Assalamualaikum ww
 
Kok iyo batua analisis seperti dibawah ini, alun tamakan dek urang awak lai doh, iko lah konspirasi tingkek tinggi, alun konsumsi awak lai doh, kelas kito paliang bisa jadi penonton yang baik saja
 
abp 
-----Original Message-----
From: Hendy Rustam [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Saturday, August 09, 2003 9:47 AM
To: Minang
Subject: [RantauNet.Com] FW:

 
-----Original Message-----
From: Meirini Sri Wahyuni [mailto:[EMAIL PROTECTED]
Sent: Saturday, August 09, 2003 9:00 PM
To: Yan Andromeda; Yoga Amaliasari; Riska Febiandari; Oyonk; Nasrulloh; Irman; Hendy Rustam; Firman Marsuditomo; Arya
Subject:

Analisa Pekanan: Bom Marriott, Antara JI dan Mossad

eramuslim - Polisi dan aparat keamanan RI kembali kecolongan, ketika bom berkekuatan tinggi menghancurkan sebagian besar restoran Hotel JW Marriot pada hari Selasa (5/8/2003). Korban tewas sementara akibat ledakan itu, tercatat 14 orang dan 147 orang lainnya luka parah dan ringan. Dalam wawancara dengan BBC edisi Indonesia pada malam Rabu, mantan Sekjen Dephutbun Suripto yang pernah malang melintang di dunia intelijen mengatakan, pelaku aksi teror bom di hotel JW Marriot ada beberapa kemungkinan. Pertama, Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang terdesak; kedua, desertir TNI yang tidak puas; ketiga, anasir teroris professional internasional (well-organized), dan keempat, teroris amatiran lokal.

Kemungkinan Pelaku

Pertama, Gerakan Aceh Merdeka. Operasi keamanan yang digelar hampir tiga bulan lalu diakui cukup mempersempit ruang gerak anggota GAM yang selama ini leluasa menguasai hampir 30% wilayah pedesaan di Aceh. Pasukan GAM yang terbunuh lebih dari 400 orang dan ratusan lainnya ditahan. Dalam keterdesakan tidak tertutup kemungkinan GAM nekad melakukan aksi terorisme di berbagai wilayah Indonesia. Tujuannya untuk memecah konsentrasi operasi keamanan di Aceh dan mendestabilkan kondisi ekonomi serta politik.

Namun karena yang menjadi korban kali ini merupakan tempat 'kongkow-nya' orang asing dan staf kedutaan besar negara-negara sahabat, maka aksi terorisme GAM tersebut menjadi kecil. Karena bila terbukti bahwa GAM yang melakukan, paling tidak gerakan yang sekarang terdesak yang mengandalkan dukungan dan bantuan dari negara-negara Eropa dan Amerika akan berbalik mengisolasi serta mendukung operasi keamanan secara penuh. Artinya aksi tersebut hanya akan menjadi boomerang bagi gerakan separatis Aceh tersebut.

Kedua, desertir TNI atau oknumnya. Para desertir yang tidak puas dengan kondisi internal TNI dapat saja melakukan aksi-aksi terorisme seperti yang terjadi di beberapa tempat di Indonesia. Tujuannya untuk menohok sistem status quo, menggoyahkan perekonomian, mendestabilkan situasi politik dan mendeskreditkan Indonesia. Di sini aksi-aksi tersebut bisa juga dilakukan oleh oknum TNI yang berusaha untuk merehabilitasi citra TNI dan menciptakan iklim di mana kehadirannya di panggung politik merupakan keniscayaan. Upaya ini bertujuan untuk merusak citra politisi sipil yang dianggap gagal merealisir cita-cita reformasi yang diharapkan oleh seluruh bangsa Indonesia.

Ketiga, anasir teroris professional dan well-organized. Kelompok teroris professional menurut penulis di sini adalah agen rahasia Israel, Mossad dan organisasi-organisasi teroris Zionis lainnya. Dalam operasinya, Mossad punya jaringan yang terkenal sangat luas. Di kalangan para pakar intelijen Mossad dijuluki sebagai the most ruthless spy agency in the world (agen rahasia paling kejam di dunia).

Menurut pengakuan mantan agen Mossad yang membelot, Victor Ostrovsky bahwa agen rahasia Israel telah menyalahgunakan kekuatan dan orang-orang Yahudi internasional sebagai agen untuk melakukan berbagai aksi terorisnya (lihat the Australian magazine New Dawn No.33 (November-December, 1995).

