Pak Jehan dan milister ysh, +++: Bapak/ibu yang baik, Kiranya berita di atas bak angin segar. >>>: Maaf pak Jehan….. untuk anda, utk Menpera serta utk bbrp pihak lainnya >>>spt kontraktor Perumnas dsb…. Mungkin saja itu menjadi ‘berita angin >>>segar’….. tapi untuk sementara masyarakat planologi maaf….. itu masih belum >>>tentu lho pak…… Bukannya jawaban saya ini sekedar mau “asalkan beda” saja….. tapi concern dari masyarakat planologi (mayoritas milisters referensi) saya kira adalah tak hanya “perumahan” (housing) saja…… namun juga “pekerjaan”(job) …… transportasi…..distribusi sistem dan size kota….. wilayah tertinggal/ ketimpangan wilayah…. dsb…. sesuatu yg boleh jadi pihak anda boleh “tak usah mau tahu menahu” ttg hal2 tsb….. Dan sementara itu untuk masalah “housing” …… masyarakat planologi juga saya kira tak hanya sekedar peduli/ tak peduli “berapa banyak tower (what) yg dibangun”……. Namun yg adalah juga sama pentingnya adalah ttg masalah “dimana” (where) towers itu akan dibangun (juga ttg proporsinya Jawa-luar Jawa, KBI/KTI) …. atau “bgmn” (how) towers itu akan didistribusikan diseluruh wilayah RI dari sabang sampai merauke?……… maupun juga ”siapa” (who) para penghuni utamanya nanti…. Spt ttg bisakah dipastikan sebanyak2 the low income bisa tak hanya menyewa namun bahkan bisa membeli?…… dsb.... Jadi sekedar pengertian relatip “keberhasilan pembangunan 1.000 tower” atau 10.000 tower sekalipun tak serta merta pasti secara otomatis akan menggembirakan hati semua planners……….. +++: Inilah yang saya maksud sebelumnya dengan contoh upaya yang perlu dilakukan untuk mengutamakan pemanfaatan tanah. >>>: concern pihak anda mungkin saja demikian…. Tapi concern masyarakat >>>perencanaan mungkin juga tidak sesederhana itu…… concern tentang “where”nya >>>pemanfaatan tanah itu saja saya kira demikian amat sangat kuatnya…. bahkan >>>bisa dipandang oleh masyarakat planologi sebagai “sama pentingnya” dengan >>>“what for”nya pemanfaatan tanah…… belum lagi ttg pertanyaan “who those are >>>for”nya dari realisasi pemanfaatan tanah itu……… +++: Namun diskusi (di milis referensi)terdahulu ternyata lebih berkembang ke ranah hukum tanah, prosedur perijinan, dll. >>>: moderator milis ini saya kira terlampau amat pemurah dan terlampau baik >>>hati… sehingga nyaris apa saja topik diskusi masih diizinkan untuk masuk…. >>>Bahkan iklan jualanpun cukup hanya ditegur secara halus saja……. Tetapi >>>tentang yg anda sebutkan diatas….. sepanjang itu masih berkait dengan >>>masalah penataan ruang… saya kira itu tetap bermanfaat…….. karena milister >>>disini anda tahu tentu beragam….. dari mulai profesor dan S5 sampai dengan >>>mahasiswa…… +++: Inti masalahnya kan, bagaimana merealisasikan rencana? Termasuk realisasi rencana tata ruang, rencana pembangunan kota, rencana perumahan dan rencana tata bangunan? Jadi mengapa kita harus banyak bicara hukum tanah dan prosedur perijinan pulak jadinya? Bukankah yang diperlukan itu aksi bersama? >>>: Untuk tidak terkesan asal menyangkal saja….. saya harus akui banyak >>>kebenaran yg tersirat didalam posting anda dan khususnya pada paragraf anda >>>ini…….. Sementara itu ttg tanggapan utk paragraf2 anda selanjutnya……… Memang sepertinya milis ini bukan semata2 harus bicara tentang planologi saja (terus)….. dan seperti kita lihat bersama…. Berbagai macam topik dari sektor/ bidang2 lainpun juga masuk pula dan dibahas disini…… namun untuk pembahasan yang lebih amat mendalam tentang masalah2 “bukan planologi”… tentu seyogyanya berlaku adab “spesialisasi”…. Seperti bahwa mungkin saja ttg masalah “perumahan” itu dapat dibahas lebih sangat mendalam pada milis “perumahan” atau “pemukiman” atau “perkotaan” misalnya……… atau masalah korupsi, kebudayaan, iptek dsb. juga mungkin lebih tepat dibahas secara mendalam pada milis lain yg lebih spesifik…… dimana para peminat utamanya mungkin akan sangat merasa tepat membahas masalah tsb sejadi2nya….. atau sebaliknya… milis-milis yg saya sebut belakangan baru saja…. Dapat saja juga tidak terlampau berminat pada pembahasan planologi yang lebih mendalam, utamanya yg menyangkut masalah teknologi ekonomi ruang atau sosiologi ruang………… tetapi memang bukan tidak mungkin ada “topik2” yang mempunyai “pijakan ganda”… seperti ke planologi oke….. kebidang lainpun oke pula……… Salam, aby
--- On Wed, 1/21/09, Jehan Siregar <jehansire...@yahoo.com> wrote: From: Jehan Siregar <jehansire...@yahoo.com> Subject: [referensi] Perumnas Kelola 800 Hektar Lahan BUMN To: referensi@yahoogroups.com, "Habitat_Indonesia" <habitat_indone...@yahoogroups.com>, forumpermuki...@yahoogroups.com Date: Wednesday, January 21, 2009, 4:23 PM Perumnas Kelola 800 Hektar Lahan BUMN Rabu, 21 Januari 2009 | 02:03 WIB Jakarta, Kompas - Seluas 800 hektar lahan milik 120 badan usaha milik negara akan dikelola Perum Perumnas. Di lahan tersebut akan dibangun rumah susun sederhana milik dan rumah susun sederhana sewa. Menurut Direktur Utama Perum Perumnas Arief Himawan, pembangunan perumahan di lahan milik BUMN itu menggunakan dua pola. ”Pertama, dibayar (dibeli) oleh Perumnas. Kedua, dilakukan kerja sama dengan BUMN di mana tanah tetap dimiliki BUMN, dan Perumnas yang membangunnya. Tadi dibicarakan dengan empat BUMN, yaitu Angkasa Pura I, Perum Kereta Api Indonesia (KAI), PT PLN, dan Perum Bulog,” ujar Himawan seusai rapat koordinasi dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla di Istana Wakil Presiden di Jakarta , Selasa (20/1). Rapat koordinasi itu juga diikuti Menteri Negara Perumahan Rakyat Muhammad Yusuf Asy’ary, Menneg BUMN Sofyan A Djalil, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo, dan Ketua Umum Real Estate Indonesia (REI) Teguh Satria. Hingga 2011, pemerintah menargetkan membangun 1.000 menara rumah susun sederhana milik (rusunami) dan rumah susun sederhana sewa (rusunawa). Namun, kata Yusuf Asy’ary, untuk mewujudkan itu tidak mudah. Butuh koordinasi dan komitmen bersama. ”Jadi, program 1.000 tower merupakan proses pembelajaran bagi kita semua, mulai dari pemerintah pusat, daerah, pengembang, masyarakat, termasuk juga kalangan akademisi dan asosiasi profesi. Ini agar di masa datang, program tersebut bisa berjalan dengan baik,” katanya. Pengajuan surat minat Yusuf Asy’ary menyatakan, hingga kini sudah ada 552 pengajuan surat minat dari pengembang untuk membangun rusunami di seluruh Indonesia , terbanyak untuk DKI Jakarta. Adapun untuk kawasan Bogor, Tangerang, dan Bekasi 53 pengajuan, Surabaya 31 pengajuan, Bandung 36 pengajuan, Batam 60 pengajuan, dan kota-kota lainnya masing-masing 10 surat pengajuan. Di wilayah DKI Jakarta sudah ada surat izin untuk 43 menara, yang akan dibangun di enam lokasi. Wapres Jusuf Kalla menyatakan, hingga saat ini baru dibangun 36.000 unit rusunawa, dari target 60.000 unit. ”Adapun tower-nya akan dicapai bertahap. Sampai tahun 2009 akan selesai dibangun 100 tower lagi, meskipun targetnya hanya 25 tower. Ini berarti akan tercapai 200 persen,” katanya. (har) ------------ --------- --------- --- Jehan: Bapak/ibu yang baik, Kiranya berita di atas bak angin segar. Inilah yang saya maksud sebelumnya dengan contoh upaya yang perlu dilakukan untuk mengutamakan pemanfaatan tanah. Namun diskusi (di milis referensi)terdahulu ternyata lebih berkembang ke ranah hukum tanah, prosedur perijinan, dll. Inti masalahnya kan, bagaimana merealisasikan rencana? Termasuk realisasi rencana tata ruang, rencana pembangunan kota, rencana perumahan dan rencana tata bangunan? Jadi mengapa kita harus banyak bicara hukum tanah dan prosedur perijinan pulak jadinya? Bukankah yang diperlukan itu aksi bersama? Menurut saya ada dua agenda aksi yang diperlukan, yaitu aksi di tataran kebijakan dan kelembagaan. Di tataran kebijakan, perlu dizoom-out dulu, siapa sebenarnya yang leading dalam pengembangan kawasan? Ketidakjelasan pilihan kebijakan inilah yang terjadi selama ini, sehingga masalah melebar ke mana-mana seperti masalah status tanah, ijin lokasi, ketidak jelasan pusat-daerah, kredit macet, spekulasi, dlsb (seperti diskusi di referensi). Pertama, upaya di atas perlu dipandang sebagai penguatan sektor publik, dengan menempatkan Perumnas sebagai leader dalam suatu skema pengembangan kawasan skala besar. Jadi perlu ada aksi afirmatif dari para pihak untuk mengarahkan pilihan kebijakan kepada penguatan peran Perumnas. Kedua, seiring penguatan pilihan kebijakan, perlu dilakukan pengembangan sistem kelembagaan. Pertama, dengan meningkatkan akuntabilitas Perumnas sebagai perusahaan publik. Kedua, meningkatkan dan diversifikasi kemampuannya selain pengembang perumahan, seperti ke arah pengelola kawasan, pengembang kawasan industri manufaktur, kawasan industri kecil, kawasan muka air, dlsb. Ketiga, pengembangan sistem koordinasi. Perlu dibedakan di sini, dalam sistem koordinasi kelembagaan, pengertian leading sangat berbeda dengan dominating. Sistem koordinasi kelembagaan inilah yang bisa menjawab rumor yang selalu dihembuskan pihak pengembang, yaitu apa negara mau mendominasi pengembangan kawasan? Di masa lalu, rumor ini berkembang menjadi mitos yang diyakini para menteri perumahan dan PU, bahwa negara tidak boleh mendominasi pengembangan kawasan. Salam, Jehan