Rabu, 11 Mei 2011 | 18:51 WIB

TEMPO Interaktif, Padang - Suatu hari, Haji Yuskal, produser dan pemilik studio 
rekaman Sinar Padang Record, Padang, Sumatera Barat, terenyak saat menemukan 
beberapa album lagu Minang yang diproduksinya dijual di lapak kaki lima di 
Kuala Lumpur, Malaysia. Sampulya sama dan dicetak lebih bagus serta dibungkus 
dengan kotak VCD yang lebih tebal, namun logo Sinar Padang Record diganti 
dengan gambar kucing.Yuskal kemudian bergegas naik taksi menuju alamat label 
rekaman yang tertulis di album Minang bajakan itu. Namun yang ketemu hanya Ruko 
dan kedai kecil yang pemiliknya tidak tahu menahu dengan reproduksi album 
Minang yang dibajak itu. 

“Tiga tempat di alamat yang tertulis itu saya datangi, namun tidak ada apa-apa, 
itu pembajakan,” kata Yuskal. “Banyak lagu-lagu Minang yang dibajak di 
Malaysia, namun saya saat itu tidak bisa berbuat apa-apa, karena bukan warga 
negara sana.” 

Selain lagu Minang produksi Sinar Padang, juga banyak lagu Minang lainnya yang 
dibajak di Malaysia.“Yang paling banyak itu lagu Gamad, Rabab, dan lagu artis 
top Minang seperti Susi, Yan Juned, Anroy dan Zalmon,” Yuskal menceritakan. 
Menurut Yuskal, di Malaysia banyak perantau Minang yang menjadi pembeli 
potensial lagu Minang.

“Hanya pernah satu kali orang Malaysia meminta izin mencetak delapan album yang 
saya produksi. Saya jual Rp7,5 juta per album, dari pada tidak dapat-apa-apa, 
hanya itu yang seizin saya, selebihnya dibajak,” kata Yuskal.

Menurut Suryadi, Dosen dan peneliti di Jurusan 

Asia Tenggara dan Oseania, Universitas Leiden, Belanda, banyak lagu Minang yang 
dibajak secara resmi di Malaysia. “

Ada kira-kira selusin perusahaan rekaman di negara jiran itu, umumnya berlokasi 
di Kuala Lumpur dan Malaka yang mereproduksi album-album pop Minang,” kata 
Suryadi yang kini sedang menulis disertasi mengenai industri rekaman Sumatera 
Barat.

Suryadi mengatakan, banyak kaset dan VCD pop Minang diproduksi di Malaysia 
karena pasarnya cukup menjanjikan. Lagi pula, dari segi biaya, jauh lebih murah 
mereproduksi kaset-kaset dan VCD Minang di Malaysia ketimbang dengan cara 
mengimpornya dari Sumatra Barat, karena kalau diimpor pasti pajaknya cukup 
tinggi, dan dengan demikian harganya bisa lebih mahal dan kurang terjangkau 
oleh konsumen yang rata-rata orang biasa.

“Satu keping VCD Minang yang asli yang direproduksi oleh perusahaan-perushaan 
rekaman Malaysia dijual sekitar 15 Ringgit, konsumennya yang potensial tentu 
para perantau Minang yang ada di Malaysia atau mereka yang keturunan Minang,” 
kata Suryadi dalam wawancara melalui email. 

Menurut data kasar, Suryadi menambahkan, lebih dari 200.000 perantau Minang di 
Malaysia, dan ada lebih dari 2, 5 juta penduduk Malaysia yang keturunan Minang, 
khususnya di Negeri Sembilan. Potensi inilah yang digarap oleh perusahaan 
rekaman Malaysia dengan memproduksi kaset-kaset dan VCD pop Minang. Pusat 
penjualan kaset dan VCD pop Minang adalah di distrik Chow Kit, Kuala Lumpur.

Selain menghadapi pembajakan dari Negeri Jiran, produser lagu Minang juga 
menghadapi ganasnya pembajakan di negeri sendiri. Begitu ada album baru 
diluncurkan, tiga hari kemudian dikaki lima sudah keluar bajakannya di kaki 
lima Pasar Raya Padang.

VCD dibajak dengan CD kosong dan sampulnya dicetak berwarna. Album bajakan itu 
dijual murah, Rp 5 ribu per keping. Padahal VCD asli juga tidak terlalu mahal, 
VCD paket ekonomis tanpa kotak Rp10 ribu, sedangkan yang menggunakan kotak Rp 
15 ribu. “Namun orang dari kampung yang beli tidak bisa membedakan mana yang 
asli dan palsu,” ujar Yuskal.

Agusli Taher, produser dari Pitunang Record di Padang, mengatakan, lagu Minang 
menjadi sasaran empuk pembajak. “Kalau nggak dibajak, mungkin sudah pada kaya,” 
kata Agusli. “Saya dulu bikin album 

Bukit Lantiak, itu kita cetak 5 ribu, pembajak cetak 30 ribu.”

Untuk mengatasi pembajakan, para produser dan pemilik studio kemudian 
mendirikan Asrindo (Asosiasi Industri Rekaman Indonesia), yang berpusat di 
Padang. Tujuan organisasi ini untuk memberantas maraknya pembajakan terhadap 
lagu-lagu Minang.

Menurut Agusli, yang juga menjadi Sekretaris Asrindo, beberapa tahun lalu 
Asrindo pernah melakukan razia di Pekanbaru, pembajaknya ternyata punya ruko 
lantai tiga. “Di tempat itu sudah ada 50 judul album lagu minang dibajak, ada 
ratusan VCD dan kaset bajakan lagu Minang yang siap diedarkan. Pembajakan ini 
biasanya dibajak di Jakarta, sebagian di Pekanbaru,” Agusli menjelaskan.

Razia juga kerap dilakukan Asrindo bersama polisi ke pelosok Sumatera Barat. 
“Kalau dikumpulkan VCD yang kami sita sudah satu truk, kami minta pemerintah 
serius memberantas pembajakan, kalau tidak industri rekaman akan gulung tikar,” 
kata Yuskal. Dari catatan Asrindo, saat ini terdapat 26 produser di Sumatera 
Barat, menyusut dari jumlah sebelumnya yang mencapai 33 produser.

FEBRIANTI


Wassalam
Nofend | 34+ | Cikasel

Sent from Pinggiran JABODETABEK®

-- 
.
* Posting yg berasal dari Palanta RantauNet, dipublikasikan di tempat lain 
wajib mencantumkan sumber: ~dari Palanta R@ntauNet 
http://groups.google.com/group/RantauNet/~
* Isi email, menjadi tanggung jawab pengirim email.
===========================================================
UNTUK DIPERHATIKAN, melanggar akan dimoderasi:
- DILARANG:
  1. E-mail besar dari 200KB;
  2. E-mail attachment, tawarkan di sini & kirim melalui jalur pribadi; 
  3. One Liner.
- Anggota WAJIB mematuhi peraturan serta mengirim biodata! Lihat di: 
http://forum.rantaunet.org/showthread.php?tid=1
- Tulis Nama, Umur & Lokasi disetiap posting
- Hapus footer & seluruh bagian tdk perlu dlm melakukan reply
- Untuk topik/subjek baru buat email baru, tdk mereply email lama & mengganti 
subjeknya.
===========================================================
Berhenti, bergabung kembali, mengubah konfigurasi/setting keanggotaan di: 
http://groups.google.com/group/RantauNet/

Kirim email ke