Bung Efha dan beliau2 ysh,

Badan? Apa bedanya dengan Bappenas dengan BKTRN nya?

Salam,
R Munir 
www.ecoplano.blogspot.com


-----Original Message-----
From: efha_mardians...@yahoo.com
Sent: Monday, May 11, 2009 2:58 PM
To: referensi@yahoogroups.com
Subject: Re: [referensi] DPD bawahi KOMNAS TARU (Respon untuk Pak Risman, Pak 
Aby dan semua rekan)



Pak Risman, Pak Aby dan rekans referensiers ysh,
 
Mohon ijin untuk saya ikut urun rembug. Juga mohon maaf apabila ada beberapa 
pendapat saya yang berbeda dengan Pak Risman ataupun Pak Aby.
 
Pertama-tama saya sangat sepakat dengan Pak Risman yang menginginkan adanya 
suatu institusi (Komisi Tata Ruang?) di tingkat nasional yang (salah satunya) 
bertugas/fungsi mengawal penataan ruang. Namun saya lebih berharap agar 
institusi tersebut tidak independen dari eksekutif sehingga tidak berbentuk 
sebuah komisi yang independen dari eksekutif. Artinya badan/institusi tersebut, 
menurut saya, harus sebuah institusi yang bertanggung jawab langsung kepada 
presiden, walaupun DPD (seperti juga halnya DPR)bisa menjadi elemen pengawas 
perjalanan dan pelaksanaan institusi tersebut. Oleh karena itu, mungkin 
nomenklatur dari institusi tersebut adalah "Badan". Yang kedua, saya lebih 
berharap agar institusi tersebut tidak bernama "Penataan Ruang", melainkan 
sesuatu yang lebih mencerminkan pembangunan wilayah Negara Kesatuan Republik 
Indonesia yang dijalin dari pembangunan seluruh daerah yang ada di dalamnya. 
Oleh karena itu, contoh nama yang lebih saya harapkan dari institusi di level 
nasional tersebut adalah "Badan Pengembangan Wilayah dan Pembangunan Daerah".
 
Mengapa saya lebih berpreferensi seperti yang saya sampaikan di atas, yang 
pertama adalah karena institusi tersebut perlu menjadi suatu institusi yang 
mampu meningkatkan pengintegrasian (keterpaduan) kegiatan-kegiatan pembangunan 
yang tidak saja harus dilakukan secara integrasi sektoral (keterpaduan antar 
bidang pembangunan), melainkan juga harus dilakukan dalam konteks integrasi 
regional (keterpaduan antar wilayah, yang juga meliputi antara pusat dan 
daerah), dan integrasi antar waktu agar kegiatan pembangunan yang dilakukan 
tidak bersifat kontra-produktif terhadap pencapaian tujuan-tujuan jangka 
panjang (Terima kasih kepada Pak ATA yang sudah mengingatkan kita semua akan 
pentingnya integrasi antar-waktu ini dalam postingnya  terdahulu). Untuk mampu 
mewujudkan peningkatan integrasi pembangunan tersebut, institusi ini perlu 
memiliki beberapa sumberdaya penting yang salah satunya adalah sumber daya 
kewenangan (otoritas) dalam pembangunan, yang dalam tata negara (mungkin) 
kewenangan tersebut merupakan domain dari pemerintah (eksekutif). Sumber daya 
kewenangan ini merupakan salah satu sumberdaya manusia, sumberdaya finansial, 
teknologi, dan ... (salah satu sumberdaya pembangunan penting yang dihasilkan 
oleh profesi kita adalah...) rencana pembangunan wilayah beserta 
rencana-rencana aksinya.
 
