Satu dialog yg mengena, hanya dalam rapat kecil, dosa besar yg mungkin saja 
dapat terjadi bisa dibendung. 

Dari pada mengkaji dari mana asalnya "orgen tunggal" di Miangkabau (yg saya 
baca di milis ini dari Luhak Tanah Data), dengan cara begini kan labih jelas.

Hal2 kecil seperti orgen tunggal fenomenboa sosial dapat dihentikan hanya dg 
kekuasaan kecil, setingkat kepala jorong; malahan yg punya helat, seharusnya 
tidak diwacanakan.
 
Terima kasih Sdr. M. Dafiq Saib. Ditunggu pencerahan yang menyentuh seperti ini.

Wassalam

HH
Sent from my BlackBerry®
powered by Sinyal Kuat INDOSAT

-----Original Message-----
From: Muhammad Dafiq Saib <stlembang_a...@yahoo.com>
Date: Sat, 23 Jan 2010 07:43:22 
To: <rantaunet@googlegroups.com>
Subject: [...@ntau-net] Cerpen : RAPAT BERHELAT

Assalaamulaikum wa rahmatullaahi wa barakaatuhu

Colok-colok ka ganti asah......

RAPAT BERHELAT
 
Syafwal menerima usulan istrinya agar anak mereka diperhelatkan di kampung. 
Menerima dengan ikhlas. Meski istrinya membumbui bahwa permintaan itu adalah 
permintaan mertuanya. ‘Percuma saja rumah dibuat sebesar dan serancak ini tidak 
dimanfaatkan untuk berhelat,’ begitu kata mak Khadijah, mertuanya. Kakak 
iparnya, Nursal Sutan Mudo, juga ikut menyemangati. ‘Rancaklah berhelat di 
kampung. Kalaulah nanti akan ada lagi resepsi di Pakan Baru tidak jadi soal. 
Yang di kampung ini perlu benar rasanya dilaksanakan. Bukankah menantu awak 
orang kampung juga meski berbeda kecamatan?’ Begitu kata mamak rumahnya Sutan 
Mudo itu. Syafwal tidak keberatan sama sekali.
 
‘Cuma ada satu permintaan saya, uda,’ kata Syafwal.
 
‘Apa itu?’ taya Sutan Mudo.
 
‘Kalau berhelat di kampung, kita pakai benar cara di kampung. Cara beradat,’ 
katanya.
 
‘Tentulah iya,’ Sutan Mudo menyetujui. ‘Kita rancang betul sebaik-baiknya,’ 
tambahnya.
 
‘Kalau begitu besok malam rapat kita. Kita perbincangkan pelaksanaan helat 
itu,’ usul Syafwal.
 
‘Suai. Biarlah besok saya ajak si Pirin, Rajo Bungsu, mak Muncak, mak Malin ke 
rumah. Gindo ajak pulalah agak berdua bertiga dari tipak bako si Lena. Sesudah 
sembahyang isya kita mulai rapat,’ Sutan Mudo memberi persetujuan.
 
‘Baiklah kalau begitu uda,’ jawab Syafwal Bagindo Sati.
 
                                                                        ***
 
Sesuai rencana, semua yang diundang rapat telah hadir malam itu. Rapat dipimpin 
Sutan Mudo. Karena dia mamak rumah. Dia mamak kandung Lena, puteri Syafwal yang 
akan menikah.
 
‘Begini mah, mak,’ kata Sutan Mudo, seolah memberi laporan kepada mak Muncak 
dan mak Malin. ‘Dari fihak Gindo Sati kan sudah sesuai setentangan kerja besar 
yang akan kita seberangkan ini. Sudah setuju helat si Lena dilaksanakan di 
kampung. Namun ada sebuah permintaan dari fihak Gindo Sati, yakni supaya helat 
ini dikerjakan menurut adat. Ini kan permintaan yang sebenar permintaan. 
Permintaan yang sudah sangat jelas. Kalau kita berhelat di kampung tentu iya 
kita selesaikan dengan cara di kampung. Tapi supaya lebih jelas lagi, itulah 
sebabnya maka pada kesempatan ini kita perundingkan bagaimana tertib 
pelaksanaannya.’
 
