-------------------------------------------- Sumber: Majalah Rohani Vacare Deo ( http://www.holytrinitycarmel.com ) Edisi : Mei 2007 --------------------------------------------
Arti Sebuah Pujian (Oleh : Sr. Grace Maria, P.Karm) Yesaya melangkah pelan memasuki Bait Suci. Ia sama sekali tidak mengetahui bahwa ia akan melihat suatu pemandangan yang luar biasa yang nantinya akan mengubah seluruh kehidupannya. Melalui sebuah penglihatan ia menyaksikan para serafim yang berada di atas tahta Allah. "Kudus, kudus, kuduslah Tuhan semesta alam seluruh bumi penuh kemuliaan-Nya."(Yes. 6:1-3) Bagaimana respon Yesaya terhadap pernyataan yang begitu kudus itu? Ia jatuh tersungkur di hadapan Tuhan hingga mukanya di atas tanah dan mengakui kedosaannya. Ia kemudian ikut dalam pujian dan penyembahan kepada Tuhan. Pujian selalu menuju kepada pengakuan pribadi akan dosa di hadapan Tuhan. Ketika kita berada di bawah cahaya suci-Nya, kita tidak dapat berbuat apapun selain merasakan betapa kotor dan hinanya kita di hadapan cahaya kesucian dan kemuliaan-Nya. Walaupun demikian, pujian tidak membiarkan kita merasa begitu untuk seterusnya. Tuhan segera menyediakan pengampunan sama seperti yang Ia sediakan dan berikan kepada Yesaya. Yesus Kristus adalah kurban penebusan yang sempurna atas segala dosa kita. Pujian seharusnya mengajar kita untuk bersyukur kepada Tuhan atas segala kasih-Nya kepada kita. Penglihatan yang disaksikan oleh Yesaya bukan sesuatu yang menakutkan. Ia sedang menyaksikan suatu pujian dan penyembahan yang luar biasa kepada Allah yang Mahakuasa. Nabi Yesaya memang sudah berkali-kali melihat karya Allah, namun kejadian yang satu ini sungguh di luar apa yang dapat ia bayangkan. Pujian penyembahan dapat membawa kita ke dalam tahta Allah, di mana segala sesuatu di dunia ini menjadi begitu tak berarti dalam sinar kemuliaan-Nya. Mempraktikkan anugerah pujian memberi kita harapan dan berkat. Anda tidak perlu berada di Bait Suci atau Gereja untuk bisa memuji Tuhan. Daud menulis Mazmur 63 di tengah-tengah padang gurun Yehuda di masa-masa sulit kehidupannya. Pujian yang diucapkannya dan ditulis untuk Tuhan menjadi makanan bagi jiwanya. Setiap kali ia mengingat dan merasakan kesetiaan Tuhan, ia langsung memuji dan menyembah, "sebab kasih setia-Mu lebih baik daripada hidup; bibirku akan memegahkan Engkau. Seperti dengan lemak dan sumsum jiwaku dikenyangkan, dan dengan bibir yang bersorak-sorak mulutku memuji-muji." (Mzm. 63 : 4 - 6) Ketika membaca Mazmur, dengan segera kita mengetahui bahwa Daud tidak membatasi pujiannya di saat Ia mengalami kemenangan saja atau ketika ia merasa yakin bahwa Tuhan akan menghancurkan musuh-musuhnya. Tidak peduli bagaimana situasi yang ia hadapi, Daud tetap memuji Tuhan. "Sekalipun aku berjalan dalam lembah kelam, aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku.." (Mzm. 23 : 4) Dalam Mazmur 18, Daud menulis kata-kata penuh harapan ini, "Aku mengasihi Engkau ya Tuhan, kekuatanku! Ya Tuhan bukit batuku, kubu pertahananku dan penyelamatku, Allahku gunung batuku, tempat aku berlindung, perisaiku, tanduk keselamatanku, kota bentengku! Terpujilah Tuhan, seruku, maka akupun selamat daripada musuhku." (ay. 2-4) Ketika Daud dalam penyesalan atas dosa-dosanya, ia pun mengungkapkannya dalam pujian penuh penyesalan, "kasihanilah aku ya Allah, menurut kasih setia-Mu, hapuskanlah pelanggaranku menurut rahmat-Mu yang besar; bersihkanlah aku seluruhnya dari kesalahanku, dan tahirkanlah aku dari dosaku." (Mzm. 51 : 3-4) Daud benar-benar tidak dapat menahan sukacita dan kasih yang ia rasakan. Bagaimana dengan Anda sendiri? Memang pujian itu sendiri bukanlah jawaban atas semua kebutuhan hidup kita. Namun pujian mempunyai kemampuan untuk memusatkan kembali pikiran kita dari kegelapan dan kekalahan kepada pengharapan dan kemenangan melalui Yesus Kristus. Pujian menyediakan kesempatan bagi kita untuk memandang kesulitan yang ada melalui kacamata Allah, bukan kacamata manusia. Ketika kesulitan datang, biasanya kita melakukan dua hal. Kita merasa tak berdaya dan ingin menyerah, atau kita segera mencari jalan untuk mengatasinya. C.S. Lewis berkata, "Pujian adalah kesehatan jiwa yang diperdengarkan." Mazmur 103 cocok sekali dengan pernyataan Lewis tadi, "Pujilah Tuhan, hai jiwaku! Pujilah nama-Nya yang kudus, hai segenap batinku! Pujilah Tuhan hai jiwaku, dan janganlah lupakan kebaikanNya!" (ayat 1-2) Kadangkala sulit bagi kita untuk memuji Tuhan. Apalagi saat kesulitan menumpuk dan kedihan menyelimuti kita. Tanpa kita sadari, kita menjadi buta. Tidak sanggup melihat kebaikan Tuhan. Ini merupakan saat ketika kerohanian kita mendapat serangan langsung dari si penggoda tua, yaitu iblis. Salah satu misi iblis adalah menumbuhkan keputusasaan. Ia tahu bahwa ia tidak mungkin merampas jiwa orang percaya, tetapi ia pun tidak mau menyerah begitu saja. Oleh sebab itu, ia berusaha membuat Anda putus asa dan merampas sukacita dari diri Anda, sehingga hidup Anda menjadi tidak efektif bagi Tuhan. Keputusasaan merupakan tujuan tertinggi dari musuh kita ini. Namun, pujian yang diucapkan dalam pemujaan bagi Tuhan mengubah perasaan yang kalah menjadi kemenangan yang agung. Hari itu seorang kurir memberitahukan kepada Raja Yosafat bahwa bala tentara besar-besaran sedang datang. Yosafat menjadi takut, lalu mengambil keputusan untuk mencari Tuhan. Ia menyerukan kepada seluruh Yehuda supaya berpuasa. Berita ini menyebar dengan cepat dan menimbulkan kepanikan. Akan tetapi, Yosafat sadar bahwa tidak ada satu pun musuh yang lebih perkasa daripada Tuhan. Mereka segera berdoa bersama-sama di Bait Suci, dan Roh Allah berbicara melalui Nabi Yehezkiel, "Camkanlah, hai seluruh Yehuda dan penduduk Yerusalem dan tuanku Raja Yosafat, beginilah firman Tuhan kepadamu: Janganlah kamu takut dan terkejut karena laskar yang besar ini, sebab bukan kamu yang akan berperang melainkan Allah." ( II Tawarikh 20 : 15 ) Allah memerintahkan agar Yosafat menaruh paduan suara di garis depan sementara mereka berbaris maju ke medan perang. Sungguh suatu pertunjukan iman yang luarbiasa dari Yosafat! Dapatkah Anda membayangkan apa yang bangsa Yehuda perbuat, berbaris menuju peperangan sambil bernyanyi? Mereka mendengar Firman Tuhan dan mengerti bahwa kemenangan akan mereka raih. Yang perlu mereka lakukan hanya melihat, berdoa, dan menyanyi. "Ketika mereka mulai bersorak-sorai dan menyanyikan pujian, dibuat