Yth Pak Saaf,
   
  Memang seperti yang saya sampaikan sebelumnya, untuk memahami maknanya kita 
juga harus melakukannya. Sehingga suatu masalah bila bapak tidak berpengalaman 
dalam melakukan fungsi sebagai urang sumando.
   
  Pengertian sumando ninik mamak, sekurangnya dalam pengertian kami salingkah 
nagari, adalah penghulu dan orang yang sudah sepuh yang merupakan ulu budi 
talago undang yang berada dalam kelompok sumando dalam perhelatan yang diadakan 
oleh suku istrinya. Kelompok ini memang dibebaskan dari tugas-tugas sumando 
umumnya, dan duduak marapek ka dindiang pada jajaran ninik mamak yang lain. 
Begitupun dalam perhelatan juga memiliki tugas sebagai komando para sumando, 
dan "pintu" dalam perundingan. Himbauan disampaikan bajanjang naiak batanggo 
turun.
   
  Tugas, fungsi, hak, dan kewajiban dari urang sumando dan sumandan sebenarnya 
merupakan masalah aktual dalam komunikasi masyarakat selama ini, karena 
kurangnya pengetahuan dan informasi. Hal ini saya perkirakan banyak perantau 
yang enggan pulang ke kampung karena merasa hal itu adalah beban, sehingga 
muncullah berbagai kasus yang sudah saya ungkapkan.
   
  Wassalam,
  -datuk endang


"Dr.Saafroedin BAHAR" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:  
Assalamualaikum w.w. Ananda Dt Endang,

Saya juga tidak berpengalaman dengan tugas-tugas urang
sumando seperti yang Ananda uraikan itu. [ Sedikit
pertanyaan: apa arti sesungguhnya dari "sumando ninik
mamak" itu ? Apa dengan sendirinya seorang penghulu
yang menjadi sumando menjadi "sumando ninik mamak" ?]

Sehubungan dengan semiloka yang akan berlangsung di
Padang minggu depan, tidak ada acara khusus untuk
masalah urang sumando dan sumandan dalam kegiatan alek
jamu yang Ananda usulkan. Rasanya koq terlalu teknis.
Semiloka itu dirancang untuk hal-hal yang lebih
mendasar, ada 20 masalah, baik masalah internal mauoun
masalah eksternal. Mudah-mudahan masalah sumando dan
sumandan ini selincam akan disinggung oleh Angku
Bachtiar Abna Dt Rajo Suleman dari aspek adat
Minangkabau dan Buya Masud Abidin dari segi agama
Islam.

Wassalam,
Saafroedin Bahar


--- Datuk Endang wrote:

> Yth Pak Saaf,
> 
> Saya sendiri sebenarnya tidak berpengalaman dengan
> tugas-tugas urang sumando, karena sejak kawin sudah
> menjadi sumando ninik mamak. Untuk kasus Pak Saaf,
> kalau memang niyo nak mancungkie utak dari kapalo
> kambiang, iyo bakoja bana karajo di dapua tu.
> Tugas-tugas urang sumando banyak macamnyo, kalau
> kurang pandai maramu bumbu, dapek mancancang
> dagiang, manyusun galeh, hinggo bagorah sajo mambari
> sumangek. Kalau lai capek kaki ringan tangan, inyo
> pulo nan buliah wara-wiri di tangah-tangah tampek
> barundiang. Untuak urang-urang sepuh sarupo Pak Saaf
> jo Buya almarhum dulu, cukuik duduak sajo, manyerong
> sangenek, membantu manaruihkan edaran galeh jo
> piriang nan talatak. Kalaupun indak, cukuik
> manunjuakkan ka nan mudo-mudo dimaa juadah nan
> kurang, dan urang-urang pun alah samo maklum.
> 
> Untuk kasus di rantau begitu pula pada perundingan
> adat, walau saat ini telah banyak mengalami
> modifikasi. Tugas urang sumando telah mulai
> tergantikan oleh petugas katering atau bujang di
> rumah. Memang pola ini mulai terbawa ke kampung, dan
> dapat dimaklumi. Mintuo dan istri saya bila pulang
> ke kampung sering membawa pembantu dari Jakarta,
> sehingga bila ada tugas-tugas sumandan bisa dibantu
> oleh pembantu itu. Dengan kata lain, hal ini masih
> bisa babuhua sintak.
> 
> Saya pikir menarik juga bila masalah hak dan
> kewajiban sumando dan sumandan khususnya dalam
> alek-jamu ini diseminarkan. Paling tidak bisa
> diusulkan untuk menjadi salah satu bahasan menarik
> dalam semiloka besok di Padang.
> 
> Hal-hal lain yang bersifat dorongan, akan saya
> perhatikan pak. Wassalam.
> 
> 
> "Dr.Saafroedin BAHAR" wrote: 
> Assalamualaikum w.w. Bundo Hayatun dan Ananda Dt
> Endang,
> 
> Karena nama saya disebut-sebut, izinkan saya
> menyela.
> Secara pelahan-lahan saya memang melihat ada gunanya
> untuk bertemu muka seperti pada kesempatan di rumah
> Bundo itu, tidak hanya berunding dalam jarak jauh
> dalam dunia maya.
> 
> Saya mengharapkan dalam kesempatan tersebut bertemu
> muka dengan Engku Azmi Dt Bagindo dan Ananda Dt
> Endang, yang nama-nama beliau tercantum dalam cc
> undangan, seperti saya juga ingin jumpa dengan Sanak
> Bandaro Labiah. Sayang memang kedua beliau tidak
> hadir.
> 
> Saya sama sekali tidak terganggu dengan perbedaan
> pendirian, bahkan pertentangan pendirian. Adat kita
> sendiri kan mengatakan :"basilang kayu dalam tungku,
> di sinan makonyo api ka iduik". Nyatanya jika sudah
> bertemu kan tidak terlalu sulit untuk menemukan
> titik
> temu, asal niat dan kecintaan kepada kampung halaman
> sudah sama.
> 
> Kepentingan pribadi saya dengan adat Minangkabau
> tidaklah terlalu banyak, yaitu agar dirumuskannya
> secara lugas kaidah dasar formal adat Minangkabau
> yang
> selain mengakui juga mewadahi ajaran Islam tentang
> hubungan darah ayah - anak, yang tidak
> dikait-kaitkan
> begitu saja dengan sako dan pusako. Visualisasinya
> juga tidak sulit. Buatlah ranji atau istilah atau
> istilah apapun, yang menunjukkan hubungan darah itu.
> Jangan seperti sekarang, dalam setiap ranji menurut
> adat, pasti seluruh nama keturunan anak laki-laki
> tidak tercantum, karena khawatir 'kok lapeh pusako
> ka
> urang sumando beko'. Aneh sekali terasa `oleh saya,
> seakan seluruh urang sumando urang Minang itu kawin
> karena 'ngincer' harta isterinya. Cara seperti itu
> juga berpotensi melanggar Pasal 277 ayat (1) Kitab
> Undang-undang Hukum Pidana tentang penggelapan
> silsilah. [Seperti pernah saya tulis pada Angku Azmi
> Dt Bagindo, saya tidak mempersoalkan dan tidak
> berkeberatan dengan sako dan pusako menurut adat
> ini.
> Silakan saja. Bagi saya hal itu oke-oke saja. Yang
> saya minta hanya tolong lengkapi sedikit hal itu
> dengan ajaran Islam tentang nasab].
> 
> Saya masih merasa sangat tidak nyaman dengan ulasan
> mengenai 'urang sumando' yang antara lain masih
> dikaitkan -- sebagai contoh -- dengan soal tugas
> masak
> mamasak di dapur yang menjadi tugas urang sumando.
> Itu
> kan khusus untuk yang masih tinggal di nagari, dan
> sama sekali tidak bisa dipakai bagi kita yang hidup
> di
> Rantau. [Kalau saya misalnya ditugaskan memasak di
> dapur keluarga isteri saya, wah, siapa yang akan mau
> memakannya, karena rasanya pasti amburadul! ). 
> 
> Ada satu lagi. Saya melihat suatu gejala yang
> menarik,
> bahwa dalam memberi mengulas adat Minang, kita
> cenderung memberi contoh pengalaman kita pribadi.
> Saya
> juga begitu. Jadi kita menggeneralisasikan hal yang
> khusus dan lokal untuk menggambarkan hal yang umum
> untuk seluruh Minangkabau.
> 
> Masalahnya apakah belum saatnya wacana kita menganai
> adat Minang ini didasarkan pada kajian yang sudah
> dipersiapkan dengan baik dan mencakup seluruh warga
> Minangkabau, baik yang berdiam di Ranah maupun di
> Rantau ? Sebagai usaha rintisan, itulah yang sudah
> saya coba bersama Sanak Ir Mohammad Zulfan
> Tadjoeddin
> M.A. untuk menulisnya tahun 2004 yang lalu. Saya
> mengharap tokoh-tokoh adat seperti pak Amir M.S. Dt
> Mangguang nan sati, Angku Azmi Dt Bagindo dan Ananda
> Dt Endang Pahlawan juga dapat membuat tuliasn yang
> sejenis, agar bisa dibanding secara 'apple to
> apple'.
> 
> Wassalam,
> Saafroedin Bahar
> 
 
---------------------------------
Bored stiff? Loosen up...
Download and play hundreds of games for free on Yahoo! Games.
--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
Berhenti (unsubscribe), kirim email ke: [EMAIL PROTECTED]

Webmail Mailing List dan Konfigurasi keanggotaan lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
Dengan terlebih dahulu mendaftarkan email anda pada Google Account di:
https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id&cd=US&service=groups2.
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke