--------------------------------------------
Sumber: 
Majalah Rohani Vacare Deo
( http://www.holytrinitycarmel.com )
--------------------------------------------

Adakah Cinta di dalam Pelayanan?

(Oleh : Sr. Maria Gertrudis, P.Karm.)

Waktu telah menunjukkan pukul 19:00, suasana di sebuah perkantoran telah sepi. 
Hanya beberapa karyawan terlihat masih sibuk menyelesaikan pekerjaan hariannya. 
Nadya termasuk di antara mereka yang masih berada di kantor. Tidak seperti 
biasanya, Nadya pulang kantor jauh malam, terlihat pula pada raut wajahnya 
garis-garis kesedihan bagaikan ada suatu beban yang ingin ditumpahkan. Namun, 
Nadya tak tahu kepada siapa ia harus menceritakan semuanya ini?

Tiba-tiba, handphonenya berbunyi. Dengan malas, diraihnya dan dilihat nama yang 
tertera dalam handphone itu. Ah.. sms dari Dodi. Tanpa membacanya terlebih 
dahulu, ia langsung menghapuskannya. 

Apa yang menyebabkan Nadya berubah? Tak lain disebabkan peristiwa satu bulan 
lalu. Peristiwa yang takkan pernah dilupakan dalam kehidupannya, bisik hatinya. 
Tiba-tiba peristiwa itu kembali dalam ingatannya. Pertunjukkan yang batal 
ditampilkan oleh kelompok seni dramanya tanpa penjelasan. Pembatalan yang 
dilakukan oleh sepihak telah merusak persiapan dan kerja keras yang dilakukan 
berbulan-bulan. Nadya bertanya dalam hatinya: Siapakah yang tidak kecewa, 
kesal, sedih, marah atas peristiwa menyebalkan ini? Sungguh sebuah kekecewaan, 
kemarahan, kekesalan semuanya menjadi satu. Nadya merasa waktunya terbuang 
dengan sia-sia. Kini, ia memilih menutup dirinya dari segala macam 
kegiatan-kegiatan yang berkonotasi 'bersama'. Ia lebih suka menyendiri 
akhir-akhir ini. 


Kisah di atas hanyalah sepenggal kisah kehidupan bersama yang mau tidak mau 
akan terjadi pada diri semua orang. Hal menyenangkan maupun hal tidak 
menyenangkan dapat datang silih berganti dalam peristiwa apapun. Dalam kisah di 
atas, Nadya mengalami hal yang tidak menyenangkan dan membuatnya mengalami 
kesedihan, kekecewaan, dan penderitaan lainnya akibat orang lain. Mungkin saja 
kekecewaan Nadya juga terjadi pada diri kita?

Secara manusiawi dalam kehidupan ini, kita kadang-kadang merasa letih, sedih, 
dan kecewa atas berbagai harapan kita yang tak terjadi. Akan tetapi, hendaknya 
kesedihan itu jangan sampai memudarkan pandangan mata kita untuk melihat terang 
cahaya di balik setiap peristiwa itu, bahkan terpuruk lebih dalam lagi. Kita 
perlu mengingat apa yang dikatakan oleh St. Paulus, "Allah turut bekerja dalam 
segala sesuatu untuk mendatangkan kebaikan bagi mereka yang mengasihi Dia, 
yaitu bagi mereka yang terpanggil sesuai dengan rencana Allah." (Rm. 8:28) 
Lebih jauh lagi dalam kisah dua murid di jalan menuju Emaus. Kita melihat 
kesedihan mereka sampai berkata, "Kami dahulu mengharapkan, bahwa Dialah yang 
datang untuk membebaskan bangsa Israel. Akan tetapi sementara itu telah lewat 
tiga hari, sejak semuanya itu terjadi." (Luk. 24:21) Kristus melalui 
penampakan-Nya kepada kedua murid di jalan menuju Emaus, mengungkapkan dengan 
jelas bagaimana misteri kematian dan kehidupan, salib dan kebangkitan menjadi 
kunci harapan. Kehadiran-Nya yang penuh cinta mampu mengubah kesedihan dua 
murid di Emaus ini.