Dalam kaitan dengan kebutuhan terhadap sumberdaya finansial, manusia dan 
eknologi yang spesifik untuk pembangunan suatu sektor tertentu, badan nasional 
ini tidak perlu menguasainya,
 
 
 
 


--- On Mon, 5/11/09, hengky abiyoso <watashi...@yahoo.com> wrote:

From: hengky abiyoso <watashi...@yahoo.com>
Subject: Re: [referensi] DPD bawahi KOMNAS TARU (was Re: Pasar di Perbtsn 
RI-Timor Leste Mubazir)
To: referensi@yahoogroups.com
Cc: pl...@yahoogroups.com
Date: Monday, May 11, 2009, 9:15 AM

Pak Risman Ysh,
Menyangkut tingkah DPD yg menurut  berita yg bapak kutip dari Media Indonesia 
sbg ‘tidak tahu diri’……..
dan ide bapak utk usulkan Komnas Tata Ruang kepada DPD yg kata bapak “mumpung 
mereka sedang bingung (tapi sambil tidak tahu diri?)…….saya pikir tepat juga 
pak….. bolehlah bapak yg jalan didepan… nanti saya mengintili dibelakang bapak 
saja……
Saya juga melihat bhw sejak awal pola pikir DPD memang spt telah ‘salah kaprah’ 
dlm ‘memperjuangan kepentingan daerah’.……….
Pertama ….. ‘kaprah’ bhw spt menyangkut ‘hub. pusat-daerah’ (pusat dan 
periferi, ketimpangan tajam Jawa-- luar Jawa, ketimpangan tajam KBI-KTI) yg 
seharusnya menjadi bagian dari wilayah kewenangan DPD……… kita lihat DPD bukan 
sekedar terdiri dari perwakilan wilayah2 periferi saja…..…. tetapi juga 
perwakilan dari kawasan maju/ spt wilayah2  DKI sendiri sbg ’pusat negeri’… 
Jabar…Yogya.. Jatim  (sbg propinsi2 Jawa.. sbg pusat kemajuan)……..
Mending kalau semua perwakilan lbh berpikir “nasional” dan tidak terlalu 
kedaerahan”…… rata2 visi mereka spt akan mengunggulkan daerah masing2……..
Kalau dipikir2…… didalam DPD itu… lalu apa ‘kesamaan’ pandang/ kesamaan pikir 
antara perwakilan DKI/ propinsi2 di Jawa sbg kawasan maju (pusat) dan propinsi2 
periferi/  tertinggal  spt NTT, Sultra, Malut, Papua?...... ...
Contoh ttg Sarwono K. Atmaja yg perwakilan DKI saja…… kita lihat waktu 
pemilihan gubernur DKI Sarwono juga nyalon juga (independen)……. Etiskah atau 
tidak… saya tidk tahu...... sekitar waktu menjelang Sarwono mau nyalon….. saya 
pernah ikut diundang oleh Sarwono juga kegedung DPR…. waktu itu utk acara 
inisiatipnya ttg ‘mencari ide kerjasama DKI dan propinsi tetangga’ kampung 
sebelah (Jabar dan Banten)……tetapi dgn catatan Sarwono pengin  ‘yg 
menguntungkan DKI’…… yg mungkin merupakan bagian  dari persipan pribadinya utk 
nyalon jadi Gub DKI…….. tak ubahnya manuver Sutiyoso  yg kelewat buru2 
mengembangkan busway.. yg ternyata sbagiannya tak lbh dari  bagian upayanya 
mencatatkan ‘prestasinya’ dlm rangka ambisinya menjadi capres……… 
Sarwono waktu itu lbh ingin melihat ‘kerjasama apa yg dpt dilakukan antara DKI 
dan propinsi tetangga langsung seperti Jabar dan Banten’ tapi untungkan DKI…… 
dan dia tidak berpikir ttg kerjasama dgn propinsi lainnya lagi….. dan waktu 
saya sampaikan ttg perlunya ‘kerjasama DKI dan propinsi di KTI spt SulSel/ Mks 
ttg mengembangkan wacana “Mks sbg pusat alternatif migrasi/ urbanisasi  
nasional”  ……Sarwono  hanya bergeming saja……. Mungkin ia samasekali tdk melihat 
keuntungan jangka pendek signifikan apapun menyangkut ide ‘menguntungkan DKI’ 
tsb………….
Salah kaprah kedua….. nampaknya regional development science  bukan perkara 
penting di DPD……. Terbukti spt hampir tak ada mrk dari latar blk studi rada 
spesial spt regional development science (kalo anda browsing kepersonal blog 
masing2, khususnya menyangkut perwakilan dari kawasan KTI…… ya mmg belum tentu 
mereka tidak mumpuni juga siiih….… tapi selain visi utamanya memperjuangkan 
propinsi masing2……para anggota DPD itu spt dari Papua misalnya …ada yg berlatar 
blk bidan plus sekolah alkitab,  ada yg drop out sekolah pastur yg lalu bekerja 
dikeuskupan, dari Sulut sptnya ada yg prof. sastra juga…..masalahnya apakah 
mereka sdh upgrading menyangkut masalah relevan spt regional development atau 
blm…..
Perwakilan dari SulTra… Laode Ida yg S1 IKIP dan S3 Sosiologi UI… apakah ia 
percaya dgn teori regional development atau tidak… Saya kurang tahu…… saya 
kurang tahu juga apakah ia masih memerlukan masukan…. Atau jangan2 dia malah yg 
merasa perlu mengajar setiap orang ttg bgmn membangun daerah…….
Dari Sulut/SulSel nampaknya ditonjolkan sosok (keturunan) konglomeratnya spt 
Aryanti Baramuli, Edwin Kawilarang, Aksa Mahmud…. wakil rakyat kaya sih bagus…. 
Mudah2an masih mau dengarkan masukan dari rakyat…….
Salah kaprah ketiga….. apakah mentang2 ‘perwakilan daerah’…… apakah masing2 
perlu membawakan/memperju angkan  ‘kepentingan daerah masing2’..... lbh dari 
‘kepentingan nasional bersama’?........... .
Salam, aby

