. Penguatan dipicu oleh pengumuman Bank Indonesia yang menurunkan BI Rate,
selain didukung fundamental yang kuat. Turunnya BI Rate kembali memperkuat
tesis bahwa Indonesia dan BEI adalah "firdaus investasi global" atau tempat
yang sangat menjanjikan bagi investor. Dinilai cukup menjanjikan karena pasar
modal Indonesia berpotensi memberikan tingkat keuntungan di atas yang
disyaratkan oleh investor global..
Hari ini akan diadakan Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia. Rapat diprediksi
akan memutuskan penurunan suku bunga acuan BI Rate sebesar 25 bps menjadi
6,5%.Kepala Ekonom BNI Tony Prasetiantono menjelaskan setidaknya ada 2 alasa
yang menjadi pendorong BI Rate kembali diturunkan. "BI rate saya rekomendasikan
diturunkan ke 6,5%. Ada dua alasannya," ujarnya kepada detikFinance, Rabu
(5/8/2009).Alasan pertama adalah laju inflasi yang hanya 0,66% pada 7 bulan
pertama
(Januari-Juli 2009) dan inflasi year on year 2,71% memberi ruang gerak
penurunan sukubunga. Lalu alasan kedua, rupiah dinilai sedang kuat-kuatnya
karena modal asing masuk ke Indonesia dan memborong saham.
Untuk melihat pengaruh penurunan BI Rate terhadap IHSG bisa dilihat dari
informasi berikut :
.
Analis BNI, Ryan Kiryanto, mengatakan bahwa penurunan suku bunga acuan bank
sentral akan menggairahkan pasar modal. Pemodal akan masuk lantai bursa untuk
memburu saham yang diuntungkan turunnya BI Rate (2).
Pada penutupan perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Jumat 3
Juli 2009, setelah penurunan BI Rate, indeks harga saham gabungan menguat 9,55
poin atau 0,46 persen menjadi 2.075,30. Adapun Indeks LQ45 naik 2,72 poin atau
0,68 persen ke level 404,83 dan Indeks Kompas100 naik 3,19 poin atau 0,63
persen menjadi 504,71. Sekalipun tipis, penguatan indeks harga saham cukup
mencengangkan pelaku pasar modal.
Sebelumnya, sejumlah analis memperkirakan, indeks harga saham dalam negeri akan
anjlok menyusul derasnya sentimen negatif yang mengalir beberapa hari terakhir
sehingga menekan indeks di bursa global, termasuk Amerika Serikat, Eropa, dan
Asia. Pada sesi pertama perdagangan, Jumat 3 Juli 2009, IHSG sempat anjlok
sampai 20 poin atau hampir 1 persen. Namun, di sesi kedua, IHSG berangsur
membaik dan akhirnya ditutup positif. Sementara itu, mayoritas bursa kawasan
ditutup melemah.
Indeks Nikkei-225 di Jepang turun 0,61 persen dan Indeks Straits Times di
Singapura turun 0,91 persen, sedangkan Indeks Hang Seng di Hongkong naik 0,14
persen. Adapun Indeks Dow Jones Industrial Average pada perdagangan saham di
New York Stock Exchange, sehari sebelumnya, anjlok hingga 2,63 persen.
Pelemahan ini terjadi karena adanya sentimen negatif pelaku pasar modal
terhadap peningkatan angka pengangguran di AS, dari 322.000 orang pada Mei 2009
jadi 467.000 orang (Juni 2009) atau tertinggi sejak 1983.
Direktur PT CIMB-GK Securities Indonesia, William Henley memperkirakan
tingginya angka pengangguran di AS akan mengurangi konsumsi minyak dunia
sehingga akan berpengaruh pada harga komoditas dan energi lainnya. Harga minyak
yang saat ini berada di kisaran 66 dollar AS per, barrel diperkirakan akan
diperdagangkan berdasarkan harga fundamentalnya, yaitu 50-55 dollar AS per
barrel (4).
Pengamat pasar modal, Robert Nayoan, mengatakan penguatan indeks harga saham di
BEI termasuk anomali. Penguatan dipicu oleh pengumuman Bank Indonesia yang
menurunkan BI Rate, selain didukung fundamental yang kuat. Turunnya BI Rate
kembali memperkuat tesis bahwa Indonesia dan BEI adalah "firdaus investasi
global" atau tempat yang sangat menjanjikan bagi investor. Dinilai cukup
menjanjikan karena pasar modal Indonesia berpotensi memberikan tingkat
keuntungan di atas yang disyaratkan oleh investor global. Selanjutnya,
keuntungan yang diperoleh investor di bursa Indonesia dipakai untuk menutup
kerugian investasi akibat krisis pada akhir 2008.
dikutip dari kesimpulan penelitian di kesimpulan co cc