Kalau gak salah,… Ketika bencana di tasikmalaya kemaren, yang tampil di muka 
adalah Pusat Penanganan Krisis DEPKES, mereka mengupdate status fatalitinya… 
Bakor bencana itu juga ndak kedengaran, ya pak,… 

Padahal kuncinya di situ, koordinasi antar lembaga terkait,… 

Sehingga jelas role masing2 instansi terkait

 

DEPKES dengan pusat krisisnya bisa fokus di permasalahan mortality dan health 
emergency response

SAR jelas urusan search and rescue

Logistik (food and supplies), dan juga transportation itu siapa ya,….., 

Percuma kalau namanya Bakor, tapi gak bisa melakukan koordinasi…

Atau bakor ini kadang diambil alih menkokesra, berhubung lagi building image 
buat munas partainya?hehehehehehe

 

hehehehheeheh

 

 

Regards,

 B.Dwiagus S.

http://bdwiagus.blogspot.com

http://bdwiagus.multiply.com 

 

InDEC (Indonesian Development Evaluation Community)  --> here 
<http://www.indec-indonesia.org/> 

Indo-MONEV -->  here <http://groups.yahoo.com/group/indo-monev/>  in 
yahoogroups  and  here 
<http://www.facebook.com/group.php?gid=34091848127&ref=ts>  in facebook

Send an email to:  indo-monev-subscr...@yahoogroups.com 

 

"The most difficult thing in the world is to know how to do a thing and to 
watch somebody else doing it wrong, without comment."  - 

T.H. White

 

 

From: referensi@yahoogroups.com [mailto:refere...@yahoogroups.com] On Behalf Of 
bspr...@indosat.net.id
Sent: 01 October 2009 10:24
To: referensi@yahoogroups.com
Subject: Re: [referensi] Disaster Management

 

  

Mas Djarot, uda Eka.

Disaster management sangat bagus. Menjadi masalah sebenarnya adalah bukan 
disitu. Jogja punya konsep itu menghadapi Merapi. Ternyata macet pada waktu 
menghadapi gempa. Padahal sama-sama disaster.

Pengalaman mas Djarot pada saat di Bantul itu sangat berarti. Kalau ingat 
detik2 kejadian paska gempa itu adalah :

1.      Absentiisme dari pejabat pemerintah yang harus memegang tampuk kendali.

1.      Pejabat yang seharusnya baru bisa in dalam menangani tanggap darurat 
(2x7 hari) baru pada jam 14.00 siang. Itupun dengan kondisi yang tidak penuh.
2.      Terjadi persaingan antara institusi. Ini terpancing pada masalah 
politik (sehingga memunculkan adanya p[olemik 15 juta-30 juta dan siapa 
berwenang menangani apa.
3.      Ternyata ABRI dalam hal ini di komando oleh Pangdam Diponegoro sudah 
mulai evakuasi pada jam 11 siang. Komando dengan pemerintah setempat terjadi 
jam 14.00 siang.
4.      Sistem management di Pemerintah Daerah khususnya di Kabupaten Bantul 
baru bisa disusun pada hari kedua.
5.      Sistem kendali penanganan tanggap darurat di Propinsi baru berjalan 
maksimal pada hari ke 2 sore.

2.      Reaksi cepat masyarakat luar terhadap bencana

1.      Masyarakat luar masuk DIY justru terjadi sejak jam 12 siang dengan 
jalan darat. Istimewanya ini justru dari pihak asing. Pesawat pertama memberi 
bantuan mendarat di Solo jam 8 malam, karena bandara Adisucipto tidak bisa 
didarati.
2.      Masyarakat LSM masuk Jogja pertama pada jam 8 sore dan jumlah cukup 
besar dengan jalan darat. Mereka cenderung melakukan pembantuan secara 
independen dan sporadis. Disatu sisi ini sangat bagus, tetapi disisi lain 
terjadi pemborosan energi. Hal ini misalnya dapat dilihat dari penumpukan 
pasien di RS PKU Bantul, dan kelemahan distribusi pasien. Distribusi pasien 
baru bisa berjalan dengan baik pada hari ke 3.

3.      Kesiapan masyarakat dalam bereaksi terhadap bencana

1.      Justru kesiapan masyarakat secara mandiri yang merupakan cerminan 
gotong royong yang mempercepat proses evakuasi. Mereka menggunakan pendekatan 
pkoknya dibantu. Sedangkan prosedur pengamanan tidak diperhitungkan. Hal ini 
menyebabkan banyaknya korban meninggal waktu evakuasi.
2.      Seminggu setelah bencana, proses recovery secara mandiri pada 
masyarakat sudah berjalan. Kegiatan usaha skala kecil sudah muncul pada hari ke 
7-8.

Ini merupakan sebagian dari log-book yang ada pada saya yang waktu itu menjadi 
sekreetaris pengendali penanganan tanggap darurat (Bakortranasda).

Bila ingin dilihat dalam distribusi bantuan. Bakortranasda bekerja sama dengan 
Pangdam mencoba dengan trial n error.

Pertama, melakukan distribusi langsung kepada orang yang datang ke posko. 
Ternyata muncul orang-orang yang pulang balik mengambil jatah seperti supermi 
dan makanan kering lainnya dan ternyata di jual kembali di pasar Bering Harjio 
dlsb. Model ini dihentikan segera pada hari ke 3.

Kedua, didistribusikan pada tingkat kecamatan. Ternyata model inipun mempunyai 
kelemahan. Yang menjadi pemain pengambil keuntungan adalah aparat kecamatan. 
Munculah lord=lord baru di kecamatan. Jangkauan tidak bisa merata. Model ini 
dihentikan pada hari ke 5.

Ketiga, kombinasi model 1 dan 2. Masyarakat dipersilahkan langsung datang ke 
posko dan juga disitribusikan ke desa2. Ternyata yang didesa-desa trejadi 
kolusi. Keluarga pejabat desalah yang mendapatkan pelayanan pertama dan 
masyarakat lainnya tidak jalan. 

Keempat, kombinasi 3 dan menggunakian masyarakat cq. radio dan tv swasta untuk 
mencari korban yang belum tertangani. Untuk itu di posko dibangun pemantu 
siaran radio dan radio komunikasi warga (CB dan ORARI), selain juga TV. 
Kemudian ada tim gerak cepat berbentuk heli, speda motor trail dan kendaraan 
4WD untuk menjangku area yang sukar. Ternyata cara ini adalah yang paling 
efektif. 

Mungkin ini sedikit pengalaman waktu penanganan gempa Jogja. Ada sebuah posisi 
yang tidak bisa di lupakan. Information center yang terbuka 24 jam untuk semua 
pihak sehingga masing2 bisa berkoordinasi.

Salam

bambang sp

 

 

 



Kirim email ke