+++: Menyimak diskusi ttg ibukota negara dan terakhir pertanyaan BTS ttg batasan ibukota, seingat saya ibukota negara adalah kota yg difungsikan sebagai lokasi fungsi pemerintah negara beserta perwakilan negara sahabat. >>>: Kalau posting/ topik anda ini berdiri sendiri dan samasekali tak berkait >>>dengan serial diskusi terakhir kita……terlebih dikaitkan dengan lingkup >>>bidang tugas penanganan anda…. saya dapat sepenuhnya mengerti posting anda….. Tapi kalau anda mengaitkan dan merefer posting mas BTS dibwh ini dan katakan ”pertanyaan BTS tentang batasan ibukota”….. kita bisa periksa bersama …. Mas BTS samasekali tidak sedang bertanya tentang “batasan ibukota” …….. Apa yg ditulisnya adalah…. “Diskusi tentang aglomerasi "Jakarta" haruslah jelas batasannya (definisinya) . Jakarta yang mana?”…… dimana itupun merupakan tanggapan atas posting saya lbh dibawah lagi ini …… yg mana pula…. Utk itu saya juga sudh sampaikan tgp balik saya yg katakan bahwa …. Saya tidak sedang diskusikan masalah ‘aglomerasi jkt’.. tapi lbh ttg ‘cara pandang migran dan investor atas Jkt’ (silahkan periksa posting dibawah)…….. +++Ini merupakan pembatasan yang menarik untuk didiskusikan seluas apa wilayah tersebut, kayaknya sih DKI Jakarta saja, atau mungkin jakpus? Jadi kita dapat mengerti fenomena dari Putra Jaya, Malaysia; Canberra australia; Washington di Amerika; dll. >>>: Sedikit berbeda… Menurut pendapat saya … ini adalah wacana yg hanya >>>menarik utk didiskusikan didalam ruang istana pendidikan planologi yg >>>dipagari rapat dan steril dari kemiskinan, ketertinggalan dan kebodohan…. >>>Dan masih cocok juga didiskusikan dibalik tembok ruang2 diskusi dept PU >>>dengan pintu dikunci rapat dimana dapat dipastikan rakyat miskin dan rakyat >>>daerah tertinggal tidak akan dengar…… Kalau ini didiskusikan dimilis terbuka seperti ‘referensi’ ini… dimana pesertanya tak hanya dari istana pendidikan planologi dan istana teknokrasi ….. namun juga dari rakyat jelata seperti saya…. Ini saya khawatirkan sama saja dengan mengundang kejengkelan dan kemarahan rakyat miskin saja yg kebetulan menjadi peserta mailinglist ini…..… yg merasa ide diskusi spt itu samasekali tidak peka…….
+++: Satu hal lagi, pertimbangan suatu kota menjadi ibukota negara bukan hanya didasarkan pertimbangan teknis ilmiah (teknis atau/dan keuangan) tetapi paling kental adalah pertimbangan politik. >>>: dan juga perlu didasarkan pada pertimbangan ‘perasaan dari rakyat miskin’ >>>yg tak kurang jumlahnya (pasti lebih) dari sebanyak 38% atau 90 juta >>>jiwa……. Sebab kalau tidak .. itu namanya adalah diskusi ibukota negara >>>dengan (maaf) kurang perasaan ….. ialah kurang perasaan “bernegara” yang >>>tebal dan adil…… kurang rasa kebangsaan yg tinggi…...kurang perasaan >>>“ber-penanggulangan kemiskinan”….dan maaf… banyak lainnya….. Pengetahuan pandang antar negara pada dasarnya amatlah sangat transparan….. Indonesia dan AS misalnya adalah kapan saja sama2 saling tahu warna celana dalam masing2….. Kalaupun wajah ibukota negara kita mau dibedaki setebal apapun.. atau mau diberi gincu semerah apapun…… tetap saja seluruh negara lain didunia tahu kita itu aslinya siapa …. Ialah negara yang sok ingin cantik diwajahnya... tapi seperti lupa kalau betisnya masih penuh borok dan nanah, kukunya panjang dan hitam jarang dipotong….