Asumsi ini didukung oleh Dr.Haitsam al Kailani yang mencatat lebih dari 30 organisasi teroris Zionis termasuk the Hagana, Stern, Kakh Movement, Irgun dan Gush Emunim. (Dr.Haitsam, Siapa Teroris Dunia? 2001) Hal ini juga didukung oleh tulisan seorang pakar kimia organik di Universitas Hebrew, Prof.Israel Shahak yang melacak ideology teroris Zionis, Gush Emunim. Gerakan ini meyakini telah dekatnya masa kedatangan Messiah, bila kaum Yahudi dengan dibantu oleh Tuhan akan mengalahkan kaum Gentiles (non-Yahudi). Dan dalam statemen Rabbi Israel Ariel yang dikutip Shahak dengan mengatakan : "a Jew who kills a non-Jew is exempt from human judgement, and has not violated the prohibition of murder." (Israel Shahak, the Ideology of Jewish Massacre, Radio Islam)

Adapun Al Qaedah yang disebut-sebut oleh media internasional ataupun lokal sebagai well-organized kelompok teroris, bisa jadi itu benar. Menurut penulis eksistensi Al Qaedah yang pada awalnya hanya sebagai base yang digunakan untuk mendata para Mujahidin yang datang berjuang di Afghanistan, lebih besar dan seram oleh media masa yang tidak berpihak pada keadilan. Media masa yang cenderung membeo kepada kekuatan besar dan pendana sukses gemilang mem-blow-up Al Qaedah sehingga menjadi monster yang siap melahap siapapun. Kemampuan organisasi dan koordinasi seorang Osama bin Laden yang milyarder, tidak sebanding dengan kemampuan yang dimiliki oleh agen Mossad yang dapat bekerja sama dengan hampir seluruh badan intelijen semua bangsa.

Kekayaan Osama tidak sebanding dengan kekayaan seorang Rupert Murdoch dan George Soros. Maka aksi terorisme simpatisan Osama di kedutaan besar Amerika di Kenya dan Tanzania beberapa tahun silam lebih karena termotivasi oleh seruan Osama yang merasa terjepit dan tidak punya jalur komando langsung. Hal ini jauh berbeda dengan aksi teroris dalam upaya pembunuhan pimpinan biro politik Hamas, Khalid Mish'al di kota Amman Jordania beberapa tahun silam. Terkoordinasi, sophisticated dan sangat rahasia. Tapi Victor Ostrovsky menyayangkan fakta yang terjadi saat ini dengan mengatakan : "The sad thing is many people who are suffering from the Mossad's abuse of power, also support it." Dan terlebih dari itu tidak tertutup kemungkinan Mossad telah berhasil 'merayu' pejabat aparat keamanan, dengan syarat 'order' sukses dengan gemilang.

Keempat, teroris lokal amatiran. Kalau memang apa yang diungkapkan oleh Amrozi, Ali Imran dan Imam Samudera itu benar adanya, tanpa tekanan dan keterpaksaan maka mereka ini masuk dalam kategori ini. Mereka melakukan aksi-aksinya lebih karena al ghuluw (berlebihan dalam memahami agama), kurang paham, tidak sabar, dan premature. Namun perlu digarisbawahi bahwa kelompok ekstrimis ini melakukan aksi-aksinya lebih karena terprovokasi oleh agen-agen yang sengaja disusupi ke tengah jaringan Amrozi cs. Dalam dunia intelijen hal ini biasa untuk memukul gerakan yang lebih besar. Dengannya intelijen dan aparat keamanan akan menemukan ruang dan justifikasi menekan, mendesak pihak DPR mengeluarkan undang-undang yang dapat mempersempit ruang demokrasi yang dapat dinikmati semua orang sekarang ini.

Sehingga keberadaan undang-undang Anti-terorisme yang sudah diberlakukan akan semakin kokoh dan tak terusik lagi keberadaannya. Mereka lebih sebagai sasaran antara dan kelompok yang dapat dijadikan kambing hitam guna mengejar target yang lebih besar yaitu gerakan Islam secara keseluruhan.

JI atau Mossad
Dengan kondisi demikian semua sorotan mata aparat keamanan telah terfokus kepada satu target "Jamaah Islamiyah," (JI). Walaupun statemen-statemen itu tidak resmi, tapi satu pesan kongkrit yang berhasil dicipta yaitu opini ke arah JI. Menurut penulis ini sebuah 'dosa' aparat yang semestinya tidak hanya meraba-raba dan mencoba mengaitkan satu peristiwa dengan lainnya, sebelum ada bukti lapangan yang kuat.

