Ambo kutip dari sebuah blog, merupakan kerisauan masa depan minangkabau, Tanggung jawab siapa yg harus membenahi ?
Is. St Marajo 39+ Masa Depan Minangkabau Kemarin terlibat pembicaraan selintas dengan seorang teman di kost. Beliau mahasiswa Sastra Minangkabau Unand. Salah satu statement dia, adat minang gak bakalan bisa bertahan, kalau melihat kondisi yang sekarang. Klise sih memang. Udah banyak orang ngomong begitu, dan sewaktu di Bandung pun saya sudah bicarakan hal itu dengan beberapa teman sesama mahasiswa rantau. Bahkan, pemerhati masalah Minangkabau udah sejak berpuluh tahun lalu meramalkannya. Berikut summary dari omongan kami. Cuma omongan anak muda yang... yah... cuma kaleng-kalengnya ajah... Persoalannya bukan hanya generasi muda saja. Banyak generasi muda tak tertarik dengan budaya daerahnya. Jangankan mau belajar pantun pasambahan yang dulu sering dipakai sebagai pembuka pesta makan-makan, nonton randai (yang notabene cuma sekedar hiburan) aja mereka gak minat. Globalisasi begitu kuat mencengkeram mereka, dan pergaulan yang semakin lama semakin bebas. Namun, yang tua-tua pun hampir sama buruknya. Di nagari saya, pak wali nagari bercerita. Beliau menegur remaja yang lagi mojok sama pacarnya ditempat sepi, di kampung. Tapi ternyata orang tuanya si remaja gak terima, dan bilang "Sadonyo ka ditagah se dek wali nagari ko mah. Anak kan lah bi gadang-gadang tu nyoh..." Heran saya, sebab kalau dimasa lalu (jaman saya masih kecil), orang yang kedapatan mojok biasanya dipermalukan didepan umum. Dengan hukuman macam itu, orang tua selalu mewanti-wanti anak remajanya agar tak berperilaku macam-macam. Orang tua kan gak mau dapat malu karena ulah anaknya. Sekarang, bukannya malu sama kelakuan anaknya, bukannya menasihati anaknya, malah orang yang berbuat baik yang diprotes. Itu satu persoalan: tatanan budaya masyarakat memang sudah berubah. Persoalan lainnya, bentrokan antara aturan adat dengan aturan-aturan lain, misalnya KUHP. Baru-baru ini, beberapa pemuka adat ditangkap oleh jaksa. Pemuka-pemuka adat ini melaksanakan hukuman adat terhadap seseorang yang dianggap melanggar, dimana si pelanggar dikucilkan dari pergaulan kampung. Ini kan wajar saja, sebab itulah memang tugas para Datuak. Lalu apa pula urusan jaksa dengan tuduhan "pencemaran nama baik" menangkap para datuak ini? Ada banyak soal-soal lain. Hubungan pemerintah nagari dan lembaga adat dengan pemerintah kabupaten/kota, pasukuan yang tidak lagi punya datuak, persoalan tanah ulayat, hubungan hukum Islam dengan hukum adat, dsb... Kalo kondisi ini dibiarin, Sumatera Barat akan kehilangan identitas. Kalo mau diperbaiki, terlalu banyak yang mesti dikerjakan, dan seringkali malah timbul masalah baru Trus napa?? Kami berdua akhirnya hanya bisa terdiam, dan segera beralih ke pembicaraan lain... http://www.edskywalker.net/?p=60 --~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~ =============================================================== UNTUK DIPERHATIKAN: - Wajib mematuhi Peraturan Palanta RantauNet, mohon dibaca & dipahami! Lihat di http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet. - Tuliskan Nama, Umur & Lokasi anda pada setiap posting. - Hapus footer & bagian yg tidak perlu, jika melakukan reply. - Email attachment, DILARANG! Tawarkan kepada yg berminat & kirim melalui jalur pribadi. - Posting email besar dari >200KB akan dibanned, sampai yg bersangkutan minta maaf & menyampaikan komitmen mengikuti peraturan yang berlaku. =============================================================== Berhenti, kirim email kosong ke: [EMAIL PROTECTED] Daftarkan email anda pada Google Account di: https://www.google.com/accounts/NewAccount?hl=id Agar dapat melakukan konfigurasi keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe =============================================================== -~----------~----~----~----~------~----~------~--~---