………. +++: Saya setuju kita berdiskusi secara teknokrasi sebagai bagian dari penajaman2 yang diperlukan sebelum diputuskan dalam forum politik. >>>: Saya juga setuju kalau itu dibahasnya dibalik tembok ruang diskusi Dep PU >>>yg tertutup… atau dihotel lain mana yg tertutup pula…. Tetapi saya kira >>>samasekali tidak akan cocok utk didiskusikan dimilis terbuka dan merakyat >>>seperti ini….. Terimakasih atas perkenan berdiskusi dan salam, aby sebuah posting pada Kamis 25 Desember 2008 6:35 AM menulis : Referensi Netters, Menyimak diskusi ttg ibukota negara dan terakhir pertanyaan BTS ttg batasan ibukota, seingat saya ibukota negara adalah kota yg difungsikan sebagai lokasi fungsi pemerintah negara beserta perwakilan negara sahabat. Ini merupakan pembatasan yang menarik untuk didiskusikan seluas apa wilayah tersebut, kayaknya sih DKI Jakarta saja, atau mungkin jakpus? Jadi kita dapat mengerti fenomena dari Putra Jaya, Malaysia; Canberra australia; Washington di Amerika; dll. Satu hal lagi, pertimbangan suatu kota menjadi ibukota negara bukan hanya didasarkan pertimbangan teknis ilmiah (teknis atau/dan keuangan) tetapi paling kental adalah pertimbangan politik. Saya setuju kita berdiskusi secara teknokrasi sebagai bagian dari penajaman2 yang diperlukan sebelum diputuskan dalam forum politik. Salam, --- Pada Sel, 23/12/08, Bambang Tata Samiadji <btsamia...@yahoo. com> menulis: > Dari: Bambang Tata Samiadji <btsamia...@yahoo. com> > Topik: Re: [referensi] Re: Cara Migran dan Investor Memandang Jkt > Kepada: refere...@yahoogrou ps.com > Tanggal: Selasa, 23 Desember, 2008, 6:03 PM > Ysh Pak Aby dan milister lainnya. > > Diskusi tentang aglomerasi "Jakarta" haruslah > jelas batasannya (definisinya) . Jakarta yang mana? Kalau > Jakarta yang dimaksud adalah DKI Jakarta yang berbatas > administrasi, maka urbanisasi sudah sangat rendah dan bahkan > antara in-migrasi dan out-migrasi diduga sudah negatif. > Jakarta administratif juga sudah sangat sedikit dan sudah > tak menarik bagi industri manufaktur. > > "....Jkt adalah pusat investasi, pusat perdagangan, > jasa dan industri’……. Betulkah? Kalau investasi jangka > pendek yang di BEJ itu betul, tapi real investment itu > adanya di Bobotatabekbek. Pusat Perdagangan? Nanti dulu, > berapa nilai transaksi di Jakarta dan Bobotatabekbek? Bisa > jadi transaksi di Jakarta itself itu lebih kecil lho. Saya > belum punya data. Pusat jasa? Itu betul. Tapi kalau Pusat > Industri...rasanya salah ya. Pusatnya ada di Bobotatabekbek. > > Polemik pemindahan Ibukota untuk mengurangi intensitas > Jakarta dengan meng-counter di lokasi lain, sampai kapanpun > nggak akan ketemu. Soalnya ada perbedaan pandangan yang > bertolak belakang sih. Yang setuju pindah punya anggapan > bahwa fungsi pemerintahan keibukotaan itu dianggap manjur > untuk menarik aktivitas ekonomi (begitu menurut kronologis > sejarah), sementara yang kontra itu menganggap sebaliknya > dengan bukti-bukti empirik pemindahan ibukota di Indonesia > maupun negara-negara lain. > > Kembali soal Jakarta...Jakarta yang mana? Apakah DKI > Jakarta? Apakah "Greater Jakarta" (termasuk > periphery DKI Jakarta)? Apakah Metropolitan Jakarta > (Jabodetabek, kota-kotanya saja tidak termasuk > kabupatennya) ? Ataukah Megapolitan Jakarta (The giant of > Jakarta, yang mencakup Jabobotatadebekbek- jur). Jadi perlu > jelas karena umplikasi analisisnya juga akan berbeda. > > Thanks. CU. BTS. > > --- On Tue, 12/23/08, hengky abiyoso > <watashi...@yahoo. com> wrote: > > From: hengky abiyoso <watashi...@yahoo. com> > Subject: [referensi] Re: Cara Migran dan Investor Memandang > Jkt > To: refere...@yahoogrou ps.com > Cc: pl...