--- On Tue, 5/5/09, risman <par...@indo. net.id> wrote:
From: risman <par...@indo. net.id>
Subject: [referensi] Dewan Perwakilan Daerah bawahi KOMNAS TARU (was Re: Pasar 
di Perbatasan RI-Timor Leste Mubazir)
To: refere...@yahoogrou ps.com
Date: Tuesday, May 5, 2009, 11:33 PM

Yth Pak Mod, Pak Aby, semua teman,
Pada dasarnya, setelah UUPR 26/2007 sukses mengatur proses pencocokan kemauan 
secara horizontal di Eksekutif dan persetujuan legalistik di Legislatif, 
kekurangan proses penataan ruang kini tinggal pengawalan program utama 
(pemanfaatan ruang) lima tahunan. Yang justru menjadi kunci segala kunci 
penilaian sukses tidaknya, perlu tidaknya, penataan ruang. Di sini belum 
terwujud supreme commander, otoritas teknis tertinggi, sebagai lembaga primus 
inter pares mendampingi Eksekutif dan Legislatif. Maka, mumpung DPD lagi 
bingung (vide editorial Media Indonesia di bawah), bagaimana Pak Aby, Komnas 
TARU --- atau nama dan bentuk lain --- yang selalu Bapak idamkan itu kita 
himbau dibentuk di DPD saja?
 
DPD yang tidak Tahu Diri
Rabu, 06 Mei 2009 00:00 WIB     
 
DEWAN Perwakilan Daerah (DPD) sejatinya mewakili rakyat dalam konteks 
kedaerahan. Orientasinya pun sangat jelas, yakni kepentingan daerah. Orientasi 
itulah yang membedakan DPD dari DPR. DPD merupakan cermin representasi 
teritorial, sedangkan DPR merupakan representasi politik dengan orientasi 
kepentingan nasional.
Ironisnya, DPD sering tergoda untuk menjadi representasi politik nasional. 
Godaan itu, sadar atau tidak sadar, datang dari anggota DPD yang tak mampu 
menahan libido kekuasaan.
Godaan kekuasaan itulah yang kini mendorong DPD menceburkan diri dalam 
pertarungan perebutan kekuasaan di dalam pemilihan presiden yang sesungguhnya 
merupakan domain partai politik.
Adalah Wakil Ketua DPD Laode Ida yang mengumumkan kepada publik bahwa DPD telah 
membahas sejumlah nama calon wakil presiden sesuai masukan masyarakat. Usulan 
tersebut mengerucut pada lima nama, yaitu Ketua DPD Ginandjar Kartasasmita, 
Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X, Gubernur Gorontalo Fadel Muhammad, 
Mensesneg Hatta Rajasa, dan Akbar Tandjung.
Menurut Laode, dari lima nama itu, dua nama mendapat dukungan dari sebagian 
besar anggota DPD, yaitu Ginandjar dan Akbar. Untuk menetapkan satu nama yang 
akan diusulkan kepada Susilo Bambang Yudhoyono, DPD membentuk tim untuk 
mengkaji nama yang akan diusulkan.
Selanjutnya, nama yang ditetapkan akan disampaikan kepada SBY.
Tidak hanya berhenti di situ. DPD pun akan melobi SBY untuk bisa mengegolkan 
calon yang diusulkan. Jika calon yang diusulkan diterima, DPD bertekad 
mengerahkan seluruh jaringannya di daerah untuk mengegolkan SBY dan pasangannya 
yang dijagokan DPD itu.
Pernyataan DPD tersebut tentu saja mengundang tanya. Apakah benar masyarakat 
hanya mengajukan nama calon wakil presiden dan tidak pernah mengajukan nama 
calon presiden? Jika nama calon presiden juga diusulkan masyarakat, mengapa DPD 
tidak memprosesnya sama seperti calon wakil presiden?
Pertanyaan lain, mengapa nama calon wakil presiden yang akan ditetapkan DPD 
dalam rapat paripurna itu hanya diajukan kepada SBY? Apakah DPD menganggap SBY 
sebagai calon tunggal presiden?
Konstitusi sama sekali tidak memberikan wewenang kepada DPD untuk menyiapkan 
calon wakil presiden. Sangatlah terang benderang apa yang sedang dilakukan DPD 
itu salah kaprah atau inkonstitusional. Yang pasti, dengan mengusung nama calon 
wakil presiden, elite DPD sedang membelokkan arah lembaga itu menjadi partai 
politik.
Jika hal itu yang terjadi, kita harus katakan sejujurnya bahwa elite DPD salah 
tempat. Mereka tidak layak lagi duduk di DPD. Mestinya mereka pindah posisi 
menjadi elite partai politik.
DPD baru seumur jagung. Belumlah banyak goresan prestasi DPD yang mewarnai 
perjalanan sejarahnya sejak dibentuk pada 2004. Yang menonjol ialah desakan 
anggota DPD agar DPD diberi kewenangan yang lebih besar lagi. Karena itulah DPD 
sibuk berupaya agar dilakukan amendemen konstitusi.
Dukungan DPD kepada calon presiden tertentu menunjukkan bahwa DPD telah disetir 
menjadi lembaga yang haus kekuasaan. Dengan tabiat seperti itu, adalah 
berbahaya memperluas kewenangan konstitusional DPD.
Kita menyeru kepada DPD untuk menghentikan semua kegiatan yang terlibat 
dukung-mendukung calon presiden tertentu. Dukungan DPD kepada calon presiden 
tertentu jelas sebuah pelanggaran konstitusi. DPD harus menghentikan gerakan 
politik praktis itu, lalu mengambil cermin agar lebih tahu diri.
© 2004 - 2009 MediaIndonesia. com All rights reserved.
Comments & suggestions please email mi...@mediaindonesi a.com
 
Saya pikir DPD potensial karena ungkapan koran Media Indonesia  “... DPD 
merupakan cermin representasi teritorial”. Sedangkan kerangka kewenangannya 
menurut UUD 45 Pasal 22D ...  “Dewan Perwakilan Daerah dapat mengajukan kepada 
Dewan Perwakilan Rakyat rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi 
daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan 
daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta 
perimbangan keuangan pusat dan daerah, serta yang berkaitan dengan perimbangan 
keuangan pusat dan daerah

Kirim email ke