Jika kita menelaah lebih jauh lagi, episode dua murid di Emaus ini sebenarnya 
mengingatkan kita akan realitas yang menggembirakan dalam pengalaman hidup kita 
yakni tanda kehadiran Kristus yang bangkit dan tidak pernah berakhir dalam 
umat-Nya. Kehadiran itu menjadi hidup dan nyata di dalam dan di antara setiap 
pribadi, di dalam karya pelayanan, di dalam orang-orang miskin, di dalam apapun 
yang kita perbuat.

Inilah kunci untuk membuka pintu hal-hal yang tidak menyenangkan: keletihan, 
kesedihan, kekecewaan yaitu mengalami kasih yang hidup. Apakah yang tidak dapat 
diungkapkan dengan kasih? Dalam kasih, hati dapat berdamai dengan dirinya 
sendiri dan bersatu kembali dengan dirinya sendiri.

Pada saat hal-hal tidak menyenangkan terjadi, kita perlu mendengar kembali 
bahkan mengarisbawahi ungkapan dari seorang kudus besar abad ini yakni, St. 
Theresia dari Kanak-kanak Yesus. Ungkapan yang merupakan kekayaan hidup 
rohaninya, "Segala-galanya adalah rahmat, dimulai dari langkah pertama hingga 
akhirnya." Inilah kompas dalam perjalanan hidup St. Theresia dari Kanak-kanak 
Yesus. Kompas yang diungkapkan oleh St. Theresia dari Kanak-kanak Yesus ini, 
tak lain merupakan interprestasi dari sabda Yesus sendiri dalam perumpamaan 
pokok anggur dan ranting-ranting-Nya, "Di luar Aku kamu tidak dapat berbuat 
apa-apa." (Yoh. 15:5) 

Dalam suratnya kepada jemaat di Filipi, St. Paulus menegaskan, "Allahlah yang 
memberikan kepada kita baik kemauan maupun pekerjaan." (Bdk. Flp 2:13) Sekarang 
kita tahu bahwa tanpa rahmat Allah kita tidak dapat melakukan satu hal pun yang 
baik ataupun menghendaki yang baik untuk kita kerjakan. 


Cinta dibangun oleh Sabda Yesus

Kita telah mengetahui bahwa untuk menghendaki yang baik kita memerlukan rahmat. 
Caranya dengan memohon kepada Allah untuk memberikan kepada kita rahmat itu. 
Salah satu rahmat yang kita butuhkan yaitu cinta. Cinta adalah perekat yang 
menyatukan berbagai kehidupan. Cinta bagaikan dasar dalam suatu bangunan. 
Apabila dasar itu tidak ada maka bangunan tersebut akan hancur (Bdk. Mat. 
7:24-27). Iman kristiani menekankan kesatuan cinta Allah dan cinta sesama, dan 
kebutuhan yang sangat akan keduanya untuk menjadi bagian dari keberadaan kita. 

Dasar cinta kristiani berpusat di dalam kesatuan dengan Kristus dan membawa 
semangat-Nya, "Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti 
Aku telah mengasihi kamu. Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih 
seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya." (Yoh. 15:12-13)

Cinta juga membutuhkan suatu komitmen yang teguh di mana kita berani memberikan 
waktu untuk mencintai Allah sebagai balasan atas kasih-Nya dalam doa, kegiatan 
rohani maupun sosial, dan sebagainya. Tepatlah apa yang dikatakan oleh Beata 
Teresa dari Kalkuta, "Karya-karya yang baik terkait satu sama lain hingga 
membentuk sebuah rantai cinta."

Sebagai murid Yesus, kita perlu mengikuti apa yang diteladankan oleh sang Guru. 
Inilah cinta yang dibangun oleh sabda Yesus, "Mencintai sebagaimana Yesus 
mencintai" berarti menyerahkan nyawa untuk sahabat-sahabat dan dengan penuh 
semangat mencintai mereka yang bukan sahabat (Bdk. Luk. 6:27-29).


Dipanggil untuk Hidup Bersama

Kenyataan hidup sehari-hari menunjukkan bahwa banyak persahabatan tidak 
bertahan lama, orang yang saling mencinta tidak dapat bertahan dalam hubungan 
cinta mereka, banyak keluarga hancur dan pecah, komunitas-komunitas tidak 
pernah bebas dari krisis-krisis hubungan antar anggota, alangkah rapuhnya 
hubungan antar manusia. Sebuah pertanyaan yang harusnya ada bagi kita sebagai 
murid Kristus yang dipanggil untuk hidup bersama, "Apa artinya mencintai orang 
lain?"