@yahoogroups. com > Date: Tuesday, December 23, 2008, 10:09 AM > > Belum lama muncul lagi dan muncul lagi diskusi pemindahan > ibukota RI….. > Cara memandang dominansi dan problema Jkt ada bermacam2…. > banyak yg melihatnya krn Jkt adalah ibukota RI atau pusat > pemerintahan… .. Itu tak sepenuhnya salah tapi juga tak > sepenuhnya benar…… > > Pada awal2 kemerdekaan RI ketika Indonesia masih sangat > agraris…..dan ketika Jkt masih berpenduduk krg dari 1 > juta jiwa… yg itu artinya industrialisasi di Jkt dpt > dikatakan sbg belum lahir dan trade di Jkt masih gitu2 > aja…. Jelas bahwa motivasi migran utk mendekati Jkt adalah > lebih karena pertimbangan “Jkt adalah ibukota/ pusat > pemerintahan” ….. > Walau tanpa bukti penelitian .. tapi diperkirakan status > mayoritas migran kala itu lebih ‘terpelajar’… > artinya belum muncul motivasi mayoritas migrasi ke Jkt utk > tujuan sektor informal…… > Tujuan bersekolah dan bercita2 sebagai pegawe kantoran > departemen di Jkt spt lebih dominan….. pindah berdagang ke > Jkt belum banyak menjadi tujuan… kerja dipabrik belum > masuk kepikiran…… kerja bangunan belum terpatri > diingatan……. > Itu sebabnya angka migrasi masih sangat amat rendah (sampai > 1980 proporsi penduduk urban masih sekitar 17.7%)...... .. > > Kini proporsi penduduk urban kita sudah 50%..... yg itu > artinya dari sekitar 235 juta jiwa penduduk nasional > kita….. sebanyak 115-an juta jiwa telah meninggalkan > pekerjaan diladang, kolam atau perahu nelayan (spt kisah > Rokhmin Dahuri) dan mengalir menuju perkotaan… baik kota > kecamatan, kota kabupaten kota madya atau metropolitan…… > > Itu artinya…. Profesi/ sumber penghidupan masyarakat kita > telah sebanyak 50% tidak lagi dikais diatas tanah ladang/ > kolam ikan/ perahu nelayan tradisional…. . tetapi adalah > bersumber dari perekonomian perkotaan… seperti industri, > jasa, trade, konstruksi, sektor informal…dsb… dimana > seiring ‘kemajuan zaman’ variasi kesempatan kerjapun > semakin meluas pula…...… > Ketika sampai 1960 nyaris tak ada motivasi migrasi menjadi > artis penyanyi, pemain film atau sinetron, sales > representatif atau pekerja bangunan ‘diproyek’ > misalnya…. Semenjak diatas tahun 2000…. Bahkan profesi > menjadi disc jokey, joki three in one maupun penjual > pulsapun telah muncul pula………… > Pertimbangan migrasi manusia menuju Jkt setelah tahun > 2000 jelas amat berbeda dengan masa pra 1970 dan 1960….. > > Sementara itu pertimbangan pemilihan lokasi investasi > utamanya PMA (sebagai leading industries) utk industri > manufaktur…… utk bbrp aspek hampir sama seperti motivasi > migran pra 1960….. ialah bahwa Jkt adalah ibukota RI… yg > adalah juga kota primat…… Pertimbangan lain adalah bahwa > Jkt adalah yg paling siap infrastrukturnya seperti > infrastruktur kota sebagai tempat tinggal kaum > ekspatriat…. Korps diplomatik yg jelas akan membantu > kelancaran urusan bisnis PMA…. pelabuhan laut dan > pelabuhan udara sebagai infrastruktur angkutan impor ekspor > dan mobilitas……… ‘konsumen perkotaan’ sbg > sasaran pasaran produk manufaktur maupun jasa perkotaan > tingkat tinggipun paling tersedia diJkt…….. > Selanjutnya terjadi proses aglomerasi (kecenderungan > memusat) yang semakin dahsyat dari berbagai investasi, > juga kecenderungan memusat dari SDM karena keuntungan skala > dan jarak…… yang semuanya itu sebenarnya semakin jauh > dari pertimbangan bahwa ‘Jkt adalah ibukota RI’…. > Tetapi lebih karena > ‘Jkt adalah pusat investasi, pusat perdagangan, jasa dan > industri’……. > Disinilah sekitar asumsi pandangan awam bahkan banyak > masyarakat planologi juga masih keder ….. bahwa mereka > percaya…. mengurai masalah Jkt adalah dengan > “memindahkan ibukota/ pusat pemerintahan” sbg sebuah > jalan keluarnya….. dan bukan mengintervensi > overkonsentrasi industri manufakturnya. ..... Maklumlah .... > mitos bahwa planning adalah 'fisik' masih tumbuh > subur..... > > Salam, > aby