Pak Saf, dkk di RN,

Kapatang, Kamis 30 April, ambo manyampaikan Pidato Laporan, Kesan dan Saran: 
"Pesta Demokrasi di Sumbar" di hadapan Sidang Paripurna DPD-RI. Mungkin sanak2 
di RN ingin tahu apo isi dari nan ambo sampaikan tu. Sambia tantunyo minto 
tanggapan juo. Ko nyo. MN


PESTA DEMOKRASI DI SUMBAR

Laporan, Kesan dan Saran

Mochtar Naim
Anggota DPD-RI dari Sumbar

Disampaikan pada Sidang Paripurna DPD-RI
Kamis, 30 April 2009


Sdr Ketua dan para Wakil Ketua yang saya hormati,
Sdr-sdr para anggota yang saya muliakan,

Assalamu’alaikum w.w.,

KETIKA menuliskan Laporan ini, 
perhitungan suara untuk Dapil Sumbar telah selesai dan diumumkan. 
Pada tempatnya kita menyampaikan tahniyah, ucapan selamat, 
kepada inkamben Irman Gusman, 
yang tidak hanya lolos, tetapi seperti sebelumnya, 
keluar sebagai pemenang nomor satu. 
Irman, sejak semula, punya retak tangan 
untuk menjadi politisi ulung tak terkalahkan. 
Bintangnya bintang terang. 
Punya daya tarik memukau. 
Ya wajahnya, ya mudanya, ya cerdasnya, 
ya pandai bergaul dan berdiplomasinya, 
pandai melakukan perhitungan dengan taktik dan strategi bisnis politiknya, 
sebagaimana yang biasa dia lakukan 
di bidang bisnis usaha dan perdagangan 
yang jadi lahan pergumulan profesi dia sendiri selama ini, 
dan, punya daya tarik masa depan yang cerah. 
        
Sekali lagi, tahniyah, selamat, kepada Sdr Irman Gusman, 
Wakil Ketua DPD-RI kita. 
Untuk lima tahun ke depan, mudah-mudahan, saya doakan, 
Anda yang menjadi orang nomor satu di lembaga Senat RI ini, 
kalau tidak akan digaet ke atas 
oleh pemegang RI-1 dalam kabinet yad atau apapun. 
        
Dua inkamben yang lain yang juga ikut bertarung, 
yaitu Sdr Afdal dan saya, ternyata tidak berhasil. 
Saya bahkan terletak di nomor 40 dari 42 yang bertarung. 
Secara polosnya, tamatlah riwayat saya berkecimpung 
dalam bidang politik legislatif-parlementer ini, 
karena tidak mendapat dukungan 
dari rakyat konstituen Sumatera Barat. 
Bermain politik dan menjadi pengamat politik, 
seperti yang juga saya lakukan selama ini, bagaimanapun, 
tentu harus dibedakan. 
Sebagai sosiolog yang akrab dengan politik, insya Allah, 
akan jalan terus. 
Di hadapan saya sekarang sudah menanti berbagai macam peran dan kesibukan 
yang akan tetap menyegarkan hati dan pikiran 
dalam berbuat dan beramal bagi masyarakat dan negara. 
Insya Allah.
        
Saya sendiri sementara ini tentu harus melakukan introspeksi, 
di mana letak kekurangan dan kelemahan dari diri saya 
sebagai insan politik 
sehingga rakyat pemilih Sumatera Barat memberi vonis 
untuk tidak lagi menjatuhkan pilihannya kepada saya. 
Sementara sebelumnya, 
tanpa ikut dalam kampanye pemilu sama sekali pun, 
saya ikut terpilih sebagai calon jadi nomor urut 4.  
        
Jelas ada yang begeser di sini. 
Namun sebagai insan politik pula, 
ada satu garis yang secara konsisten saya ikuti sejak semula. 
Yaitu berpolitik dengan niat ibadah, 
yang karena itu, insya Allah, saya selalu berada di atas relnya. 
Dan saya, sebagai yang Anda saksikan sendiri, 
yang bisa dan biasa mengatakan 
bahwa yang putih itu adalah putih, dan yang hitam itu, hitam. 
Dan saya termasuk ke dalam kelompok anggota di DPD 
maupun di MPR sebelumnya, 
yang memberikan perhatian sepenuhnya 
akan tugas-tugas yang dibebankan 
dan semua itu dihadapi dengan segala kesungguhan dan keseriusan, 
dan dengan disiplin yang tinggi. 
Sebagai Anda tahu, 
karena Sdr Irman yang terpilih selaku Wakil Ketua DPD 
yang karenanya tidak boleh duduk merangkap di keanggotaan PAH, 
maka saya dengan segala kerelaan, mengisi kekosongan itu, 
di PAH III, di samping tugas rutin saya di PAH I, 
sehingga menjadilah saya, bagai orang berbini dua, 
kasak-kusuk dari isteri yang satu di PAH I 
ke isteri yang kedua di PAH III. 
Belum lagi keterlibatan saya juga di berbagai kegiatan 
alat kelengkapan lainnya 
yang semua saya jalani dan tekuni insya Allah dengan baik. 
Saya hadapi semua itu dengan bangga dan gembira 
secara ikhlas dan sepenuh hati, 
karena dorongan dari dalam dan dengan motif ibadah itu tadi. 
        
Sebentar lagi, insya Allah, saya akan mengeluarkan buku laporan 
pertanggung-jawaban saya 
kepada rakyat Sumatera Barat, 
yang, seperti pada waktu jadi anggota MPR utusan daerah Sumbar sebelumnya, 
keluar dengan buku "Suara Wakil Rakyat" (2002, 326 halaman). 
Sekarang keluar dengan buku “Suara Wakil Daerah” 
yang mungkin akan lebih tebal dari yang sebelumnya. 
Mohon doa restu dan sekaligus dukungan dari Anda semua. 
Masing-masing Anda insya Allah akan mendapat bingkisan dari saya 
sebagai oleh-oleh tanda persahabatan kita 
sebagai alumni pertama Senat RI, eh DPD-RI ini.         
        
Bagaimanapun, belumlah waktunya saya melakukan 
asesmen sekarang ini 
tentang ketidak-berhasilan saya kemarin ini. 
Faktornya tentu banyak, yang bisa saling terkait satu sama lain.  
        
Faktor umur tentu saja adalah satu. 
Namun, kendati sudah berkepala tujuh, semangatnya masih semangat muda. 
Tapi tentu juga ada faktor lain-lain 
yang menyebabkan saya tidak terpilih lagi. 
Bagi saya, bagaimanapun, tidak ada penyesalan, 
dan saya legowo, 
karena semua sudah ada suratan tangan 
dan ketentuannya dari atas. 
Saya sudah sejak semula mengatakan kepada diri saya sendiri, 
dan kepada siapapun, 
kalau terpilih, alhamdu lillah, kalau tak terpilih, tak masalah. 
        
Saya memang tidak mungkin dan tidak mampu 
untuk mengikuti gemerincing pergumulan politik 
cara orang sekarang, 
di mana antara yang do’s dan yang don’ts, 
antara yang halal dan yang haram, 
sering tidak lagi jelas batasnya. 
        
Satu hal, faktor keberhasilan dalam pemilu 
seperti yang kita lakukan sekarang ini 
kelihatannya memang berbanding lurus 
dengan jumlah dana yang disediakan 
untuk kepentingan kampanye. 
Ke depan, jika caranya masih seperti yang sekarang ini, 
jangan coba-coba untuk maju sebagai calon 
jika yang itu itu betul yang tidak punya. 
Demokrasi cara sekarang telah berubah menjadi ‘democrazy’ 
yang benar-benar gila-gilaan. 
Hanya orang yang berduit, 
atau yang dibek-ap oleh kelompok bisnis konglomerat 
sebagai bahagian dari siasat dagangnya ke depan, 
yang bisa maju. 
Bagi mereka, kolusi dengan pihak penguasa, 
di bidang manapun, 
adalah sebuah keharusan untuk bisa merebut peluang.  
Bisa dipastikan bahwa kalau tidak semua, 
tetapi bahagian terbesar dari mereka yang berhasil lolos 
pada pemilu yl ini 
benar-benar telah jor-joran dan habis-habisan, all out. 
Hitungannya bukan lagi jut-jut tapi em-em. 
Bayangkan, betapa uang yang telah dihamburkan oleh para kontestan, 
yang inkamben, yang berhasil dan yang tidak berhasil, 
yang baru-baru muncul dan yang sudah karatan sekalipun, 
masing-masing mereka tentu tak akan bisa 
membohongi diri sendiri. 
Saya saja, yang sama sekali tidak sanggup 
melakukan kampanye terbuka, 
dan dalam berkampanye ke daerah-daerah, 
itupun dengan cara seadanya, 
telah mengeluarkan dana tidak kurang dari 20 jutaan 
(Yang tercatat saja, persisnya: Rp 17.413.000, 
sementara yang tidak tercatat ada beberapa jutaan pula. 
Laporan keuangan seperti kepada KPUD, terlampir). 
        
Kekecualian tentu saja ada untuk ukuran Sumatera Barat. 
Ada satu yang mendapatkan dukungan solid secara primordial 
dari daerah asal kabupatennya, 
karena caleg adalah Ketua DPRD Kabupaten bersangkutan, 
di samping juga muda, cerdas, 
punya kemampuan artikulasi politik yang tinggi, 
dan pantas untuk menang. 
Karenanya menjadi harapan Sumbar ke masa depan, 
sekarang di pentas politik nasional.
        
Yang satu lagi, ternyata jagoannya partai yang sedang disenangi oleh masyarakat 
di daerah. 
Muda, tampan, dan namanya cepat melejit di pentas politik, 
lokal, dan sebentar lagi nasional.

Nah, yang satu lagi, seorang wanita pengusaha, 
paro baya, kaya dan matang, dan berparas menyenangkan. 
Srikandi masa depan dari Sumatera Barat 
yang akan memainkan peranan berarti di pentas nasional di DPD-RI ini, 
muncul dengan cara yang tepat pada saat yang tepat. 
Seperti juga dengan kontestan-kontestan sukses lainnya, 
baliho besar-besar di mana-mana, 
sampai-sampai ke ujung-ujung negeri sekalipun dia ada, 
bersaing dengan Irman, Patrialis, Pahlefi, dllnya. 

*
Dari praktek pemilu yang baru saja dilalui di seluruh negeri 
di NKRI ini, 
rasanya memang cukup alasan untuk mempertanyakan secara serius 
mengenai viability, cocok-tidaknya praktek pemilu secara langsung ini 
diteruskan ke masa depan. 
        
Pertanyaan mendasar kita, 
apakah memang harus begini caranya utuk melakukan pemilu 
dalam sebuah negara demokrasi itu. 
Dan apakah pemilu langsung ini merupakan persyaratan mutlak 
untuk berjalannya sebuah mesin demokrasi, 
yang tanpa itu demokrasi takkan jalan. 
Kenapa, misalnya, di sebuah negara 
yang super-demokrasi sendiri, Amerika Serikat, 
kok Presidennya tidak dipilih langsung 
tetapi melalui mekanisme kelembagaan 
yang namanya Electoral College?

Kedua, bukankah dalam Preambula UUD1945 sendiri dikatakan 
bahwa Negara Republik Indonesia (bukan NKRI?) 
yang ... “berkedaulatan rakyat 
dengan berdasar kepada Ketuhanan YME, 
Kemanusiaan yang adil dan beradab, 
Persatuan Indonesia 
dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan 
dalam Permusyawaratan/Perwakilan, 
serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial 
bagi seluruh rakyat Indonesia.” 
        
Bukankah dalam klausule Sila ke 4 dari Pancasila itu: 
“Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan 
dalam Permusyawaratan/Perwakilan” 
terkandung makna bahwa tekanannya adalah pada “permusyawaratan” 
yang dilakukan melalui lembaga “perwakilan.” 
Dan tidak disebut atau terkandung makna ada premise 
harus melalui pemilihan langsung 
seperti yang kita lakukan sekarang ini.  
        
Malah kalau kita lihat proses pertumbuhan demokrasi itu sendiri 
di tanah air kita, 
ide demokrasi itu sendiri adalah sesuatu yang tadinya alien, asing, 
dalam kandungan budaya kita. 
Demokrasi itu adalah sesuatu yang kita impor dari luar, 
khususnya dari Barat, yang kita jadikan model, 
sejalan dengan munculnya kesadaran nasional kita. 
Dan demokrasi memerlukan sejumlah persyaratan, 
yang satu dari antaranya adalah: melek politik, 
dan bukan hanya melek huruf, dari rakyat.
        
Karena kita sampai saat ini belum lagi sampai 
ke tahap melek politik dari rakyat itu, 
rasanya belum waktunya kita memaksakan 
sistem pemilihan langsung seperti yang baru kita lalui ini. 
Kita barangkali harus surut selangkah ke belakang, 
meneruskan sistem pemilihan tak langsung 
yang telah kita lakukan sebelumnya. 
Dengan itu rakyat memberi kepercayaan kepada wakil-wakilnya 
yang duduk di dewan-dewan perwakilan rakyat, 
berjenjang dari bawah ke atas, 
di mana yang di bawah memilih yang di atas 
melalui proses permusyawaratan/perwakilan itu. 
Mungkin satu-satunya yang dipilih langsung oleh rakyat di tingkat desa 
adalah wakil-wakil mereka yang akan duduk 
di tingkat kabupaten dan kota. 
Selebihnya adalah seperti yang kita lakukan sebelumnya. 
Yang kabupaten/kota memilih provinsi, 
dan provinsi memilih nasional. 
Lalu MPR memilih presiden dan wakil presiden.
        
