 
kebali kok nggak digubris?

Tapi ada kabar gembira. Saya barusan tilpon polisi. Polisi bilang kalo kasus 
temen saya bisa dibuka lagi. Katanya si Yudi akan dipenjara lebih lama kalo 
kasusnya pisah pisah. Bagus deh. Saya gembira sekali. Kita lihat saja nanti?

Memang susah disalain kalo polisi nggak mau nangkep maling. Saya punya temen 
polisi nembakin maling di kepala sampe puluhan. Bukannya dia jadi pahlawan 
nasional tapi malah dipenjara karena bunuh orang kebanyakan.

Meskipun teman saya sudah bisa menerima kehilangan uang 35 juta. Toh duit 
tinggal cari lagi. Kita tetap tidak bisa menerima orang jahat untung 35 juta 
karena kita.

Terus terang, saya berharap kalo sisa barang yang teman saya punya itu disita 
saja oleh polisi dan uangnya buat polisi yang memenjarakan Yudi. Saya lebih 
mending gitu dari pada uangnya dinikmati oleh orang yang menipu teman saya.

Pernah suatu waktu saya ke Bali. Saya lihat ada spanduk yang bilang kalo musuh 
masyarakat yang terbesar itu pelacur, narkoba, dan judi. Saya agak bingung. 
Soalnya taon sebelumnya Bali di bom. Kok terrorist nggak termasuk "musuh 
masyarakat" yang terbesar ya? Begitu saya pulang, eh Bali di Bom lagi. Abis 
mereka bukannya konsentrasi membantai terrorist malah nangkepin orang adu ayam. 
Daerah lain di Indo malah lebih gawat lagi.

Kalo negara kita sibuk ngurusin bisnis bisnis yang korbannya nggak ada, ya yang 
korbannya ada seperti terorist dan penipu gini jadi malah nggak dihukum. Ya 
tambah banyak deh kejadian.

Coba, suku bunga di Amerikan sekarang cuman .3% setaon. Kalo aja bangsa kita 
bisa dipercaya, pasti banyak dari uang tersebut sudah diinvestasikan di negara 
ini. Semua orang punya modal dagang, semua untung. Investor untung kita untung. 
Negara maju.

Tapi suku bunga di Indo tetap saja tinggi. Minjem duit buat modal susah. 
Kenyapa? Karena resiko penipuan tinggi. Kenyapa tinggi? Karena orang orang 
seperti Yudi nggak dipenjara. Itu kenyapa negara kita terus saja tertinggal 
dibanding Malaysia dan Singapore (yang melegalkan judi by the way).

Kirim email ke