‘Kalau begitu sudah betul itu. Apa juga yang akan dirundingkan lagi?’ Mak 
Muncak berkomentar.
 
‘Maksudnya begini, mak. Tolonglah mamak curaikan, rangkaian helat dengan cara 
beradat itu. Sesudah itu tentu ingin pula kita mendengar dari fihak Gindo, 
kalau-kalau ada tukuk tambahnya.’ 
 
‘Kalau yang secara adat di nagari kita ini, menikah di rumah jadi, atau di 
masjid pun bisa. Kita tentukan harinya. Kalau sekiranya di rumah, bisa 
dilaksanakan di sehari sampai atau di hari pelaksanaan ijab kabul. Kalaulah 
akan dilaksanakan di masjid boleh juga sore hari, atau biasa juga dilaksanakan 
orang sesudah sembahyang Jumat. Kalau nikah di rumah, yang biasa dilakukan 
orang, rombongan marapulai datang menjelang maghrib. Marapulai datang dengan 
mamak-mamaknya beserta anak-anak muda yang mengantarkannya. Langsung 
diselesaikan ijab kabul malam itu. Sesudah itu makan minum si pangkal dan si 
alek. Malam itu, malam sampai disebut orang, adalah malam helat marapulai 
dengan kawan-kawannya sesama anak muda, diiringkan pula oleh seorang berdua 
mamak-mamaknya. 
 
Besoknya anak daro di jemput oleh rombongan ibu-ibu dari fihak marapulai. 
Istilahnya pun hari di jemput. Yang datang adalah rombongan perempuan lengkap 
dengan pasumandannya. Anak daro dan marapulai diarak ke rumah mertua. Di 
sebelah petang, rombongan itu diantar kembali ke rumah anak daro. 
 
Lalu malam harinya, marapulai membawa mamak-mamaknya, khusus mamak-mamak saja, 
ke rumah istrinya untuk makan singgang ayam. Maka sudah selesailah helat itu. 
Begitu yang diadatkan di nagari kita ini,’ jawab mak Malin.  
 
‘Bagaimana kira-kira Gindo?’ tanya Sutan Mudo.
 
‘Ambo menurut saja..... Tapi ada satu pertanyaan, mak. Di kota dikerjakan orang 
helat ini dengan acara malam bainai. Apakah itu tidak lazim, mak?’  tanya 
Syafwal.
 
‘Itu boleh-boleh saja. Walaupun tidak semua orang mengerjakan. Maksudnya adalah 
malam menasihati calon anak dara. Datang bako, datang mintuo (istri mamak) 
untuk memandikan calon anak dara dan melekatkan inai. Mereka membawa hadiah 
untuk anak ujung emas, calon anak dara. Malam bainai ini kalau mau dikerjakan 
boleh saja. Biasanya dilakukan semalam sebelum akad nikah. Dan itu adalah 
helatnya ibu-ibu.’
 
‘Lalu..... Bagaimana dengan helat untuk tamu orang kampung, nyiak?’ tanya si 
Pirin.
 
‘Ha... itu urusan kau lah itu,’ jawab mak Muncak.
 
‘Hari Minggu kita jamu tamu undangan, kan begitu Gindo?’ tanya Sutan Mudo 
memastikan.
 
‘Iyalah uda, saya menurut saja,’ jawab Syafwal.
 
‘Tapi ada pula kebiasaannya pak etek, helat hari minggu itu biasanya sampai 
malam,’ Pirin menambahkan.
 
‘Ya iyalah. Kalau masih ada tamu datang tentu kita layani. Ndak masalah kan 
itu?’ jawab Syafwal.
 
‘Dan biasanya, pada malam hari itu yang datang anak-anak muda kampung. Mereka 
minta agak diistimewakan sedikit.’
 
‘Maksudnya?’ tanya Syafwal.
 
‘Kalau bisa disediakanlah minuman untuk mereka. Khusus untuk malam itu,’ usul 
Pirin.
 
‘Sebentar dulu.... Maksudnya bagaimana?’
 
‘Malam orang berhelat itu, sudah seperti tradisi pula di kampung sebagai malam 
hiburan untuk anak-anak muda. Mereka akan datang berombongan mendengarkan 
musik. Begitu biasanya.’
 
‘Musik? Musik apa? Dari tadi kita tidak ada membicarakan musik,’ Syafwal 
terheran-heran.
 
‘Begini, Gindo. Sekarang, dek jaman kemajuan, di kampung ini kalau orang 
berhelat selalu ada hiburan musik. Orgen tunggal, begitu disebut namanya. 
Dipanggil tukang orgen. Yang muda-muda nanti akan menyumbang lagu. Bernyanyi di 
pentas. Kebetulan si Pirin ini pemain orgen tunggal itu,’ Sutan Mudo membantu 
menjelaskan.
 
Syafwal tidak segera menjawab. Dia sudah memperkirakan akan ada pembahasan 
tentang orgen tunggal ini. Justru inilah sebenarnya yang ingin dicegahnya 
dengan usul untuk melaksanakan perhelatan  secara beradat.
 
‘Jadi, bagaimana pendapat Gindo?’ tanya Sutan Mudo.
 
‘Saya tidak setuju, uda,’ jawab Syafwal singkat.
 
‘Maksudnya?’
 
‘Saya tidak setuju ada acara musik orgen tunggal,’ jawab Syafwal tegas.
 
‘Itu tidak mungkin pak etek,’ giliran Pirin mengeluarkan pendapat.
 
‘Kenapa tidak mungkin?’ 
 
‘Saya diundang orang kemana-mana berorgen tunggal. Sekarang giliran di rumah 
bako saya sendiri tidak ada musik. Apa kata orang?’
 
‘Tidak terlalu faham saya maksudnya.’
 
‘Pak etek. Bermain orgen ini pekerjaan saya. Dengan ini saya mencari rejeki. 
Kalau sampai helat si Lena tidak pakai orgen tunggal, kan sama saja namanya pak 
etek menggulingkan periuk nasi saya. Masak pak etek sampai hati?’
 
‘Tapi melaksanakan perhelatan tidak ada kewajiban membuat pertunjukan musik. 
Tidak ada hubungannya itu.’
 
‘Ada hubungannya Gindo.... Sekarang cara seperti itu yang diperbuat orang. 
Tidak ramai helat kalau tidak ada orgen tunggal.’
 
‘Ambo minta maaf, uda. Minta maaf kepada mak Muncak serta mak Malin. Kalau yang 
satu ini sungguh, ambo tidak mau ikut.’
 
‘Apa alasan Gindo?’
 
‘Banyak mudharatnya uda. Sekali lagi mohon maaf mamak-mamak.’
 
‘Mudharat? Apa mudharatnya?’
 
‘Sebemum saya jawab. Tadi si Pirin mengawali dengan permintaan agar untuk 
anak-anak muda di malam hari disediakan minuman. Minuman apa maksudnya?’ tanya 
Syafwal.
 
‘Ya.... Minumanlah pak etek. Tapi kalau pak etek tidak mau menyediakan tidak 
juga jadi masalah. Biarlah mereka urus sendiri urusan minuman itu.’
 
‘Jadi apa yang akan mereka lakukan pada acara itu? Kenapa perlu minuman? Maaf, 
maksudnya minuman ini, minuma keras?’
 
