Pak Mochtar,
 
Di bawah ini saya teruskan sikap Konsorsium embaharuan Agraria terhadap RUU 
Pengadaan Tanah untuk Pembangunan, yang disiapkan Pemerintah. Setelah ditelaah, 
sifat RUU ini bagaikan ;lalu jarum lalu kulindan', karena di dalamnya memberi 
peluang kepada proyek-proyek swasta, seperti proyek jalan tol, bendungan, pasar 
mosern, pelabuhan, bandara, dan proyek-proyek pembangunan lainnya yang telah, 
sedang, atau akan diswastakan.
 
Sesuai dengan perlindungan atas `tanah ulayat merupakan salah satu tema SKM GM 
2010 kita, saya sarankan pak Mochtar menyiapkan Pernyataan Gebu Minang Menolak 
RUU Pengadaan Tanah untuk Pembangunan ini, yang nanti akan kita ajukan kepada 
Dewan Eksekutif Gebu Minang. Jika perlu kita undang pengurus konsorsium 
tersebut.
Terima kasih.


Wassalam,
Saafroedin Bahar Soetan Madjolelo
(Laki-laki, Tanjung, masuk 74 th, Jakarta) 
Taqdir di tangan Allah, nasib di tangan kita.

 
 
11 Ancaman RUU Pengadaan Tanah untuk Pembangunan 
 
Berita Terkait

§  Ratusan Petani Demo Istana, Tolak RUU Pengadaan Tanah
§  RUU Pengadaan Tanah Dinilai Represif
§  RUU Pengadaan Tanah Untuk Pembangunan Ditolak Kelompok LSM
§  Regulasi Penguasaan Tanah Belum Adil
§  Ekspansi Lahan, Sumber Konflik Agraria
Komhukum (Jakarta) - Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menyatakan sedikitnya 
ada 11 ancaman dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengadaan Tanah untuk 
Pembangunan. Pernyataan tersebut diutarakan Sekretaris Jenderal KPA, Idham 
Arsyad.

Kesebelas ancaman itu diantaranya, pertama, RUU Pengadaan Tanah untuk 
Pembangunan tidak merujuk pada konstitusi. Bertentangan dengan pasal-pasal 
penting UUD 1945, Undang-Undang No.26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, UU 
No.14 tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi, dan UU No.21 tahun 1961 tentang 
Pencabutan Hak atas Tanah.

Dalam UUD 1945 pasal 18 b ayat 2 disebutkan bahwa negara mengakui dan 
menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak-hak 
tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat 
serta prinsip NKRI yang diatur dalam UU. Menurut Idham, dalam RUU Pengadaan 
Tanah, hal tersebut tidak diatur.

Kedua, definisi kepentingan umum tidak diatur dengan jelas di RUU tersebut. 
Dengan begitu pihak penguasa dan pengusaha yang berkepentingan, akan dengan 
mudah mendapatkan tanah rakyat yang murah dan cepat.

“Ada ruang ‘persengkongkolan jahat’ antara pengusaha dengan penguasa. Ada 
‘ruang baru’ bagi berlangsungnya korupsi perencanaan dan pengadaan tanah yang 
diakomodir dalam RUU Pengadaan Tanah ini,” tandasnya.

Ketiga, RUU tersebut dapat menggusur tanah rakyat secara legal. Fakta yang ada 
di lapangan saat ini, masih banyak tanah-tanah rakyat yang tidak dilindungi 
dokumen hukum, seperti sertifikat hak kepemilikan tanah. 

Data BPN-RI tahun 2008 menunjukan bahwa tanah rakyat bersertifikat baru sekitar 
39 juta bidang dari 85 juta bidang tanah rakyat.
Keempat, akan menambah konflik agraria. Sepanjang tahun 2010, sedikitnya ada 
106 konflik agraria.
Sehingga jika RUU ini disahkan menjadi undang-undang, konflik agraria tentu 
akan semakin marak terjadi.

Kelima, menambah jumlah petani kecil dan petani tak bertanah. Menurutnya, 
sekitar 85% petani di Indonesia adalah petani gurem dan tidak memiliki tanah. 
Sedangkan ada sekitar 531 perusahaan yang menguasai dan mengelola tanah seluas 
34 juta hektar. 

Keenam, sejumlah pasal dalam RUU ini memungkinkan negara abai terhadap 
penegakan, perlindungan, dan penghormatan atas hak asasi warga negara yang 
tanahnya terkena proyek pembangunan. Pasal tata cara ganti rugi, misalnnya. 
Idham berpendapat pasal ini terlalu menguntungkan pengusaha. Posisi rakyat 
semakin lemah ketika tanahnya telah ditetapkan sebagai objek kawasan 
pembangunan untuk kepentingan umum.

Ketujuh, ada kepentingan swasta yang dibalut dengan kepentingan umum. Seperti 
proyek jalan tol, bendungan, pasar modern, pelabuhan, bandara, dan 
proyek-proyek pembangunan lainnya. Semua dikemas sedemikian rupa agar 
seolah-olah untuk kepentingan umum. Sehingga masyarakat diwajibkan menyerahkan 
tanahnya untuk pembangunan proyek-proyek swasta tersebut.

Kedelapan, tidak ada mekanisme perlindungan korban bagi masyarakat yang tanah 
dan bangunan rumahnya akan digusur untuk pembangunan jalan serta proyek-proyek 
lainnya. 

“Jika pemerintah telah menetapkan sebagai objek area pembangunan. Sama sekali 
tidak ada satu mekanisme perlindungan bagi mereka yang disebut korban. Semua 
akan digusur dan masyarakat pemilik tanah wajib menyerahkannya,” tegasnya.

Kesembilan, sarat kepentingan asing. Telah ditemukan beberapa dokumen yang 
menyebutkan bahwa RUU ini didorong oleh Asian Development Bank (ADB), Bank 
Dunia, dan Japan Bank for International Cooperation (JBIC). Tiga lembaga 
kreditor itulah yang memainkan peran kunci untuk mengarahkan kebijakan 
pembangunan infrastruktur yang bercorak pasar di Indonesia.  

Kesepuluh, mengkhianati fungsi sosial tanah sebagaimana diatur dalam 
Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) No.5 tahun 1960. Dalam UUPA, fungsi sosial 
tanah bukan sekadar menjadi dasar legalitas pengambilan tanah privat oleh 
negara untuk kepentingan publik. Namun lebih mendasar lagi, harus dimaknai 
sebagai jaminan penggunaan dan pengadaan tanah untuk kemakmuran rakyat. Serta 
menghindari praktik-praktik penghisapan rakyat golongan lemah oleh kelompok 
lain.

Kesebelas, RUU ini hadir di tengah ketiadaan peta perencanaan pengunaan tanah 
nasional. Dengan ketiadaan tersebut, mengakibatkan terjadinya kompetisi dan 
konflik penggunaan ruang dengan tanah sebagai basis utamanya. Turunan dari 
persoalan ini telah mengakibatkan meledaknya konflik seperti penggusuran dan 
penyerobotan tanah.

Secara umum, kata Idham Arsyad, RUU ini tidak memenuhi syarat filosofis, 
yuridis, sosial, ekonomi, dan budaya untuk dijadikan sebagai undang-undang. 
Karena itu, mereka yang tergabung dalam Koalisi Anti Perampasan Tanah meminta 
pansus untuk tidak melanjutkan pembahasan RUU Pengadaan Tanah untuk Pembangunan 
tersebut. (K-1/Prima) 
 
 


      

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/web/peraturan-rantaunet
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/

Kirim email ke