Orang akan sulit untuk mendefinisikan arti cinta sesungguhnya. Sebabnya dalam 
dunia ini betapa sulitnya menemukan cinta yang sesungguhnya. Ungkapan yang 
seringkali kita dengar, "Mencintai adalah pekerjaan berat!" Dalam masyarakat 
kita, cinta dinyanyikan, ditulis menjadi sebuah kisah, dibicarakan sebagai 
cita-cita indah yang didambakan semua orang. Kita hanya dapat mengartikan cinta 
merupakan suatu tindakan atau perbuatan dan bukannya suatu perasaan. Hal ini 
berarti, seandainya kita mencintai sekaligus menghendaki kebaikan orang yang 
kita cintai.

"Kita mengasihi, karena Allah lebih dahulu mengasihi kita." (1Yoh. 4:19) Karena 
Allah lebih dahulu mengasihi kita, maka kita dijadikan mampu untuk mengasihi. 
Oleh karena itu segala sesuatu dapat kita lakukan dalam kasih. Allah mencintai 
kita dengan kasih yang tanpa batas. Allah juga memanggil kita untuk menjadi 
saksi akan cinta-Nya. Mencintai berarti mewujudkan cinta Allah yang tanpa 
batas, dalam persatuan hidup dengan orang lain.

Salah satu sisi paling indah hidup bersama ialah bahwa di dalamnya selalu 
terjadi tindakan memberi dan menerima. Setiap orang yang sudah benar-benar 
menghayati hidup bersama akan berkata, "Saya menerima sama banyak dengan yang 
saya berikan." 

Bila segala sesuatu kita lakukan dalam kasih dan dengan kasih, semuanya 
mendapatkan nilai keabadian dan berkenan kepada Allah. St. Theresia dari 
Kanak-kanak Yesus mengatakan, "Apabila kita hanya memungut sebatang jarum yang 
jatuh saja, tetapi dengan kasih, itu sudah mendapat nilai keabadian."


Menjadi Saksi Cinta Allah yang Hidup

Semua relasi manusiawi, entah antara orang tua dengan anak, suami dengan istri, 
antar sahabat, antar warga komunitas, semestinya menjadi tanda cinta Allah 
kepada umat manusia. Yesus berkata, "Sama seperti Aku telah mengasihi kamu, 
demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian, semua orang akan 
tahu, bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, yaitu jikalau kamu saling mengasihi." 
(Yoh. 13:34-35) Bagaimana Yesus mencintai kita? Yesus berkata, "Seperti Bapa 
mengasihi Aku, demikianlah juga Aku telah mengasihi kamu." (Yoh. 15:9) Cinta 
Yesus kepada kita adalah wujud utuh cinta Allah kepada kita, karena Yesus dan 
Bapa adalah satu. Ia berkata, "Apa yang Aku katakan kepadamu, tidak Aku katakan 
dari diri-Ku sendiri, tetapi Bapa yang diam di dalam Aku, Dialah yang melakukan 
pekerjaan-Nya. Percayalah kepada-Ku, bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam 
Aku." (Yoh. 14:10-11)

Di sini, Yesus mau menyatakan bahwa kita dipanggil oleh Allah untuk menjadi 
saksi hidup bagi kasih Allah. Kita menjadi saksi seperti itu dengan mengikuti 
Yesus dan saling mengasihi, seperti Ia mengasihi kita. Ibu Teresa dari Kalkuta 
merupakan salah satu contoh dalam zaman kita yang melaksanakan cinta secara 
heroik. Dalam seluruh hidupnya, Ibu Teresa dari Kalkuta mengabdikan untuk 
melayani orang-orang yang paling miskin di antara yang miskin. Ia mengatakan: 
"Tuhan selalu memberi perhatian terhadap cinta kita. Sesungguhnya tidak seorang 
pun dari antara kita yang dikecualikan. Tuhan memiliki cara tersendiri untuk 
melakukan segalanya dan untuk membinasakan apa pun hasil kemampuan manusia yang 
tertinggi. Kita bisa saja bekerja sampai suatu saat kita tidak sanggup lagi. 
Kita juga dapat bekerja hingga berlebihan. Namun, bila yang kita lakukan itu 
tidak dikaitkan dengan cinta, maka seluruh pekerjaan kita tidak akan berguna di 
mata Tuhan."


