Padang-RoL-- Sosiolog dari Sumbar, Dr Moechtar Naim
menyebutkan, kasus-kasus pemurtadan di Sumbar saat ini merupakan bagian dari
konflik global antara pihak Barat (nonmuslim) dengan pihak Timur (muslim)
usai berakhirnya perang dingin antara bekas negara Uni Sovyet dan sekutunya
dengan Amerika bersama sekutunya.
Kasus pemurtadan (pindah agama) di Sumbar tidak berdiri sendiri tapi
bagian dari konflik global di dunia antara barat dan timur, ujar Moechtar
yang juga anggota MPR-RI asal Sumbar itu di Padang, Selasa.
Konflik dua "kutub" dengan latar belakang dan kepentingan berbeda ini
merupakan bagian dari dikotomi kehidupan manusia sejak ratusan tahun lalu,
tambahnya.
Menurut dia, fakta konflik Timur dan Barat di sisi ajaran agama ini telah
ditemukan sejak ratusan lalu hingga saat ini. Sebagai contoh di wilayah Asia
Tenggara seperti konflik di Mindano Filipina yang berawal tersingkirnya kaum
muslim dari Manila ke wilayah selatan Filipina.
Padahal tambahnya, ibukota Manila didirikan raja muslim Kerajaan Melayu
di daerah itu yang kebetulan punya garis keturunan dari Minangkabau
(Sumbar). Namun proses sejarah yang diwarnai permurtadan kaum muslim
besar-besaran di negara itu menyebabkan sejarah kejayaan Islam di daerah itu
lenyap.
Kasus serupa juga terjadi pada kaum muslim melayu di Singapura yang
akhirnya tersingkir karena proses pemurtadan sehingga saat ini negara itu
mayoritas dikuasai keturunan Cina nonmuslim.
Moechtar menyebutkan, di Indonesia kasus serupa juga terjadi ditandai
dengan terus berkurangnya jumlah kaum muslim di negara berpenduduk sekitar
210 juta jiwa ini.
Menurut dia, pada tahun 70-an jumlah kaum nonmuslim Indonesia hanya 4,5
persen dari total penduduk, tapi saat ini mencapai 20 persen dan pertengahan
abad ke-21 diperkirakan menjadi 50 persen.
Kenyataan ini menunjukkan, proses permurtadan tengah gencar terjadi di
Indonesia saat ini melalui berbagai cara, terutama terjadi melalui bidang
pendidikan, pengobatan rumah sakit, kegiatan sosial dan keberadaan panti
asuhan, tambahnya.
Ia mengatakan, Sumatera Barat ternyata menjadi salah satu daerah garis
depan pemurtadan di Indonesia yang faktanya nampak di lapangan. "Saat ini
Sumbar telah dikelilingi aksi permurtadan terhadap kaum muslim,"
tegasnya.
Faktanya, ujar Moechtar, seperti di Kabupaten Pasaman pada tahun 70-an
tidak ditemui tempat ibadah nonmuslim, tapi saat ini jumlahnya telah
mencapai puluhan dan sudah banyak kaum muslim didaerah itu yang murtad
(pindah agama).
Demikian pula di daerah Sitiung, Sawahlunto Sijunjung, meskipun tidak
terlalu berhasil namun juga ada orang Minang yang murtad. Kurang berhasilnya
proses ini di Sitiung karena mayoritas kaum pendatang di daerah itu berasal
dari Jawa Timur yang punya basis Islam kuat, katanya.
Daerah Sumbar yang mulai dikuasai nonmuslim adalah Lunang Silaut dan
Kepulauan Mentawai, tambah Moechtar.
Kasus menghebohkan juga terjadi seperti di Tilatang Kamang, Kabupaten
Agam dengan ditemukannya 200 Al Qur'an yang pada bagian dalam kulit
sampulnya terdapat tulisan ajaran agama nonmuslim.
Masalah ini berlanjut dengan ditemukannya keganjilan penulisan sejumlah
ayat yang ditemukan dari sampel 200 Al Qur'an yang telah disita aparat
kepolisian ini.
Menurut Moechtar Naim, proses pemurtadan tidak saja terjadi pada orang
Minang di Sumbar, tetapi juga di perantauan dengan berdirinya tempat ibadah
nonmuslim berarsitektur "bagonjong" yang merupakan ciri khas rumah "adat
gadang" (rumah adat Minangkabau) di Jakarta.
Selain itu, tambahnya, juga telah ada orang Minang yang menjadi tokoh
agama nonmuslim di Jakarta.
Misi FAKTA
Ia menyatakan, kondisi ini tidak bisa
dibiarkan karena bukan tidak mungkin target pemurtadan mencapai 50 persen
terhadap kaum muslim Indonesia pada pertengah abad ke-21 akan menjadi
kenyataan.
Sehubungan kekhawatiran itu, di Sumbar sejak 11 Juni 2004 telah didirikan
FAKTA (Forum Aksi Bersama Anti Pemutadan) Sumbar dimana Moechtar Naim
merupakan salah seorang pendirinya.
Moechtar menyatakan, FAKTA bukan bentuk kebencian terhadap kaum nonmuslim
atau anti agama lain, tetapi keberadaannya untuk melindungi kaum muslim
terhadap aksi pemurtadan yang melanggar hukum.
"FAKTA tidak antikaum nonmuslim tapi akan berjihad jika terjadi
pemurtadan yang dilakukan dengan cara melanggar hukum," tegasnya.
FAKTA telah menyusun kekuatan secara legal tanpa melanggar hukum dan
mempertahankan hak sesuai hukum yang belaku. Forum ini menginginkan Sumbar
aman dan bersahabat serta rukun dengan sesama umat beragama, tambahnya.
FAKTA yang diketuai H Maat Acin dan Penasehat Dasrlu Lamsudin itu,
merupakan forum bersama dari sejumlah lembaga seperti Pusat Penelitian Islam
Minangkabau (PPIM), LSM Paga Nagari, Pemuda Muslim dan ormas Islam
lainnya.
Ketua FAKTA, Maat Acin mengatakan, misi forum ini adalah membebaskan
Sumbar dari pemurtadan yang melanggar hukum.
Untuk itu, FAKTA telah menyusun program dan kekuatan antara lain,
menggelar diskusi dengan pihak terkait sekali sebulan, advokasi terhadap
korban permurtadan dengan cara melanggar hukum, investigasi kasus
permurtadan dan melakukan aksi massa untuk menekan kasus pemurtadan.
Ant/fif