Saya kirimkan artikel ringan versi bahasa Indonesia yang merupakan terjemahan dari bahasa Inggris yang muncul dalam Kayupasak Newsletter. Newsletter ini dikirimkan kepada pemberi beasiswa yang bermukim di Jepang, Amerika, dan Eropa.
Salam, e -------------------------------------------------- Hati Seorang Nenek Sebagai seorang ahli menjahit yang terpandang di kampung dan sekitarnya, sering uci (begitu aku dan orang dusun memanggil nenekku) menjelangi suatu tempat ke tempat lain untuk mengajar. Ilmu yang ditularkan kepada para muridnya mulai dari jahit-menjahit yang sederhana menggunakan penjahit biasa sampai menyulam yang menggunakan tangan atau mesin jahit. Mengingat harga mesin jahit yang sangat mahal bagi orang dusun, kalau tidak salah hanya uci satu-satunya yang mampu beroleh mesin jahit sehingga banyak orang yang datang bertandang ke rumah untuk minta tolong menambalkan pakaian yang robek, menjahitkan pakaian di samping belajar. Orang-orang yang datang minta tolong ini biasanya tidak memberikan uang kepada uci melainkan menyatakan terima kasih dengan menyerahkan barang berupa beras, sayur, atau bahan makanan lainnya. Pemberian ini sedikit banyaknya membantu perekonomian kami yang bisa dikatakan pas-pasan sesudah kakek meninggal dan ibuku melanjutkan pendidikan ke kota Padang yang jauh. Diperlukan waktu 2 hari untuk mencapai kota ini yang mencakup sehari jalan kaki dari dusunku menuju kota kecil dan dilanjutkan dengan naik bis ke kota Bukittinggi lantas ganti bis lagi menuju kota Padang. Ibuku yang semasa kecil hidup dimanja kedua orang tuanya dan hidup bahagia pada awal perkawinannya tiba-tiba berubah sifat yang mencengangkan banyak orang sehabis diceraikan ayahku. Dia menjadi keras terhadap dirinya sendiri, membuang entri "manja" dari kamus hidupnya, dan memutuskan melanjutkan pelajaran ke kota demi masa depan kedua anaknya. Uci berjuang sendirian mencari nafkah untuk kehidupan kami berdua dan untuk kehidupan ibuku di kota. Dengan berangkatnya ibu melanjutkan sekolah ke kota, jadilah aku diasuh di bawah payung kasih sayang nenek. Perceraian tersebut memisahkan aku dengan kakakku yang dibawa oleh uci dari pihak ayah ke dusunnya yang jauh dari dusun kami. Ayahku merupakan anak satu-satunya dalam keluarga yang terkaya di dusun itu. Dengan demikian, aku dan kakakku dibesarkan dalam perbedaan keadaan yang amat ekstrim. Waktu aku lahir, ayahku yang sedang tenggelam dalam asmara dengan perempuan lain tidak mempedulikan sama sekali akan kedatanganku ke dunia ini dan tidak peduli akan pertumbuhanku yang tinggal bersama uci. Tentulah tingkah lakunya tersebut banyak memberi beban mental bagi nenek dan ibuku. Tetapi, seingatku tidak ada sekalipun uci mengutarakan perangai buruk ayahku dan sebaliknya mengalihkan perhatianku kepada hal yang lain sembari mencurahkan perhatian yang besar cucunya yang tidak berayah ini. Setentangan dengan tidak menjelek-jelekkan orang lain merupakan suatu kebajikan indah uci yang terutama saya sadari setelah menginjak dewasa. Kalau hendak membicarakan keburukan seseorang, yang paling baik adalah berbicara di depan orang yang bersangkutan dan tidak di belakangnya. Dengan demikian, kebenaran apa yang disampaikan tersebut dapat dipertanggungjawabkan. Dengan sendirinya pula, ada kecenderungan bagiku menjauhi orang yang berkesukaan menjelek-jelekkan orang lain karena besar kemungkinan orang tersebut juga menjelek-jelekkanku di belakangku. Dikarenakan selalu tidak jauh dari ketiak uci, orang-orang memanggilku sebagai "anak uci". Pergaulanku dengan teman-teman seusia di masa kanak-kanak agak terbatas juga. Kebahagiaan yang kuperdapat bersama uci melebihi kesenangan yang kuperoleh tatkala bermain dengan teman-teman yang lain. Mendekati masa masuk Sekolah Rakyat, agak berkurang juga waktu bersama nenek dengan meningkatnya waktu bermain dengan teman-teman seusia. Bermain sambil sekali-sekali bertengkar dengan teman memang membantu perkembangan jiwa ragaku menghadapi masa depan yang penuh tantangan dan ketidakpastian. Pertentangan dan kadangkala berkelahi dengan teman sering melahirkan rasa tidak tenteram tetapi berada dekat uci selalu memberikan rasa aman dan tenteram padaku. Hampir tidak pernah aku ditinggalkan sendirian di rumah. Selalu uci bawa aku meski harus memapahku berjalan kaki berjam-jam lamanya menapaki jalan yang berbatu atau menelusuri jalan setapak masuk keluar hutan. Bersebab tidak beralas kaki, jadinya kaki kami relatif lebih besar dan tebal dibandingkan dengan orang kota yang selalu bersandal atau bersepatu setiap hari. Jelas, kaki yang besar dan tebal ini merupakan hasil adaptasi terhadap lingkungan sehingga batu-batu tajam yang berserakan di sepanjang jalan jerih menembus telapak kaki