Tuhanlah penghadangan terhadap Bani Amon dan Moab, dan orang-orang dari pegunungan Seir, yang hendak menyerang Yehuda, sehingga mereka terpukul kalah." ( II Tawarikh 20 ; 22 ) Ketika kita memuji Dia, Tuhan akan bertindak dengan cara yang ajaib. Melarikan diri hanya akan memperburuk masalah yang sudah ada. Melawan musuh dengan kekuatan diri sendiri hanya akan melelahkan diri kita. Akan tetapi, jika kita berdiri teguh dalam iman kepada Tuhan melalui pujian, maka muncullah pengharapan yang sejati. Ketika pujian kita naikkan, Tuhan ada di sana. ".....Engkaulah yang kudus yang bersemayan di atas puji-pujian orang Israel." (Mzm. 22 : 4) Beberapa orang kudus sangat mengharapkan dapat melihat surga walau hanya sekejap. Rasul Yohanes mendapatkan kesempatan yang indah ini. Dalam waktu yang singkat, Allah mengizinkan Yohanes untuk merasakan keindahan hadirat-Nya di surga meskipun ia masih di dunia. Surga adalah tempat bagi pujian dan penyembahan. Adegan yang dibukakan di mata Yohanes merupakan suatu hal yang sangat mulia dan luarbiasa. Yohanes menulis, "Ketika aku melihat Dia, tersungkurlah aku di depan kaki-Nya sama seperti orang mati, tetapi Ia meletakkan tangan kanan-Nya di atasku, lalu berkata : "Jangan takut! Akulah yang awal dan yang akhir, dan yang hidup, Aku telah mati, namun lihatlah, Aku hidup sampai selama-lamanya dan Aku memegang kunci alam maut dan kerajaan maut." (Why. 1 : 17-18) Emosi yang melanda Yohanes ketika ia melihat Sang Penebus dan Tuhan yang telah bangkit merupakan rasa takut karena takjub dan diikuti juga oleh penyembahan yang sangat mendalam. Ini bukan ketakutan yang biasa kita hadapi dalam hidup ini, melainkan rasa takut yang disertai rasa hormat akan kekuatan dari Allah yang Mahakuasa. Mari kita lihat Daud, Yesus, para murid, Yohanes, dan banyak orang kudus lainnya yang senantiasa memuji Tuhan dalam setiap situasi yang mereka alami. Jika hati Anda kacau, mintalah pada Tuhan agar Dia memimpin Anda kepada suatu saat yang teduh saat Anda dapat menyembah dan memuji-Nya. Masuklah dalam hadirat-Nya dengan hati bersyukur sambil Anda mengingat akan kebaikan kasih-Nya atas diri Anda. Mulailah dari Kitab Mazmur dan biarkan cinta dan belaskasih-Nya mengalir dalam hidup Anda. Inilah awal mula sebuah pujian! Sharing : * Dapatkah Anda menyanyikan pujian Anda kepada Tuhan dalam segala situasi? Sharingkanlah hal itu dengan teman-temanmu * Bagaimanakah pujian penyembahan Anda dan teman-teman sel dalam setiap pertemuan? Apakah menarik atau malahan membosankan? Lalu bagaimana agar pujian penyembahan itu mampu mengangkat hati Anda semua masuk ke hadirat Tuhan? Diskusikan dengan teman-teman Anda! Dalam Kasih Kristus, Redaksi VacareDeo ====================================== Silahkan bagikan renungan ini ke teman terdekat Sdr/i. Tuhan memberkati. ====================================== Bagi yang ingin mengutip/menyebarkan artikel ini, harap tetap mencantumkan sumbernya. Terima kasih. Sumber: Majalah Rohani Vacare Deo ( http://www.holytrinitycarmel.com ) Edisi : Mei 2007 ====================================== Ikutilah milis Renungan VacareDeo, setiap bulan dg 2 artikel pilihan. Untuk bergabung, kirim email ke: [EMAIL PROTECTED] .