Menuju Utara (2)

Saban kali mulai kereta beranjak, ada rekaman suara gadis yang 
memberitahukan nama stasiun pemberhentian berikutnya dan begitu pula 
manakala kereta hampir mencapai stasiun tersebut. Hal yang sama juga 
ditemukan dalam bis yang akan menepi pada stopan berikutnya. Dengan 
begitu, penumpang tidak usah bertanya-tanya lagi apakah dia perlu 
bersiap-siap turun atau tidak.

"Mamonaku Fukushima desu. ...", tutur suara gadis dari rekaman sama yang 
ingatkanku agar bersiap-siap turun kereta di stasiun penghabisan sesudah 
menghabiskan kehidupan selama 25 menit dalam kereta.

Semula mau terus ke Sendai dengan kereta biasa yang tidak pernah macet 
dalam pelariannya. Mengingat kereta akan berhenti di beberapa stasiun, 
naik bis antarkota yang makan waktu 70 menit lewat jalan tol lebih nyaman 
dirasa. Juga naik kereta biasa tersebut akan makan waktu sekitar 90 
menit. Naik kereta super ekspres, shinkansen, yang kencang berlari hanya 
akan mengerkah waktu sekitar 30 menit, tetapi juga akan mengerkah 
uncang-uncang saya. Bersebab hidup saya selalu dalam kehematan ditambah 
dengan ketidakterburu-buruan, menunggangi shinkansen bukanlah suatu 
keharusan.

Sisa waktu beberapa menit sebelum bus berangkat aku manfaatkan untuk 
membeli sake yang akan dioleh-olehkan kepada bapak mertua di Asahikawa. 
Kedoyanan laki-laki Jepang menenggak sake sampai teler menjadikan 
industri sake selalu naik daun dan pengetahuan umum begini kumanfaatkan 
dengan pintar untuk menyenangkan hati mertua yang berdiam di pulau 
terutara Jepang tersebut. Sebotol sake seharga 4.300 yen berpindah tangan 
dari pramuniaga toko minuman keras ke dalam tas besarku dan segera 
hengkang aku menuju halte bus.

Benakku memerintahkan glandula keringat agar tidak mengeluarkan keringat 
lagi sehabis aku memasuki bus yang sejuk dan menghenyakkan pantat di 
tempat duduk yang empuk. Ambil minuman dingin dari dalam tas dan serahkan 
kepada bini yang mendekatkannya ke mulut mungilnya dan menikmatinya 
anggun beberapa cicip sebelum laki-laki Minang ini mencorohkannya ke 
dalam mulutnya yang besar dan bau. 

Sebetulnya jalan tol ditapaki bus hanya sekitar 40 menit saja. Tetapi, 
sebelum dan sesudah keluar jalan tol, jalan biasa dalam kota yang banyak 
bermobil ditambah lagi dengan lampu trafik yang tidak bosan menyalakan 
lampu merah, menyebabkan jarum jam berdetik selama 70 menit sebelum sopir 
meminggirkan busnya  di perhentian terakhir yang tidak begitu jauh dari 
Stasiun Sendai.

(bersambung)

e

RantauNet http://www.rantaunet.com
Isikan data keanggotaan anda di http://www.rantaunet.com/register.php3
===============================================
Tanpa mengembalikan KETERANGAN PENDAFTAR ketika subscribe,
anda tidak dapat posting ke Palanta RantauNet ini.

Mendaftar atau berhenti menerima RantauNet Mailing List di: 
http://www.rantaunet.com/subscribe.php3
===============================================

Kirim email ke