Cinta di dalam Penderitaan

Mencintai berarti menuju persatuan, mengarah, dan memperbanyak usaha untuk 
bersatu dengan yang dicintai melalui tindakan memberikan diri, menyangkal diri 
supaya tidak ada sesuatupun yang menghalangi untuk mencintai. Maka, mencintai 
menuntut suatu pengurbanan! Pengurbanan ini dapat berupa hal menyenangkan 
maupun hal tidak menyenangkan, misalnya penderitaan, kecewa, sedih, malu, dan 
sebagainya. Bagi seseorang yang mencintai penderitaan yang dialami adalah madu 
yang manis untuk sampai kepada persatuan cintakasih yang sempurna. 

St. Yohanes dari Salib mengatakan, "Kasih yang sejati berarti mau menjadi 
serupa dengan yang dikasihi. Karena yang dikasihi itu sekaligus adalah yang 
disalibkan, maka mereka pun tidak lepas dari salib." St. Paulus mengatakan hal 
yang senada: "Semuanya itu kuanggap sebagai sampah demi Yesus Kristus. Yang 
kukehendaki adalah mengenal penderitaan-Nya dan kuasa kebangkitan-Nya, untuk 
menggenapkan apa yang kurang dari penderitaan Kristus." (Lih. Flp. 3:8, 10; 
Kol. 1:24) 

Jelaslah bahwa cinta terkait dengan eratnya bahkan tidak terlepas dari 
penderitaan. Inilah risiko yang harus diambil bagi orang yang mencintai, bukan 
demi penderitaan itu sendiri melainkan kita telah diperkenankan untuk ambil 
bagian di dalam penderitaan Kristus.


PENUTUP

Kiranya jelas bahwa dalam hidup ini kita akan selalu dihadapkan pada 2 hal, 
yaitu hal menyenangkan yang mendatangkan sukacita dan kegembiraan, dan hal yang 
tidak menyenangkan yang mendatangkan penderitaan. Pada kisah di atas, kegagalan 
membuat Nadya takut untuk melangkah. Sebagai seorang kristen sejati, kita 
dituntut untuk berani bangkit dari setiap penderitaan dan bukannya terpuruk. 
Baik kita mendengarkan ungkapan yang seringkali kita dengar, "Kegagalan 
merupakan sebuah rahmat yang tertunda". St. Paulus mengatakan, "Janganlah 
hendaknya kerajinanmu kendor, biarlah rohmu menyala-nyala dan layanilah Tuhan." 
(Rm. 12:11)

Setiap penderitaan jika disatukan dengan salib Kristus memiliki arti lebih bagi 
keselamatan jiwa kita. Marilah bersama-sama, kita meletakkan seluruh dasar 
bangunan dalam pelayanan apapun yang kita kerjakan dengan semangat cinta, 
sambil tak lupa mengucap syukur atas apa yang Dia percayakan untuk kita 
lakukan. "Dan segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, 
lakukanlah semuanya itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia 
kepada Allah, Bapa kita." (Kol. 3:17)


Sharing : 
* Bagaimana sikap Anda jika suatu saat ada peristiwa yang tidak menyenangkan 
terjadi pada diri Anda? Apa yang biasanya Anda lakukan? Lebih-lebih jika itu 
berkaitan dengan sesama yang mengecewakan hati Anda? Sharingkanlah pengalaman 
Anda dalam sel
* Mencintai berarti mau berkurban. Bagaimana Anda menghayati hal mencintai ini? 
Sudahkah Anda mencintai dengan hati tulus dan tanpa mengharapkan sesuatu? 
Sharingkanlah pengalaman Anda dalam usaha mencintai seperti Yesus.





Dalam Kasih Kristus,

Redaksi VacareDeo

======================================
Silahkan bagikan renungan ini ke teman terdekat Sdr/i.
Tuhan memberkati.
======================================
Bagi yang ingin mengutip/menyebarkan artikel ini,
harap tetap mencantumkan sumbernya. Terima kasih.
Sumber:
Majalah Rohani Vacare Deo
( http://www.holytrinitycarmel.com )
======================================
Ikutilah milis Renungan VacareDeo,
setiap bulan dg 2 artikel pilihan.
Untuk bergabung, kirim email ke:
renungan-vacaredeo-subscr...@yahoogroups.com



.








Kirim email ke