Investigasi Bali terlalu banyak mengandung kejanggalan yang tidak secara transparan diungkap oleh aparat. Kalau mau fair dan objektif, aparat mengajak investigator lokal yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia dari pada 'mengemis' kepada Polisi Federal Australia yang selama ini terkenal hipokrit. Protap-protap evakuasi dan pencegahan culprit lari, semestinya dilakukan penutupan seluruh bandara yang memungkinkan pelaku lari dari Bali. Yang terjadi malah sebaliknya, Australia mengevakuasi warganya dengan pesawat Herkules. Tidak tertutup kemungkinan si pelaku kabur dan 'dilindungi' oleh pemerintahan Australia. Belum lagi dengan warga Bali yang menjadi saksi kunci yang secara paksa dievakuasi ke Australia dan mati.

Anehnya jasad si saksi tersebut pun dikremasi, setelah pihak Australia menolak mengembalikan jasadnya secara utuh. Tapi lagi-lagi pihak aparat keamanan hanya diam seribu bahasa. Ada apa dengan aparat kita? Apakah proyek siluman tentang JI sudah demikian mengungkung naluri dan hati nurani aparat yang seharusnya melayani kepentingan rakyat Indonesia dan tidak pada kepentingan pihak asing, dengan imbalan dunia semata?

Sekarang investigasi bom Marriott yang dikembangkan aparat pun muncul beberapa keganjilan. Pertama, melibatkan Polisi Federal Australia. Aparat kepolisian kembali berhubungan 'intim' dengan pihak Australia. Padahal menurut Ostrovsky bahwa : "It's not a secret. Australian intelligence agencies have people directly linked to the Mossad - they work with them. Usually it's people on the mid-level who will be liaising with the Mossad, and will pass everything on. The Mossad will make an intelligence request, and the Australian intelligence services will give." (bukan rahasia. Agen rahasia Australia punya orang-orang yang secara langsung berhubungan dengan Mossad-mereka bekerja dengan Mossad. Biasanya orang-orangnya berada di tingkat menengah-yang akan berhubungan dengan Mossad, dan akan memberikan apa saja. Mossad akan mengajukan permintaan intelijen, dan agen rahasia Australia akan memberikan).

Kedua, beberapa media masa termasuk situs detik.com mengangkap clue yang dapat dikejar kebenarannya. Salah satu sumber di hotel Marriot mengatakan bahwa pihak kedutaan Amerika membatalkan booking 20-an kamar hanya 4 jam 30 menit sebelum peledakan terjadi. Tapi sejauh mana pihak aparat menelusuri kebenaran fakta tersebut, tidak ada informasi. Semestinya clue ini harus dikejar oleh kepolisian dan tidak hanya didiamkan seolah tidak ada gunanya, kalau memang aparat benar ingin mencari kebenaran dan menegakkan keadilan.

Ketiga, menurut persaksian sumber di hotel juga bahwa pihak keamanan dari kedutaan besar Amerika sesaat kejadian sudah bertebaran di sekitar tempat kejadian. Adanya sedikit kecurigaan bahwa pihak kedutaan tahu akan ada peristiwa? Keempat, menurut sumber wartawan di lapangan bahwa setelah kejadian, aparat kepolisian menangkap dua warga Amerika karena dicurigai. Namun setelah dikonfirmasi, pihak aparat terkesan enggan di-cross-check.

Apa yang kita inginkan adalah kebenaran dan keadilan, sehingga tidak ada yang dianiaya dalam berbagai aksi terorisme di negeri ini. Satu hal yang patut dicermati dari statemen seorang mantan Mossad di atas saat ditanya soal aktifitas Mossad di kawanan Asia Pasifik.

"I think it's generally friendly territory. There's no real need for the Mossad to play a major role while the situation stays as it is. They do have a lot of companies which are used for deep cover activities. The Mossad is very well entrenched in Indonesia and Japan. In fact, they're in Indonesia with the knowledge of the government, and with their permission." (Saya kira secara umum wilayah ini sangat bersahabat. Mossad tidak merasa perlu untuk memainkan peran besar, bila situasi tetap seperti ini. Mereka punya banyak perusahaan yang bisa digunakan sebagai kover yang kuat bagi aktivitas mereka. Mossad punya benteng yang sangat kuat di Indonesia dan Jepang. Namun secara factual, mereka ada di Indonesia dengan sepengetahuan dan seizin pemerintah Indonesia).

Ahmad Dumyathi Bashori - Peneliti di Departemen Kajian Ikatan Da'i Indonesia (IKADI), Jakarta dan Kandidat Doktor Universitas Islam Negeri (UIN), Jakarta


Kirim email ke