Seorang teman, tiba-tiba datang dihadapan saya, dia langsung duduk dan mulai panjang lebar menceritakan prihal yang dia alami, dan setelah bercerita dia mulai bercerita tentang dirinya, dan ini dilakukan berulang-ulang ketika bertemu saya. Saya mendengarkan ceritanya sampai tuntas, dan hanya tanggapan kecil yang saya berikan, "oh begitu, kapan, dimana" dan lain sebagainya, sebagai ungkapan bahwa saya merespon apa yang telah ia utarakan. Suatu ketika giliran saya menceritakan cerita saya, hanya memberikan sebuah cerita, tanggapannya seperti tidak mendengar bahkan berusaha untuk mengalihkan pembicaraan bahkan lebih parah lagi saya ditinggalkan sendiri didalam ruang tersebut. Sedih, itu sudah jelas, ketika bercerita tidak ada yang menanggapi bahkan merespon cerita yang saya ceritakan juga enggak bahkan hanya untuk mendengar sedikitpun!!!.
Kita manusia, butuh untuk bercerita, sekedar melepas beban, melepas kepenatan, melepas setiap masalah, memberikan ide/saran dan lain sebagainya, agar tubuh menjadi seimbang, Untuk melepaskan semua itu butuh yang dinamakan teman mendengar, tapi tak sekedar teman yang bisa mendengar, tapi teman yang benar-benar mendengar secara utuh, teman yang menurut saya mempunyai sorot mata yang merespon apa yang kita ceritakan. Teman bercakap-cakap banyak kita temui, tapi teman untuk mendengar sangat jarang ditemui, dan teramat sulit untuk ditemui karena yang sering kita temui bahkan terlalu banyak teman lebih banyak bercakap- cakap tanpa mau mendengarkan bahkan untuk beberapa saat, teman untuk bercakap-cakap, lebih banyak bercerita dengan dirinya dan permasalahnya yang dialaminya, dan teramat sulit untuk mendengar keluhan temannya sendiri bahkan cendrung lebih kelihatan egois bahkan mungkin cendrung narsis "ceritamu tak begitu penting cerita yang ada padakulah yang harus kau ketahui dan kau dengar bukan ceritamu karena ceritaku jauh lebih menarik dibandingkan mendengar ceritamu". Apakah kita pernah mengetahui bahkan menyadari, perasaan seseorang ketika cerita atau apa yang dia ungkapkan tiba-tiba tidak direspon ? Saya rasa jawabanya sangat jarang bahkan sangat sedikit orang yang bisa merasakan dan menyadarinya. Atau mungkin saja ketika ada yang mulai bercerita tentang suatu masalah/pristiwa kita sendiri tidak betah untuk mendengar keluh kesahnya padahal teman kita hanya ingin didengar, hanya itu. Saya jadi teringat salah satu acara radio yang saya dengar beberapa hari yang lalu, temanya kalau saya tidak salah ingat yakni lebih baik menjadi teman/pasangan yang mendengar atau menjadi teman/pasangan yang lebih banyak berkeluh kesah. Ditengah-tengah acara tersebut sang penyiar berbicara sebagai berikut ada teman/pasangan yang ketika dia bercerita tentang masalahnya dia hanya butuh didengar saja dan tidak perlu ditanggapi, tapi ada juga teman/pasangan yang ketika dia bercerita tentang masalahnya dia butuh ditanggapai serius dengan apa yang diceritakannya. apa yang disodorkan terhadap tema tersebut disambut beberapa pendengar dengan respon yang beragam kebanyakan mengungkapkan bahwa lebih baik menjadi pendengar cerita teman/pasangan karena itu menandakan bahwa kita mempunyai rasa peduli kepada lawan bicara,bahwa kita menghargai lawan bicara, dan itu menunjukkan kasih sayang kita. Sedangkan menjadi teman/pasangan yang lebih banyak berkeluh kesah banyak direspon para pendengarnya cendrung membosankan, karena yang dia ceritakan hanya dirinya dan dirinya. ini hanya sebuah opini dari sebagian orang, dan memang tidak bisa dikatakan akurat 100%, karena dia hanya sebuah tanggapan akan sebuah tema, yang pada saat itu memang pas dengan moment yang saya alami. Tapi yang menjadi pertanyaan yang ada dikepala saya, apakah tidak ada kata maupun waktu hanya untuk mendengar cerita seseorang? Ataukah memang sifat ketidakpedulian untuk hanya mendengar, menatap muka, bahkan merespon itu sangat jarang ditemui? Merespon, mungkin itu poin yang utama yang saya ambil, tapi jika kita menemui dan menghadapi seperti cerita saya, apakah berarti orang tersebut tidak bisa merespon? atau bisa merespon tapi tidak ingin merespon? Mendengar itu tidak butuh bakat ataupun keahlian, dia hanya butuh kedua telinga dan sorotan mata yang peduli karena mendengar adalah wujud dari kepedulian, kasih sayang, menghargai siapa yang kita dengar, karena mendengar adalah sikap yang teramat sangat diharapkan bagi yang memberikan cerita bukan sekedar pandai bercuap-cuap ataupun bercakap-cakap tentang masalah maupun pristiwa yang kita alami saja Bandung, 27 Juli 2008 Original Writing : Rosa Linda (www.rosalinda.blogdrive.com,www.kucinglapar.rezaervani.com)