http://ranah-minang.info/content.php?article.22

Harta / Pusako
oleh Gufron pada Sunday 22 February 2004

Sako artinya harta, yang ada sejak turun temurun dari garis keturunan ibu.
Tiang sako pada rumah adat adalah tiang yang terpenting di antara segala
tiang, dalam bahasa sehari-hari disebut Tonggak Tuo. Pusako sebagai harta
asli adalah lambang ikatan kaum yang bertalian darah dan supaya "tali jangan
putus, kait jangan sekah", maka ia menjadi harta persumpahan, sehingga
barang siapa yang melanggarnya maka "rambuiknyo ruruik, matonyo buto", dan
akan sengsara sampai pada keturunannya. Inilah yang disebut dengan kata
sumpah "Ka ateh indak bapucuak ka bawah indak baurek, ditangah-tangah
dilarik kumbang", artinya nenek moyang dari orang yang melanggar yang telah
lama meninggal tidak akan selamat di dalam kubur, dan keturunan yang akan
datang pun tidak akan selamat lahirnya, dan ia beserta keluarganya yang
hidup sekarang pun akan hidup segan matipun tak mau.

PUSAKO TINGGI

Adalah harta yang diwarisi secara turun-temurun dari beberapa generasi
menurut garis keturunan ibu. Pusako tinggi atau hutan tinggi sekarang
disebut juga dengan ulayat. Yang masuk hutan tinggi adalah hutan dan padang,
gunung dan bukit, danau dan tasik, rawa dan payau, lembah dan sungai.

Adanya harta pusaka tinggi berkaitan dengan sejarah lahirnya kampung dan
koto yang diikuti dengan membuka sawah ladang sebagai sumber kehidupan.

Harta pusaka tinggi dikatakan juga "Pusako Basalin" karena diturunkan dari
satu generasi ke generasi selanjutnya. Harta ini tidak boleh dibagi-bagi
menjadi harta milik masing-masing. Harta kaum ini dijaga oleh Tungganai
sebagai laki-laki tertua dalam kaum. Dengan peraturan seperti ini, harta
pusaka tinggi menjadi tetap dalam tiap-tiap kaum menurut aliran ibu.

PUSAKO RANDAH

Adalah harta yang didapat dari hasil usaha pekerjaan dan pencarian sendiri.
Pusaka rendah sama dengan hutan rendah yang maksudnya adalah sawah dan
ladang yang diperoleh karena:

Dipusakoi
artinya diterima dari nenek moyang turunan ibu turun-temuran.

Tambilang Ameh
diperoleh karena dibeli atau "dipagang".
Beli sebenarnya tidak ada dalam adat, yang ada hanya "sando". Adat melarang
menjual harta, untuk menjaga supaya anak dan kemenakan jangan sampai
terlantar dikemudian hari.

Tambilang Basi
diperoleh atas usaha sendiri, seperti manaruko (menggarap tanah mati).

Hibah
artinya pemberian. Hibah biasanya terjadi antara bapak dengan anak. Petitih
mengatakan "Mati bapak bakalang anak".

HARATO PANCARIAN

Adalah sekalian harta pencarian suami istri yang diperolehnya selama
perkawinan, baik atas usaha sendiri maupun atas pemberian orang lain.
Harta pencarian yang diperoleh dengan membeli atau dalam istilahnya
"tambilang ameh" berupa sawah, ladang, kebun dan lain-lain, bila terjadi
perceraian maka harta pencarian itu dibagi dua.

Harta pencarian yang letaknya di rantau, hukumnya menurut "dima bumi
dipijak, sinan langik dijunjuang", artinya hukum yang dipakai adalah yang
berlaku di tempat harta tersebut berada.

Harta pencarian dapat dibagi dua, yaitu: Harta pencarian yang bersumber dari
harta pusaka seperti menggarap harta pusaka dalam bentuk "genggam beruntuk"
atau "manaruko tanah ulayat kaum".
Harta pencarian yang tidak bersumber dari harta pusaka seperti yang
diperoleh dengan menjual jasa atau modal usaha dari hasil penjualan jasa
itu.

HARATO SUARANG

adalah harta yang dimiliki oleh seseorang baik oleh suami maupun oleh istri
sebelum terjadinya perkawinan.
Setelah terjadinya perkawinan, status harta ini masih milik masing-masing.
Jadi harta suarang ini merupakan harta pembawaan dari suami dan isteri.
Karena harta ini milik pribadi, maka harta itu dapat diberikannya pada orang
lain tanpa terikat pada suami atau isterinya.

Dalam pepatah adat terungkap "suarang dibagi, pusako dibalah". Maksudnya
sebagai harta bersama, masing-masing mempunyai hak dan bagian dan sebagai
pusaka ia dibagi menurut warisan masing-masing. Artinya, bila perkawinan
mereka bubar, harta itu dibagi dua.

Ketentuan pembagiannya adalah sebagai berikut:

Bila suami isteri bercerai, harta suarang dibagi dua antara mereka yang
berusaha.

Bila perkawinan itu bubar karena suami meninggal dunia, harta itu dibagi dua
antara isteri dan ahli waris suaminya, yang dalam hal ini kemenakannya.

Bila yang meninggal isteri, harta itu dibagi dua antara suami dengan ahli
waris isterinya, dalam hal ini anaknya.

Bila keduanya meninggal serempak, bagian suami diwariskan kepada
kemenakannya dan bagian isteri diwariskan kepada anaknya.

HARATO PUSAKO / HARATO SARIKAIK

Harta Pusaka atau harta serikat adalah harta asal yang diwarisi menjadi
harta kaum bagi yang berhak memiliki.

Dalam tiap-tiap suku disuruh mengadakan harta serikat untuk menjadi harta
persediaan dalam kaum bagi orang yang satu kaum tersebut. Hasil harta
serikat dipegang oleh adat, yaitu perempuan tertua dalam tiap kaum serta
dijaga oleh seorang mamak lelaki tertua dalam kaum tersebut. Dialah yang
berwenang membagi-bagikan tugas dalam mengusahakan harta serikat kaum kepada
kemenakannya yang satu kaum itu.

Harta sekali-kali tidak boleh dijual atau digadaikan. Apalagi dihilangkan
atau dilenyapkan oleh siapa saja yang menjadi anggota dalam kaum. Jika
hendak menjual atau menggadaikan, wajib atas mufakat semua laki-laki dan
perempuan dewasa yang menjadi anggota kaum.

Walaupun begitu, masih belum boleh dijual atau digadaikan, kalau tidak
disebabkan hutang adat yang empat perkara:

Maik tabujua di tangah rumah
artinya mayat orang yang menjadi anggota kaum itu tidak akan dapat
dikebumikan sebab kekurangan uang untuk keperluan menguburkan atau acara
kematiannya.

Gadih gadang indak basuami
artinya gadis yang telah dewasa dan wajar untuk bersuami, namun tidak dapat
dikawinkan karena kekurangan biaya untuk keperluan acara pesta
perkawinannya.

Rumah gadang katirisan
artinya untuk memperbaiki atau mengganti rumah tempat tinggal bagi perempuan
dan anak-anak.

Batagak panghulu
artinya untuk biaya peresmian gelar panghulu dalam kaum yang memiliki harta
tersebut.

Kalau tidak karena salah satu sebab yang disebutkan di atas, harta kaum
tidak boleh dijual atau digadaikan. Harta pusaka amat besar faedahnya bagi
keselamatan nagari dan isi nagari, karena:

Pertama
Untuk menjaga keselamatan hidup anggota kaum, supaya jangan terlantar
hidupnya apabila di antara mereka tidak dapat atau tidak sanggup lagi
berusaha untuk mencari kehidupan.

Kedua
Untuk menjaga keselamatan hidup anggota kaum yang lemah dengan anak-anaknya
yang masih kecil, yang belum pandai berusaha mencari penghidupan sendiri.

Ketiga
Untuk menjaga keselamatan umum dalam korong kampung, suku dan nagari, supaya
jangan banyak orang jahat seperti pencuri, maling, perampok dan penyamun
atau perempuan yang berbuat tindakan asusila untuk memperoleh makan.

Harta pusaka yang diterima jadi jaminan, turun-temurun menurut aliran darah
dan suku ibu sampai ke jurai-jurainya, walapun sampai berapapun jauhnya
namun tali darah dan tali adat tidak terputus. Harta pusaka yang diterima
dari nenek moyang yang "mancacang malateh" nagari di masa dahulu diturunkan
dalam garis ibu, sedang laki-laki dalam kaum diwajibkan untuk berusaha
menambah, setidak-tidaknya menjaga, supaya harta itu jangan habis atau
berkurang.



____________________________________________________
Berhenti/mengganti konfigurasi keanggotaan anda, silahkan ke: 
http://groups.or.id/mailman/options/rantau-net
____________________________________________________

Kirim email ke