Hati Yang Menderita

By: agussyafii

Malam terdengar sayu-sayu suara anak-anak Amalia sedang melantunkan ayat suci 
al-Quran. Suara itu menenteramkan hati ditengah penderitaan kehidupan. Hujan 
rintik membasahi bumi. Seorang Ibu duduk termenung menatap air yang menetes 
diatap Rumah Amalia. Beliau bertutur kepada saya.

Dua belas tahun mengarungi rumah tangga dirinya mengkayuh dengan susah 
payahnya. Bangunan rumah tangga diatas pondasi kasih sayang yang rapuh. 
Pernikahannya penuh dengan pertanyaan yang tiada akhir benarkah dirinya adalah 
belahan jiwa dari suami yang dicintainya?

Awalnya dirinya sangat mencintai seorang laki-laki namun laki-laki itu jatuh 
cinta justru kepada perempuan lain yang dikenal sebagai teman baiknya sewaktu 
SMA. Ditengah kegagalan membuat hidupnya menjadi resah dan galau. Kegalauannya 
menyebabkan dirinya bagai tenggelam diarus sungai yang deras. Siapapun yang 
bisa digapainya menjadi tambatan hatinya. Sampai berganti-ganti pasangan. 
Ditengah usia yang semakin tua tanpa ada pilihan lainnya yang memaksa dirinya 
untuk menikah dengan laki-laki yang datang melamarnya. Pernikahanpun 
dilaksanakan dengan meriah. Kebahagiaanpu hadir.

Ditengah kehidupan dengan mengalirnya waktu, materi dan karier telah mengubah 
seorang laki-laki. Semenjak bekerja dengan kariernya yang menanjak bagus. 
Kehidupan rumah tangganya mendadak berubah. Segala bentuk keresahan yang setiap 
dirasakan betapa ganasnya kota Jakarta menjadi sirna. Segalanya menjadi mudah. 
Dari menempati rumah kontrakan yang bocor, sering tergenang banjir. Disaat 
itulah hatinya menjadi sakit dan penuh penderitaan ketika mendapatkan perempuan 
lain dengan mudah hadir didalam hati suaminya. Justru ketika rumahnya sudah 
tidak lagi bocor dan tergenang banjir. Rumah besar dan nyaman dibilangan elit 
di kota jakarta. 

Suaminya mengakui semua perbuatannya dan mengaku bahwa hal itu semata-mata 
khilaf namun luka dihatinya telah membuat hidupnya menjadi menderita. Ditengah 
penderitaannya ada sebuah kesadaran bahwa apa yang telah terjadi dalam hidupnya 
seolah membukakan mata hatinya betapa lemahnya manusia dihadapan kekuasaan 
Allah Subhanahu Wa Ta'ala.

'Betapa tidak berdaya kita dihadapan Allah Subhanahu Wa Ta'ala ya Mas Agus..' 
ucapnya lirih. 'Disaat saya begitu bangganya kepada suami seolah Allah 
menyentil saya agar mencintai Allah dengan sepenuh hati. Cinta suami adalah 
cinta yang ilusi sedangkan cinta kepada Allah adalah cinta yang hakiki.' 
lanjutnya, air mata itu  bagai bendungan yang sudah tidak mampu ditahannya. 
Mengalir dengan derasnya.  Semuanya terhenti disaat anak-anak Amalia sedang 
berdoa.

Ditengah doa anak-anak Amalia telah menenteramkan hatinya dan telah 
menyembuhkan luka dihatinya. Nampak wajahnya terurai di hiasi senyuman. Ada 
sebuah kelegaan, ada sebuah kedamaian dihatinya. Tanpa terasa terucap puji 
syukur kehadirat Allah atas semua anugerahNya dan disaat itulah keikhlasan 
menerima apapun kesalahan suami mencair di dalam hatinya. Subhanallah.

--
Dan mengapa mereka tidak berpikir tenteng kejadian diri mereka? Allah tidak 
menjadikan langit dan bumi dan apapun yang diantara keduanya melainkan dengan 
tujuan yang benar dan waktu yang ditentukan. Dan Sesungguhnya kebanyakan 
diantara manusia benar-benar ingkar akan pertemuan dengan Tuhannya (QS. ar-Ruum 
; 8).

Wassalam,
agussyafii
---- 
Yuk, hadir di Kegiatan 'Amalia Cinta al-Quran (ACQ).' Hari Ahad, Tanggal 20 
Juni 2010 Di Rumah Amalia, Jl. Subagyo IV blok ii, No.23 Komplek Peruri, 
Ciledug. Silahkan kirimkan dukungan dan partisipasi anda di 
http://www.facebook.com/agussyafii3, atau http://agussyafii.blogspot.com/, 
http://www.twitter.com/agussyafii atau sms di 087 8777 12 431.




      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke