Rekan Efha dan temans ysh, Metafora kota bak organism saya kira cukup umum. Soal hubungan antar kota yang "saling menolong" dan menjaga keharmonisan, celakanya dalam kasus negara berkembang secara alamiah kok tidak ya. Justru kota metropolitan dan besar sering digambarkan sebagai "gurita" yang menghisap kota-kota/daerah lainnya.Bak hukum rimba "ikan besar makan ikan lebih kecil."
Dengan geografi wilayah dan ekonomi wilayah kita mencoba menjelaskan fenomena itu kan. Masalahnya antar kota itu potensi alamiah dan hinterland nya beda, start nya beda. Apakah begitu? Salam, Risfan Munir --- In referensi@yahoogroups.com, <efha_mardians...@...> wrote: > > Kalau Pak Risfan setuju dengan pendapat Pak ATA yang mengatakan bahwa kota > dan permukiman adalah seperti suatu organisme yang hidup, maka menurut saya > semestinya Pak Risfan dan juga Pak ATA percaya bahwa perencanaan pembangunan > suatu kota (agar cangkangnya selalu keeping up to date dengan besaran > penghuni dan aktivitasnya), juga tidak cukup hanya dengan memperhatikan > karakteristik dari kota itu sendiri melainka juga harus juga memperhatikan > kota-kota dan wilayah-wilayah lainnya, karena seperti halnya manusia yang > menjadi penghuni dan pembentuk organisme kota tersebut, kota juga merupakan > suatu "homo socius" yang tidak bisa hidup sendiri tanpa dukungan dari kota > dan/atau wilayah lainnya (konsep ecological footprint). Jadi untuk mampu > menolong dirinya untuk mampu mengembangkan cangkangnya supaya tidak sesak, > kota juga harus mampu menolong kota/wilayah lainnya untuk dapat menjaga > keharmonisan antara dirinya dengan "organisme-organisme" lain sesamanya... > > Mohon pendapat Pak Risfan, Pak ATA dan rekan-rekan lainnya... > Salam > > Fadjar Undip > > > > --- On Thu, 8/13/09, risfano <risf...@...> wrote: > > > From: risfano <risf...@...> > Subject: [referensi] Re: critical planning ? > To: referensi@yahoogroups.com > Date: Thursday, August 13, 2009, 5:53 AM > > > > > > > Rekans ysh, > > Setuju dengan pak ATA, dalam pandangan planner kota dan permukiman adalah > seperti mahluk hidup (organism) yang tumbuh -berkembang dalam waktu. > Direncana atau tidak, kalau potensinya ada akan berkembang terus. > > Dilemanya, seperti siput dengan cangkangnya, perencana fisik sering terjebak > merencana cangkang yang statik, padahal tubuh siput kian tambun. > > Ilmu "geografi-ekonomi" (+ sosial, budaya) menyumbang banyak alat analisis > untuk mengantisipasi dinamika pertumbuhan. Termasuk metodenya yang > partisipatif, kualitatif. Persoalannya bagaimana menerjemahkannya kedalam > dimensi fisik yang nature nya terikat pada kondisi alam dan bangunan (yang > statik tak bisa melar). Belum lagi soal kepemilikan. > > Akibat badan membengkak semntara cangkang (baju) tetap ya sesak, sobek, > kancing copot. > > Meramal pertumbuhan tak mudah. Secara gampangan tinggal melihat rate > pertumbuhan, lalu proyeksikan, lalu kalikan standar kebutuhan ruang, lalu > alokasikan dalam land-use. Tapi kalau sudah bicara kegiatan ekonomi, tak > semudah itu. Struktur lapangan kerja perkotaan kompleks dan dinamis, tidak > bisa dilihat hanya dari struktur ala BPS. Aneka jenis manufaktur, jasa, > masing-masing punya karakteristik lokasi dan ukuran. Dan, naik/turunnya > dinamis. Lalu fenomena sektor informal, atau wirausahawan baru di garasi, > paviliun. Ini jelas dinamika land-use perkotaan yang hidup terus dalam waktu. > > Bagaimana mrencana dan menerapkan rencana dalam sistem yang dinamik itu? > > Sejarah town planning di Inggris justru dipelopori oleh para ahli yerkait > kesehatan lingkungan yang memprihatinkan kondisi lingkungan perkampungan para > buruh industri yang tidak sehat. Ini tentu beda dengan tradisi > arsitektur-kota atau urban-design ala Le Corbusier, Frank L. Wright, atau > Gunadarma. Beda dari segi otoritas designer, dinamika sistem, dan partisipasi. > > Kalau kita terlampau melihat kota sebagai bangunan, landscape, rancangan > land-use kota yang indah, ideal tapi statik, jangan-jangan kita melihat > mayoritas warga penghuninya justru sebagai "lumut" yang merusak bangunan. > > Salam, > Risfan Munir > > > --- In refere...@yahoogrou ps.com, abimanyu takdir alamsyah <takdir65@ .> > wrote: > > > > Mas Ono ysh, > > > > beda dengan arsitektur yang dapat 'dikuasai' oleh seorang arsitek master > > builder, keberadaan dan keberlanjutan entitas kota (perkotaan atau > > permukiman lainnya) sangat tidak layak bila ditentukan oleh 'seorang > > planer'. biarpun dia sudah semedi, memiliki pemikiran kosmologis, berdialog > > dengan yang mbaurekso, sakti mandraguna, diktator, dll, dst. sekalipun.. > > Kota bukan karya produktif atau kreatif seseorang atau sekelompok orang dari > > satu wakturuang kultur tertentu saja. Kota merupakan habitat yang erupakan > > hasil berproses seluruh stake-holder yang terkait dengannya, walau sedang > > tidak ada walikota terpilih untuk menjabat saat salah satu bagian dari > > proses perkembangnanya berlangsung. Planer hanya salah satu pemicu perubahan > > dalam satuan metabolisme kehidupan dan penghidupan habitat. Perubahan hanya > > bermakna apabila mampu meningkatkan kualitas habitat tersebut, apapun > > kondisi asalnya. > > > > Jadi ...biarkan saja plankun kelaut... > > (Siapa tahu ada habitat kota baru di laut ...he he...) > > > > Salam, > > ATA > > (celoteh kita semakin seru ya Mas Ono, semakin mengundang warna-warni yang > > menghibur, dan sesungguhnya tidak perlu ditanggapi terlalu serius...) > > > > > > 2009/8/9 Sugiono Ronodihardjo <sugiono_r@ ..> > > > > > [Attachment( s) <#122ffa0acdb47db3_ TopText> from Sugiono Ronodihardjo > > > included below] > > > > > > Rekan-2 ysh, > > > Menyambung diskusi 'fenamenologi' , kalau dalam dunia ke'dokter'an ada > > > aliran yang dapat keahlian 'khusus' sehingga menjadi 'terkun' alias > > > 'dokter-dukun' , dalam dunia ke'arsitektur' an juga ada yang dapat > > > wangsit 'feng-shui' sehingga mungkin dapat menjadi 'arsikun' > > > alias 'arsitek-dukun' , apakah dalam dunia ke'planner'an dengan 'semedi' > > > mendalami yang 'keramat', maka ada yang bisa menjadi 'plankun' alias > > > 'planner-dukun' ? he he he... > > > Terlampir ada tulisan 'Mental Feng Shui' yang saya dapat dari teman asli > > > orang bule di California (dekatnya Kali Code) yang percaya dengan > > > 'spiritualisme' , selamat membaca semoga bermanfaat. > > > Wassalam, > > > Onnos > > > > > > ------------ --------- --------- > > > To: refere...@yahoogrou ps.com > > > From: 4ekadj@ > > > Date: Sun, 9 Aug 2009 04:30:21 +0000 > > > Subject: [referensi] Re: critical planning ? > > > > > > > > > > > > Pak Risfan ysh, memang sebenarnya sangat menarik membahas thread ini. > > > Secara tidak sadar dan 'sepakat' kita memang telah bergeser dari semula > > > membicarakan 'benda mati' (: ruang) kepada membicarakan 'makhluk hidup'. > > > 'Transformasi' ini memang tidak bisa kita hindarkan dalam profesi, karena > > > selama ini memang ada secara laten. > > > Saya mendapatkan banyak pencerahan ketika dulu pernah menelusuri sedikit > > > babad Jawa, dan mendapatkan suatu kesan: 'pewarisan' itu dilakukan dengan > > > 3 > > > cara: 1 pertalian darah, dan yang 2 adalah sangat kental budaya Jawa yaitu > > > melalui yang diistilahkan Pak ATA dengan 'wahyu cakraningrat' , serta 3 > > > adalah persekutuan. Kesan terkuat dari aspek pertalian > > > darah<http://groups. yahoo.com/ group/referensi/ message/3644> adalah > > > ketika pendirian Demak Bintoro: sewaktu Wali Songo mengamanatkan tahta > > > kepada pemuda mentah Raden Patah. Dan untuk cara 2 adalah seperti yang > > > ditunjukkan Ki Ageng Giring; dan cara 3 adalah ditunjukkan oleh Panembahan > > > Senopati yang mengedepankan aspek fenomenologi. Mungkin itu penafsiran > > > awal > > > saya yang cetek ini. > > > Di era sekarang mungkin mengemuka cara ke-4 yaitu demokrasi, namun secara > > > 'usia penerapan' tentunya masih perlu mencari acuan dan pijakan, terlebih > > > masyarakat sudah steady dengan sistem-sistem lama. Di beberapa daerah > > > perseteruan ini telah nyata walau dalam varian yang berbeda, seperti > > > Perang > > > Tjumbok <http://groups. yahoo.com/ group/referensi/ message/904> di Aceh > > > dan > > > Perang Paderi di Minangkabau. Untuk Jawa, saya kira Geertz menggambarkan > > > secara skeptis proses transformasi ini ke dalam 3 kelompok, dan sebenarnya > > > tidak ada 'konflik yang mengemuka'. > > > Permasalahannya memang demikian, kita menghadapi masyarakat yang gayut > > > dengan berbagai alam pemikiran. Seperti drama yang kita saksikan dalam > > > beberapa hari ini: pemaknaan terorisme bisa berbeda dalam sudut pandang > > > budaya dan aliran keagamaan, karena banyak tabir. Namun kita bisa sepakat > > > dengan satu hal: bila kekerasan tidak kita sukai. Berdiri dan berpijak di > > > berbagai perbedaan ini kelihatannya membutuhkan keahlian ala pemain > > > sirkus, > > > apalagi kemampuan kita dapat mempengaruhi peri kehidupan masyarakat > > > tersebut. > > > Sementara demikian dulu pak. Masih membutuhkan pencerahan. Salam. > > > -ekadj > > > > > > --- In refere...@yahoogrou ps.com, "risfano" <risfano@> wrote: > > > > > > > > Pak Djarot, > > > > Terima kasih atas penyegaran flsafat ilmunya. > > > > Katakanlah kita menggunakan fenomenologi. Kita jadi memahami kejadian > > > > dan > > > apa-apa dibaliknya. Pertanyaan yang muncul, kalau temuan nya diproyeksikan > > > ke depan apakah bisa dan masih berlaku? Mengingat masyarakat setempat juga > > > berkembang terus. > > > > > > > > Kedua, sebagai planner/arsitek mestinya kita juga memperkenalkan > > > ide/faham baru juga kan. Misal kalau kita tahu dalam komunitas tersebut > > > ada > > > eksploitasi, penindasan atas kasta bawahan (atas nama feodalisme, klenik). > > > Kan kita harus mengintervensi juga toh. Gurauannya: Banyak alasan kramat > > > yang membuat anak kecil cuma kebagian "ceker" terus, karena alasan keramat > > > bahwa "brutu, dada" untuk ortu. "Bunga desa" untuk 'sesajen' bagi > > > pangeran, > > > dst. Artinya karena soal kekeramatan ini tidak bisa terbuka reason nya, > > > ada > > > peluang untuk di-abuse juga. > > > > > > > > Seperti kata pak Onnos, diera yang kian demokratis/ partisipatif, sejauh > > > mana otoritas planner untuk menentukan desain berdasar kajian tim nya, kan > > > pemangku kepentingan saat ini belum tentu percaya kekeramatannya. > > > > > > > > Sekali lagi, yang keramat, yang asli daerah (etnik?) itu sangat spesifik > > > dalam artian "ruang dan waktu" (term Pak ATA), seberapa jauh bisa dibawa > > > ke > > > ruang-waktu atau khasanah "Indonesia masa kini dan ke depan". Kita mesti > > > sadar bahwa musuh kita bukan cuma neo-liberalism, tapi juga neo-feodalism > > > lokal yang cenderung eksplotatif terhadap rakyat. Apakah karena "anti > > > ekonomi" (rasio) membuat kita tutup mata: dari mana tokoh itu dapat uang > > > shg > > > bisa pesta adat besar besar-besaran untuk pernikahan putrinya (misalnya). > > > Jangan bicara ekonomi, itu barat, beliau mulia karena mengangkat adat > > > budaya > > > sukunya (?). > > > > Kesimpulan saya Pak Djarot, sekali menyangkut publik aspeknya selalu > > > multi-dimensi, selain lokal ada nasional, ada budaya, ada struktur sosial, > > > ada aspek ekonomi. > > > > Budaya Indonesia itu apa? kumpulan etnik? semuanya atau selektif? > > > > sesuatu > > > yang baru? Kalau saya ikuti dialog budayawan (alm Umar Kayam, Rendra, dll) > > > kesan saya mereka cenderung melihat proses perubahan (kedepan, bukan > > > kebelakang) menuju Indonesia, dalam transisi rural ke urban. Dan, mereka > > > cenderung membela budaya rakyat, daripada klenik dan simbol-simbol kuasa > > > rekaan raja-raja. > > > > Kalau gerhana, katakan gerhana Pak, jangan bilang "buta hejo" marah. > > > Kalau ngitung struktur pakai kalkulator, PC, jangan blackberry dipakai > > > untuk > > > ngirim "ketik REG spasi KRAMAT..." > > > > > > > > Salam, > > > > Risfan Munir > > > > > > > > > > > > Salam, > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > --- In refere...@yahoogrou ps.com, Djarot Purbadi dpurbadi@ wrote: > > > > > > > > > > Pak BSP, saya belum terlalu lama menikmati nikmatnya fenomenologi. > > > Salah satunya adalah bahwa realitas yang ditangkapnya tidak lagi bersifat > > > "fotomic" melainkan "holografic" . Jika kita mewawancara mendalam seorang > > > tukang becak, misalnya, kita sebenarnya tahu lebih jauh yaitu tentang > > > "dunia > > > tukang becak". Jadi tahu sedikit bisa melongok ngicipi yang lebih jauh ! > > > > > > > > > > Rahasianya, untuk berfenomenologi yang berkualitas memang harus > > > latihan. Latihan pertama, memurnikan diri, yaitu membiasakan tidak > > > terpengaruh oleh teori-teori yang pernah kita ketahui....ini nggak murtad > > > dari dunia ilmuwan lho, hanya melakukan skipping sebentar supaya proses > > > memahami subyek/obyek yang kita cermati tidak dicemari teori-teori atau > > > opini pihak lain terhadap obyek.subyek kajian kita. Latihan kedua adalah > > > menuliskan atau mendongengkan pengalaman itu dengan runtut dan detil. Dua > > > jurus dulu ya Pak. > > > > > > > > > > Salam, > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > Djarot Purbadi > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > http://realmwk. wordpress. com [Blog Resmi MWK] > > > > > > > > > > http://arsitekturnu santara.wordpres s.com > > > > > > > > > > http://fenomenologi arsitektur. wordpress. com > > > > > > > > > > --- On Thu, 8/6/09, bspriyo@ bspriyo@ wrote: > > > > > > > > > > From: bspriyo@ bspriyo@ > > > > > Subject: RE: [referensi] Re: tempat keramat--- critical planning ? > > > > > To: refere...@yahoogrou ps.com > > > > > Date: Thursday, August 6, 2009, 12:16 PM > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > Luar biasa mas Djarot ... > > > > > saya mendapatkan pencerahan. > > > > > Matur nuwun > > > > > salam > > > > > bambang sp > > > > > > > > > > > > > > > > > > ------------ --------- --------- > > > Party with Buddy! Bling out your Messenger with free winks emoticons. > > > Click > > > here<http://discover. windowslive. com/en-id/ messenger/ messengeris10/ > > > #/downloads> > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > > __________________________________________________ > Do You Yahoo!? > Tired of spam? Yahoo! Mail has the best spam protection around > http://mail.yahoo.com >