‘Ya... sekedar bir bintang begitulah pak etek. Kan maksudnya untuk sedikit 
bergembira. Malam muda mudi. Malam gembira. Biar mereka berjoged-joged sebagai 
bentuk kegembiraan  di hari istimewa anak dara dan marapulai,’ Pirin merasa 
seperti dapat angin.
 
‘Jawaban saya pasti tidak. Saya tidak setuju dengan acara seperti itu,’ jawab 
Syafwal.
 
‘Begini, Gindo. Maksudnya, kita mengerjakan seperti yang dilazimkan orang 
sekarang. Kalau Gindo tidak setuju dengan menyediakan minuman untuk mereka, 
seperti kata si Pirin, biarlah mereka urus sendiri apa yang merka perlukan. 
Kalau sekedar bermusik-musik itu apa pulalah salahnya.’
 
‘Sangat salah itu, uda. Ambo meminta pelaksaan helat ini secara adat adalah 
untuk menghindarkan hal-hal yang seperti itu. Kalau kita biarkan, kalau ambo 
biarkan berarti ambo menyokong tradisi baru itu. Tradisi baru kata si Pirin. 
Tradisi yang jelas sangat banyak kelirunya. Ambo bukan tidak mendengar uda, di 
acara berorgen tunggal itu biasanya anak-anak muda itu banyak yang sampai 
mabuk. Yang perempuan berjoged dalam keadaan setengah waras, bergoyang dengan 
goyangan yang tidak pantas. Ini bukan budaya kita, uda. Yang berjoged dan yang 
mabuk-mabuk anak kemenakan kita. Ambo tidak setuju membiarkan anak-anak muda 
itu berbuat yang tidak pantas seperti itu.’
 
‘Kalau tidak ada orgen tunggal, tidak akan ada orang datang ke perhelatan, pak 
eetek. Percayalah.’
 
‘Begini Pirin. Hutang kita adalah mengundang. Datang tidak datang terpulang 
kepada yang diundang.’
 
‘Dan helat ini bisa saja diganggu anak-anak muda kalau tidak ada orgen tunggal.’
 
‘Begini sajalah. Urusan orgen tunggal, mohon maaf sebesar-besarnya kepada 
mamak-mamak, kepada uda, biarlah jadi tanggung jawab saya mengatakan tidak. 
Kalau ada yang mengganggu saya serahkan urusannya kepada si Misran di kapolsek. 
’
 
Misran adalah kemenakan sepersukuan Syafwal. komandan polisi di kapolsek.
 
‘Sudahlah. Benar juga yang dikatakan Bagindo Sati. Kita coba mengawali 
meninggalkan musik orgen tunggal itu. Aku sependapat dengan Gindo. Acara 
seperti itu merusak.,’ mak Malin kembali ikut berbicara.
 
‘Rapat apa ini. Rapat tidak sendereh...’ kata Pirin merentak lalu bangkit dari 
duduk dan langsung pergi.
 
Mak Malin dan mak Muncak tersenyum saja melihat. Nursal Sutan Mudo tidak berani 
mempertegaki anaknya itu lagi. Dia terpaksa diam saja.
 
 
                                                                        *****
 Wassalamu'alaikum,
 
Muhammad Dafiq Saib Sutan Lembang Alam
Suku : Koto, Nagari asal : Koto Tuo - Balai Gurah, Bukit Tinggi
Lahir : Zulqaidah 1370H, 
Jatibening - Bekasi


      

-- 
.
Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat 
lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama 
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali serta ingin merubah konfigurasi/settingan 
keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe

-- 
.
Posting yg berasal dari Palanta RantauNet ini, jika dipublikasikan ditempat 
lain wajib mencantumkan sumbernya: ~dari Palanta r...@ntaunet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. Email besar dari 200KB;
  2. Email attachment, tawarkan disini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi pada setiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dalam melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tidak dengan mereply email lama 
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali serta ingin merubah konfigurasi/settingan 
keanggotaan di: http://groups.google.com/group/RantauNet/subscribe

Kirim email ke