Dengan sistem pemilihan tak langsung 
yang tidak kurang demokratisnya ini 
maka triliunan demi triliunan anggaran yang bisa dihemat, 
bisa bahkan sampai 90-an % anggaran bisa dihemat,
karena kita tidak lagi memerlukan pesta pemilu hura-hura 
dan gila-gilaan seperti sekarang ini 
yang sangat boros, menghabiskan duit negara dan rakyat, 
sementara yang beruntung adalah para kapitalis 
pemasok barang-barang dan bahan-bahan yang diperlukan  
bagi kepentingan kampanye dan pemilu itu. 
Sebutlah apa saja yang diperlukan, mereka yang memasok. 
Dan jumlah anggaran keseluruhannya, 
ya pemerintah, ya partai politik, orsospol, masyarakat, 
masing-masing kontestan, dsb, 
perkiraan kasarnya tidak akan kurang dari 100 triliun, 
untuk sekali pesta democrazy ini saja. 
Bayangkan, dan bayangkan, betapa gilanya kita 
menghambur-hamburkan uang sebanyak itu, 
atas nama, demi tegaknya demokrasi itu. 
Sementara yang mendapatkan keuntungan bersih dari pesta demokrasi 
dengan sistem pemilihan secara langsung ini 
tidak lain kecuali adalah para kapitalis konglomerat 
yang sudah juga menguasai ekonomi Indonesia ini 
secara keseluruhan, dari hulu sampai ke muara.  
        
Pada hal UUD1945, dalam preambulanya itu, 
tidak sedikitpun membayangkan akan harus begitu. 
Sebab yang disebut hanyalah “permusyawaratan/perwakilan” 
yang idenya cenderung kepada demokrasi 
“berjenjang naik bertangga turun.”
        
Kami atau kita di PAH I telah meminta pendapat 
dari para ahli ketata-negaraan 
tentang sistem mana yang sebaiknya kita pilih dan laksanakan, ke depan, 
sesuai dengan semangat dan amanat UUD1945 dan Pancasila 
yang terkandung dalam preambula itu: 
sistem pemilihan langsung, atau tidak langsung. 
Hampir dikatakan pasti, dan merupakan konsensus waktu itu,  
sebaiknya kita kembali kepada sistem pemilihan representatif tak langsung, 
dengan mengingat amanah UUD1945 
yang tersirat di dalamnya, 
dan mengingat keadaan keuangan negara 
yang masih morat-marit, penuh bergelimang hutang, 
sementara rakyat kita sendiri secara menyeluruh 
belum cukup melek politik, 
di samping juga masih dililit oleh kemiskinan 
dan keterbelakangan, dan kebodohan, 
sementara di sisi lain, korupsipun meraja lela, 
dan penyalah-gunaan kekuasaan juga meraja-lela. 
Indonesia bahkan telah dicap oleh dunia 
sebagai salah satu negara terkorup di dunia. 
Na’udzu billah.
        
Saya mengharapkan agar dalam sisa waktu 
menjelang akhir masa jabatan generasi pertama DPD-RI ini 
sampai September 2009 yad, 
sebuah draft RUU atas inisiatif DPD-RI 
sudah dapat dirampungkan 
mengenai sistem pemilu representatif tak langsung ini. 

*
Sdr Ketua, para Wakil Ketua, 
dan saudara-saudara para anggota yth,

Pada tempatnya kalau saya dalam kesempatan ini 
menyampaikan ucapan maaf atas segala kesalahan. 
Semoga yang kita lakukan secara bersama-sama 
melalui forum DPD-RI ini menjadi amal-ibadah yang saleh bagi kita bersama 
dan bagi masing-masing kita. 
Semoga Allah memberkati, amin. *** 



      

--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
.
Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat 
lain harap mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi/dibanned:
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama 
- DILARANG: 1. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi;
2. Posting email besar dari 200KB; 3. One Liner
===========================================================
Berhenti, kirim email kosong ke: rantaunet-unsubscr...@googlegroups.com 
Untuk melakukan konfigurasi keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke