Assalamualaikum ww
 
Maaf, boleh nggak yaa kita curigai kalau2 ada keterkaitan usaha2 Gerakan Nasrani Internasional lewat Partai Demokrat Amerika misalnya untuk menyusup ke parpol peserta pemilu termasuk ke parpol berbasis Islam atau bahkan mungkin saja ke parpol Islam itu sendiri dalam usaha mereka untuk membendung kekuatan Islam menguasai peta politik Indonesia sesudah pemilu ini ?
 
wasalam
abp

[EMAIL PROTECTED] wrote:
Ambo forwardkan dari milis subalah, semoga berkenan
Salam
Fauzi Laparta 38

----- Original Message -----
From: Indra Abriansyah
To: Undisclosed-Recipient:;
Sent: Wednesday, April 07, 2004 12:22 PM
Subject: Memaknai Fenomena Partai Demokrat, Analisis Singkat dari Sisi
Fiqh Dakwah

Memaknai Fenomena Partai Demokrat, Analisis Singkat dari Sisi Fiqh Dakwah

Publikasi: 07/04/2004 11:53 WIB

eramuslim - Meski proses penghitungan suara masih terus berlangsung, namun
hasil sementara telah menunjukkan beberapa hal yang mengejutkan.
Menurunnya perolehan PG dan PDIP, serta menonjolnya laju perolehan PKS dan
PD, memancing orang untuk memunculkan beragam analisis. Analisis singkat
berikut, sengaja mengambil PD dan PKS sebagai temanya.

Jika PKS = Religius - Intelek, maka PD = Nasionalis - Intelek. Simak
pernyataan SBY tentan g hal ini: "... ditanya apakah pertemuan itu
dimaksudkan sebagai upaya Yudhoyono mencari dukungan dari kelompok Islam
Yudhoyono membantah. "Tidak pada tempatnya lagi dikotomi nasionalis dan
islamis. Saya seorang nasionalis, tetapi saya juga menjalankan Syariat
Islam dalam arti
menjalankan rukun Islam," ujarnya. (Kompas 07-04-04 hal 1)

Kalau dicermati, kita melihat fakta berikut ini: Kenaikan PD diikuti
penurunan PG dan PDIP. Kenaikan PKS diikuti penurunan PPP, PAN dan PBB.
Sebagian massa rasional PG dan PDIP diyakini mengalihkan suaranya ke PD.
Sebagian massa rasional PPP, PAN dan PBB diyakini mengalihkan suaranya ke
PKS.

Apa makna data-data di atas bagi dakwah Islam? Dari sisi psiko-fatalis,
kita mungkin bingung bahwa sebuah partai yang baru saja berdiri, dan tak
pernah kita dengar penyampaian programnya, serta belum terbukti mampu
bekerja merespon kebutuhuan masyarakat, ternyata mampu menyedot dukungan
yang setara dengan PKS y ang mungkin telah bekerja sangat keras dengan
program dan administrasi yang rapi selama 5 tahun terakhir ini.

Satu hal yang pasti adalah adanya faktor SBY di dalam PD. Meski demikian,
bagi aktifis dakwah, yang memang dididik untuk menciptakan kondisi well
established by system not by person, tetaplah menyisakan pertanyaan:
Sedemikian kuatkah faktor personal (SBY) tersebut menjadi penentu fenomena
ini? Bagi kita, yang terbiasa bekerja untuk menciptakan system rather than
figure, pertanyaan ini memang amat wajar.

Kerja dakwah yang kita lakukan dengan amat serius, mengajari kita untuk
selalu mampu keluar dari lingkaran masalah dengan membawa solusi.Saya
sendiri lebih suka berpendapat bahwa bukan saja faktor SBY yang membuat PD
sedemikian fenomemal, namun juga faktor persepsi bahwa PD mampu membawa
perubahan. Jika faktor SBY berperan efektif pada konstituen emosional dan
relatif kurang terdidik-kurang informasi (less-educated-less-informed),
maka faktor persepsi berperan pada konstituen rasional.

Ada sebuah "irisan"; sebuah titik temu jika kita melihatnya dari peluang
dakwah. Di atas telah dikemukakan pendapat tentang dua konstituen PD,
konstituen emosi dan konstituen rasional. (Lagi-lagi) saya lebih suka
melihat pada konstituen rasionalnya. Saya percaya bahwa mereka berasal
dari konstituen rasional Golkar dan PDIP yang kecewa, jenuh, bosan maupun
terpinggirkan oleh parpolnya sendiri. Sehingga mereka melirik PD yang
mereka persepsikan mampu membawa perubahan. Ada sebuah pertanyaan memang,
betulkah PD memiliki kemampuan menciptakan persepsi itu? Nampaknya iya.
Kampanye media yang singkat dan efektif, dengan menampilkan wajah
perkotaan dan pedesaan, petani, suasana nyaman dan stabil, dan ditutup
dengan pesan singkat dari figur ... "Insya Allah, rakyat aman dan
sejahtera" ternyata cukup mampu menghadirkan persepsi itu.

Pertanyaan lainn ya adalah, kenapa mereka lebih suka ke PD dan bukan PKS ?
Jawabannya adalah, tugas dakwah kita masih banyak berisi tentang agenda
"memanggil kembali orang-orang Islam ke dalam Islam". Next session mungkin,
jika kita telah membuktikan kemampuan membentuk dan menyelenggarakan
pemerintahan yang bersih dan adil bagi siapa saja, saya rasa tema dakwah
kita akan mampu ditangkap baik oleh siapapun, muslim maupun non muslim,
seperti ketika Islam memimpin madinah di era Rasulullah.

Namun, pertanyaan tadi juga harus direspon bahwa kita harus bekerja lebih
keras lagi setelah Pemilu ini, yakni secara lebih ekstensif. Menggarap
potensi objek dakwah konstituen rasional tadi. Di sisi lain, mungkin jika
tersedia cukup sumber daya, pola dakwah juga bisa dikembangkan untuk
create a good sytem run by a famous figure, sehingga mampu merespon market
konstituen-emosional tadi.

Hasil sementara pemilu ini memberi pelajaran banyak hal kepada kita:
tentan g mencuatnya ketidakpercayaan kepada yang besar (kasus turunnya PDIP
dan Golkar), potensi besar tapi kurang optimal membuktikan diri (PPP, PBB,
PAN) kerja keras yang membuahkan hasil (PKS dan PDS), dan kejatuhan durian
runtuh (PD). Insya Allah kita akan tetap dengan sunnatullah ini, bekerja
keras, menghimpun pahala dan meraih kemenangan. Allah tujuan kami, Jihad
jalan kami, Syahid cita kami tertinggi. Insya Allah.
Gufron Albayroni
DPD PK Sejahtera Mimika Papua
[EMAIL PROTECTED]


Do you Yahoo!?
Yahoo! Small Business $15K Web Design Giveaway - Enter today
____________________________________________________
Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: 
http://groups.or.id/mailman/options/rantau-net
____________________________________________________

Kirim email ke