Assalamu'alaikum wr. wb.
Dalam
peringatan Asyura di Irak kemarin, ada kelompok Islam yang sampai hati membunuh
secara massal saudaranya yang
syi'ah. Akan lebih bermanfaat kalau anda bahas
kenapahal itu bisaa terjadi daripada mengemukan pandangan fikih
anda
yang
maaf agak obsolete.
Salam
SBN
Asyura' Dalam Perspektif Islam, Syi'ah
A. Asyuro' dalam ajaran Islam
Ulama
Ahlussunnah sepakat bahwa pada hari 10 Muharram disyari'atkan untuk berpuasa.
Ibnu Abbas menceritakan : "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tiba
di Madinah, lalu beliau melihat orang-orang Yahudi berpuasa pada hari Asyura'
( tanggal 10 Muharram), maka beliau bertanya: "Hari apakah ini?" Mereka
menjawab: "Ini adalah hari yang baik. Ini adalah hari dimana Allah
menyelamatkan Bani Israil dari musuhnya, maka Musa shallallahu 'alaihi
wasallam berpuasa pada hari itu karena syukur kepada Allah. Dan kami berpuasa
pada hari itu untuk mengagungkannya." Nabi shallallahu 'alaihi wasallam
bersabda: "Aku lebih berhak atas Musa daripada kalian", maka Nabi berpuasa
Asyura' dan memerintah-kan puasanya." (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Harus Menyalahi Ahli Kitab
Para sahabat berkata
kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam : "Ya Rasulullah, sesung-guhnya
Asyura' itu hari yang diagungkan oleh orang Yahudi dan Nasrani", maka
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Tahun depan insya Allah
kita akan puasa (juga) pada hari yang kesembilan." (HR. Muslim (1134) dari
Ibnu Abbas).
Imam Ahmad meriwayatkan dari Ibnu Abbas dari jalur lain,
sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam : "Berpuasalah pada hari
Asyura' dan selisihilah orang-orang Yahudi itu, berpuasalah sehari sebelumnya
atau sehari sesudahnya." (Fathul Bari, 4/245). Imam Syafi'i juga meriwayatkan
hadits di atas, makanya beliau di dalam kitab Al-Um dan Al-Imla' menyatakan
kesun-nahan puasa tiga kali tanggal 8, 9 dan 10 Muharram. (Al-Ibda', Ali
Mahfudz hal. 149, Fathul Bari 4/246).
Keutamaan Asyura'
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ditanya tentang puasa
Asyura', maka beliau menjawab: "Ia menghapuskan dosa tahun yang lalu."
(HR. Muslim (1162), Ahmad 5/296, 297).
Karena itu, pantas jika Ibnu
Abbas menyatakan : "Saya tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu 'alaihi
wasallam berpuasa pada suatu hari karena ingin mengejar keutamaannya selain
hari ini (Asyura') dan tidak pada suatu bulan selain bulan ini (maksudnya:
Ramadhan)." (HR. Al-Bukhari (2006), Muslim (1132)).
Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam bersabda : "Puasa yang paling utama
setelah Ramadhan adalah bulan Allah yang bernama Muharram. (HR. Muslim,1163).
B. Bid'ah-bid'ah Asyura'
10 Muharram 61 H adalah hari
terbu-nuhnya Abu Abdillah Al-Husen bin Ali (ra) di padang Karbala. Karena
peristiwa berdarah ini, setan berhasil menciptakan dua kebid'ahan sekaligus.
Pertama : Bid'ah Syi'ah
Asyura' dijadikan oleh Syi'ah
sebagai hari berkabung, duka cita, dan menyiksa diri sebagai ungkapan dari
kesedihan dan penyesalan. Pada setiap Asyura', mereka memperingati kematian
Al-Husen dan melakukan perbuatan-perbuatan yang tercela seperti berkumpul,
menangis, meratapi Al-Husen secara histeris, membentuk kelompok-kelompok untuk
pawai berkeliling di jalan-jalan dan di pasar-pasar sambil memukuli badan
mereka dengan rantai besi, melukai kepala dengan pedang, mengikat tangan dan
lain sebagainya. (At-Tasyayyu' Wasy-Syi'ah, Ahmad Al-Kisrawiy Asy-Syi'iy, hal.
141, Tahqiq Dr. Nasyir Al-Qifari).
Kedua : Bid'ah Jahalatu
Ahlissunnah
Sebagai tandingan dari apa yang dilakukan oleh orang
Syi'ah di atas, orang Ahlussunnah yang jahil (Bodoh) menjadikan hari Asyura'
sebagai hari raya, pesta dan serba ria.
Menurut Ahmad Al-Kisrawi
Asy-Syi'iy: "Dua budaya (bid'ah) yang sangat kontras ini, menurut literatur
yang ada bermula pada jaman dinasti Buwaihi (321H - 447 H.) yang mana masa itu
terkenal dengan tajamnya pertentangan antara Ahlus-sunnah dan Syi'ah.
Orang-orang jahalatu (bodoh) Ahlussunnah menjadikan Asyura' sebagai hari raya
dan hari bahagia sementara orang-orang Syi'ah menjadikannya sebagai hari duka
cita, mereka berkumpul membacakan syair-syair haru kemudian menangis dan
menjerit." (At-Tasyayyu' Wasy-Syi'ah hal.142)
Sementara Syekh Ali
Mahfudz mengatakan bahwa di Kufah ada kelompok Syi'ah yang sampai ghuluw
(berlebihan) dalam mencintai Al-Husen (ra) yang dipelopori oleh Al-Mukhtar bin
Abi Ubaid Ats-Tsaqafi (tahun 67 H dibunuh oleh Mush'ab bin Az-Zubair) dan ada
kelompok Nashibah (yang anti Ali beserta keturunannya), yang diantaranya
adalah Al-Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi. Dan telah disebut di dalam hadits
shahih. "Sesungguhnya (akan muncul) di Tsaqif (kepala suku dari Hawazin)
seorang pendusta dan pembantai."
Pendusta tadi adalah Al-Mukhtar yang
memperselisihkan keimamahan Ibnul Hanafiyah, dan pembantai tadi adalah
Al-Hajjaj yang membenci Alawiyyin, maka yang Syi'ah tadi menciptakan bid'ah
duka cita sementara yang Nashibah menciptakan bid'ah bersuka ria. (Al-Ibda'
hal. 150)
Bid'ah-bid'ah tersebut berbentuk :
- Menambah belanja dapur.
Banyak riwayat yang mengatakan :"Barangsiapa
yang meluaskan (nafkah) kepada keluarganya pada hari Asyura', maka Allah
akan melapangkan (rizkinya) selama setahun itu." (HR. At-Thabraniy,
Al-Baihaqi dan Ibnu Abdil Barr). Asy-Syabaniy berkata: semua jalurnya lemah,
Al-Iraqi berkata : sebagian jalur dari Abu Hurairah dishahihkan oleh
Al-Hafidz Ibnu Nashir, jadi menurutnya ini hadits hasan, sedangkan Ibnul
Jauzi menulisnya di dalam kumpulan hadits palsu. (Tamyizuth-Thayyib minal
Khabits, no. 1472, Tanbihul Ghafilin, 1/367). Sementa-ra itu imam As-Suyuthi
dengan tegas mengatakan : "Telah diriwayatkan tentang keutamaan meluaskan
nafkah sebuah hadits dhaif, bisa jadi sebabnya adalah ghuluw di dalam
mengagungkan-nya, dari sebagian segi untuk menandingi orang-orang Rafidhah
(Syi'ah) karena syetan sangat berambisi untuk memalingkan manusia dari jalan
lurus. Ia tidak peduli ke arah mana -dari dua arah- mereka akan berpaling,
maka hendaklah para pelaku bid'ah menghin-dari bid'ah-bid'ah sama sekali."
(Al-Amru Bil Ittiba', hal.88-89) Imam Ahmad mengatakan ketika ditanya :
"Hadits ini tidak ada asalnya, ia tidak bersanad kecuali apa yang
diriwayatkan oleh Ibnu Uyainah dari Ibnul Muntasyir, sementara ia adalah
orang Kufah, ia meriwayatkan dari seorang yang tidak dikenal." (Al-Ibda',
Ali Mahfudz, 150)
- Memakai celak (sifat mata).
- Mandi.
Mereka meriwayatkan sebuah hadits: "Barangsiapa yang memakai
celak pada hari Asyura', maka ia tidak akan mengalami sakit mata pada tahun
itu. Dan barangsiapa mandi pada hari Asyura', ia tidak akan sakit selama
tahun itu." (Hadits ini palsu menurut As-Sakhawi, Mulla Ali Qari dan
Al-Hakim) (Al-Ibda', hal. 150-151)
- Mewarnai kuku.
- Bersalam-salaman. Imam As-Suyuthi mengatakan : " Semua perkara ini
(no.2-5) adalah bid'ah munkarah, dasarnya adalah hadits palsu atas nama
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ." ( Al-Amru bil Ittiba', hal.88)
- Mengusap-usap kepala anak yatim.
- Memberi makan seorang mukmin di malam Asyura'. Mereka tidak segan-segan
membuat hadits palsu dengan sanad dari Ibnu Abbas yang mirip dengan
haditsnya orang Syi'ah yang berbunyi:
"Barangsiapa berpuasa pada hari
Asyura' dari bulan Muharram, maka Allah memberinya (pahala) sepuluh ribu
malaikat, sepuluh ribu haji dan umrah dan sepuluh ribu orang mati syahid.
Dan barangsiapa memberi buka seorang mukmin pada malam Asyura', maka
seakan-akan seluruh umat Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam berbuka di
rumahnya sampai kenyang." (Hadits palsu dinyatakan oleh imam As-Suyuthi dan
Asy-Syaukani, no. 34, lihat Tanbihul Ghafilin, 1/366).
- Membaca do'a Asyura' seperti yang tercantum dalam kumpulan do'a dan
Majmu' Syarif yang berisi minta panjang umur, kehidupan yang baik dan
khusnul khotimah. Begitu pula keyakinan mereka bahwa siapa yang membaca do'a
Asyura' tidak akan meninggal pada tahun tersebut adalah bid'ah yang jahat.
(As-Sunan wal Mubtada'at, Muhammad Asy-Syuqairi, hal.134).
- Membaca "Hasbiyallah wani'mal wakil" pada air kembang untuk obat dari
berbagai penyakit adalah bid'ah.
- Shalat Asyura'. Haditsnya adalah palsu, seperti yang disebutkan oleh
As-Suyuthi di dalam Al-La'ali Al-Mashnu'ah (As-Sunan wal Mubtada'at,
134).
C. Asyuro dalam Tradisi dan Kultur Kejawen
Bulan Suro
banyak diwarnai oleh orang Jawa dengan berbagai mitos dan khurafat, antara
lain : Keyakinan bahwa bulan Suro adalah bulan keramat yang tidak boleh
dibuat main-main dan bersenang-senang seperti hajatan pernikahan dan lain-lain
yang ada hanya ritual.
Ternyata kalau kita renungkan dengan cermat apa
yang dilakukan oleh orang Jawa di dalam bulan Suro adalah merupakan akulturasi
Syi'ah dan animisme, dinamisme dan Arab jahiliyah. Dulu,orang Quraisy
jahiliyah pada setiap Asyura' selalu mengganti Kiswah Ka'bah (kain pembungkus
Ka'bah) (Fathul Bari, 4/246). Kini, orang Jawa mengganti kelambu makam Sunan
Kudus. Alangkah miripnya hari ini dan kemarin.
Di dalam Islam, Asyura'
tidak diisi dengan kesedihan dan penyiksaan diri (Syi'ah), tidak diisi dengan
pesta dan berhias diri (Jahalatu Ahlissunnah) dan tidak diisi dengan ritual di
tempat-tempat keramat atau yang dianggap suci untuk tolak bala' (Kejawen)
bahkan tidak diisi dengan berkumpul-kumpul. Namun yang ada hanyalah puasa
Asyura' dengan satu hari sebelumnya atau juga dengan sehari sesudahnya.
Waallahu-a'lam. (Abu Hamzah A. Hasan Bashori)
* * *
Jabir bin Abdullah radhiallahu anhu berkata:Jika kamu berpuasa, hendaknya
berpuasa pula pendengaranmu, penglihatanmu dan lisanmu dari dusta dan
dosa-dosa, tinggalkan menyakiti tetangga, dan hendaknya kamu senantiasa
bersikap tenang pada hari kamu berpuasa, jangan pula kamu jadikan hari
berbukamu sama dengan hari kamu berpuasa."
|