kami. Ada kebiasaan uci yang selalu berkomat-kamit sejenak sebelum meninggalkan rumah menuju tempat yang jauh. Ini semacam doa agar selamat dalam perjalanan yang diucapkan dalam bahasa yang mirip bahasa Minang tetapi artinya hampir tidak satu pun yang bisa kupahami, juga sampai hari ini. Keyakinan beliau yang sangat kuat akan kemanjuran doa tersebut membuat beliau tidak gentar harus keluar masuk rimba yang banyak dihuni binatang buas tersebut seperti ular, babi hutan, gajah, harimau, beruang, dan sebagainya. Sebagai anak kecil, ada perasaan takut bagiku berada dalam rimba itu. Pohon-pohon tinggi berdaun lebat yang menghalangi sinar matahari menyentuh jalan setapak membuat suasana dalam rimba itu agak gelap dan dingin. Tetapi, keyakinan akan doa uci yang manjur sedikit-banyaknya menyelimuti diriku dan menepiskan perasaan takut tersebut. Bagaimanapun juga belum pernah kami mendapat gangguan dari para binatang tersebut manakala mencecahkan kaki ke dalam wilayah kerajaannya. Di sepanjang jalan di lembah maupun di bukit yang hijau banyak terdapat tumbuh-tumbuhan liar yang berbuah manis. Uci begitu sabarnya menungguku memetiki buah-buah manis itu yang kadangkala membantuku menjengkau buah yang agak tinggi letaknya. Ada juga uci mencicipi buah yang sama tetapi biasanya yang paling besar atau paling enak diserahkannya kepadaku. Menyentuh air sungai gunung yang sejuk segar selalu memberikan ketenangan bagiku dan ingin berlama-lama di sana. Sekarang pun senang sekali aku memandangi beningnya air berjam-jam. Begitu pun memandangi hamparan hutan rimba yang hijau diselingi huma di kejauhan dari ketinggian berteman kicauan burung merupakan sorga yang tidak mungkin bisa ditemukan dalam mimpi sekali pun. Masuk kelas 1 Sekolah Rakyat menyebabkan waktu bersama uci berkurang bersebab aku harus memamah bangku sekolah sampai sekitar pukul 10.30. Sementara itu, uci bekerja di sawah ladang sendirian. Kecuali untuk membajak sawah yang diupahkan kepada orang lain yang memiliki kerbau, kebanyakan penyiangan padi dan mengusir burung yang hendak makan padi dilakukan oleh nenekku sendiri sehingga beliau mesti bekerja dari masa kedipan bintang mulai meredup hingga matahari memerahi cakrawala sore. Seusai pelajaran yang tidak menarik tersebut aku langsung pergi menemui uci di sawah dan menyantap makan siang bersama-sama. Bisa dikatakan makan pagi, siang, dan malam itu ke itu saja yang berupa nasi, sambalado, pucuak paranci, dan kadang-kadang ditambah lauak tukai. Mengingat masih banyak orang lain yang kekurangan makanan, makanan tersebut tidak pernah membosankan dan merasa bahagia sekali menikmatinya setiap hari. Sesudah ibuku menyelesaikan kuliahnya dan beroleh pekerjaan sebagai guru SD di kota, aku dipindahkan ke sana. Nenekku tetap berada di dusun dan kadang-kadang datang ke kota atau sebaliknya kamilah yang mengunjungi beliau di dusun. Beberapa tahun berselang nenekku meninggal dunia di dusun dan itu merupakan pukulan yang sangat berat bagiku. Keberadaan uci bagai ibu dalam hidupku dan kepergiannya merupakan kehilangan besar bagiku. Akhir tahun 1990 seorang muridku yang dibesarkan dalam lingkungan biara di Pulau Kyushu (bapaknya seorang biksu yang memiliki biara tersebut) dan memiliki kekuatan supernatural pernah menyatakan bahwa dia bisa melihat seorang perempuan tua yang selalu mengiringi langkahku. Kendati tidak bisa dia memerinci lebih lanjut siapa perempuan tua tersebut, saya beranggapan dia adalah nenek yang selalu mau mengawasi cucunya yang tercinta ini. Saya mempercayai adanya alam gaib yang berdimensi beda dengan alam fana ini yang didiami oleh para roh yang termasuk Uci. Uci tidak begitu sering tetapi murah tersenyum dalam wibawa yang tinggi. Bicaranya tenang tetapi jelas tegas. Agaknya dia memikirkan betul-betul apa yang hendak dikatakan dan bukannya mengatakan apa yang terpikirkan sehingga dapat mempertanggungkan tiap apa-apa yang keluar dari mulutnya. Bisa dikatakan tidak pernah uci marah tetapi orang-orang segan dan hormat kepadanya. Uci sudah pergi meninggalkan kasih berlimpah yang tidak sempat kubalas. Tetapi, kenangan padanya tidak akan pernah memudar digerogoti masa. e RantauNet http://www.rantaunet.com Isikan data keanggotaan anda di http://www.rantaunet.com/register.php3 =============================================== Mendaftar atau berhenti menerima RantauNet Mailing List di: http://www.rantaunet.com/subscribe.php3 ATAU Kirimkan email Ke/To: [EMAIL PROTECTED] Isi email/Messages, ketik pada baris/kolom pertama: -mendaftar--> subscribe rantau-net [email_anda] -berhenti----> unsubscribe rantau-net [email_anda] Keterangan: [email_anda] = isikan alamat email anda tanpa tanda kurung ===============================================