"Life on a plate". 
Gulai Hongkong ala Pangkalan
By : Jepe

Ketika kami istirahat sejenak di Pangkalan kampung teman saya dalam perjalanan 
mudik lebaran dari rantau kami di Pekanbaru menuju ranah minang saat makan 
siang diantara berbagai menu yang terhidang khas dengan menu menu lebaran sebut 
saja seperti rendang, pangek ikan kaluih, ikan goreng nila tanpa cabe dengan 
taburan bawang goreng, urap dan lalapan dengan samba lado karambia, samba lado 
ijau yabg dicampur beberapa teri/bada yang digoreng garing bertambah "harum" 
samba lado ini ketika dilumuri dengan minyak tanak (minyak kelapa asli), pangek 
daging terhidang di piring dengan dagingnya sebesar tinju "Cris John" dengan 
tingkat kehalusan gilingan cabenya seperti tepung  yang berakibat kuah pangek 
ini begitu lembut seperti pasta encer dengan sentuhan pedas yang meransang 
selera makan dan menstimulan ubun-ubun berkeringat. Rasanya semua hidangan yang 
terhampar ingin dicicipi apalagi perut sedang lapar-laparnya.

Nasi pertama mulai kami suap, tiba-tiba dari dapur datang kakak kawan saya ini 
sambil menenteng dua piring yang berisi "menu tambahan" Mmmmm .....apalagi yang 
akan dihidangkan sedangkan menu yang ada diatas tikar yang dialas kain putih 
panjang (Minang ;Sepra) ini saja lebih dari cukup kalau tidak dikatakan 
berlimpah-limpah, saya berkata dalam hati sambil melirik piring yang dibawa 
kakak ini.

"Nah ini dia Andi, belum pernah kan mencicipi "Gulai Hongkong" ala Urang 
Pangkalan" Kata kakak kawan saya ini yang akrab saya panggil Kak Ita

"Wahhh gulai apaan tu Kak Ita...masakan berasal dari Hongkong bukan" sapa saya 
membalas tawaran Kak Ita

"He he he Kak Ita sendiri nggak tahu juga kenapa menu ini disebut gulai 
Hongkong " jawab wanita paro baya yang berprofesi guru di Payakumbuh dan sudah 
saya kenal sedari kecil saat Ia berkuliah di IKIP Padang dulunya.

Setelah dihidangkan menu ini bersama menu yang lain sejenak saya tatap, tidak 
ada yang aneh rupanya gulai Hongkonng ini. Boleh dikatakan hampir sama dengan 
menu sahur praktis ala forester yang pernah saya buat dan ceritakan pada 
pembaca yang budiman yaitu tumis sarden kalengan dengan jagung muda (baby corn) 
tapi kali ini Kak Ita menumis ikan sarden kalengan dengan daun muda pucuk ubi 
dan terung ungu. Tapi tentunya segala sesuatu menu yang kita buat walau 
berbahan baku dan bumbu yang sama hasil akhir cita rasa masakan tidak terlepas 
dari "lakek tangan" atau keahlian seseoranglah yang akan menentukan enak, tidak 
enaknya sebuah masakan

Kak Ita ini menurut kawan saya memang spesialis dalam memasak gulai hongkong, 
sarden kalengan ditumis dengan pucuk ubi dan potongan terung ungu yang 
dibelah.Seperti yang dijelaskan Kak Ita pada istri saya cara membuatnya 
sederhana saja dan praktis, cabe keriting digiling halus sama bawang nerah dan 
garam lalu ditumis di wajan penggorengan setelah "mati" pedas cabe lalu 
dituangkan sedikit air setelah itu dimasukan pucuk ubi yang segar dan muda 
serta beberapa potongan terung ungu saat setengah matang dituangkan ikan sarden 
kalengan tunggu sampai mendidih dan matang dan gulai honglong siap dihidangkan 
dalam keadaan panas-panas.

Rasanya..mmmmm.... cukup "eksotis" dengan aroma dan rasa khas ikan sarden 
kalengan, pucuk ubi yang lembut serta terung ungu yang lembek krenyes krenyes, 
saat disantap dalam keadaan hangat dengan nasi putih efeknya menstimulan selera 
makan kata urang awak "sabana tabik salero deknyo".Paripurna betul rasanya 
makan siang kami dengan aneka menu lebaran ala kampung ditambah dengan sensasi 
gulai hongkong "lakek tangan" Kak Ita.

Selesai makan saya bersama kawan dan dunsanak-dunsanaknya yang "jantan" 
memsihkan diri "maurak selo" duduk santai diberanda rumah sambil menghirup kopi 
panas . Ahhhhh saya yang sudah berhenti. Merokok jadi tidak tahan diri ketika 
kawan saya ini menyodorkan sebatang sebatang rokok pada saya, susah untuk 
menolaknya ya terpaksa lagi deh "social smoking". Syahdu memang pedas pedas 
dilidah masih terasa, kopi ditarik juga. Rokok dihisap dan dihe$buskan.

Walah walah mantappp mennn. Memang Pria punya selera.

Salam Kuliner "Life on a plate"

Pku, 28 Sept 2009. 

Bersambung ...nantinya sebuah pusaka kuliner nagari Kubang yaitu "Gulai Cipuik"

Life on. A plate sebuah ungkapan kuliner bisa juga di Minangkan "iduik diateh 
sebuah piriang jamba" aratinyo menu2 ko dilatakan dipiriang atau wadah/plate 
nan ka awak makan sebagai asupan atau sumber energi untuk kehidupan kita 
beraktivitas sehari-hari
Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!
--~--~---------~--~----~------------~-------~--~----~
.
Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat 
lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama 
===========================================================
Berhenti, kirim email kosong ke: rantaunet-unsubscr...@googlegroups.com 
Untuk melakukan konfigurasi keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe
-~----------~----~----~----~------~----~------~--~---

Kirim email ke