[Keuangan] Resiko Sistemik yang menjadi landasan bail out Bank Century (artikel 1)

2009-11-14 Terurut Topik herisetiono004

Kasus bailout lembaga keuangan di Amerika Serikat dan Eropa, atau sejarah 
krisis sepanjang zaman, menunjukkan bahwa risiko sistemik adalah hal yang 
inheren dalam dunia keuangan. Itu adalah sebuah risiko akan terjadinya 
instabilitas di pasar keuangan yang dapat merambat ke sektor riil. Saat krisis 
terjadi, kepercayaan masyarakat runtuh. Saat itu, umumnya Pemerintah turun 
tangan mem-bail out sistem keuangan, meski misalnya, kesalahan seperti 
penerbitan subprime mortgage, dilakukan oleh para pemilik bank.. Terlepas dari 
permasalahan yang terjadi di Bank Century, pada akhir 2008, Indonesia sedang 
terkena imbas krisis global yang luar biasa dahsyatnya. Saat itu, Bank Century 
menghadapi sakratul maut. Pilihannya adalah menutup bank itu atau 
menyelamatkannya. Apabila melihat pada dampaknya di sektor riil dan jumlah 
nasabahnya, Bank Century sebenarnya termasuk ke dalam low impact bank. Jumlah 
nasabahnya pun hanya 65.000 orang. Artinya, apabila ada permasalahan, menutup 
bank ini memiliki dampak kecil ke sektor riil dan nasabah.
Namun hal itu hanyalah satu parameter dalam mempertimbangkan penutupan suatu 
bank. Beberapa parameter lain perlu menjadi pertimbangan, khususnya apabila 
melihat apakah penutupan bank itu membawa risiko sistemik.

Parameter pertama adalah melihat bagaimana dampak penutupan Bank Century pada 
bank lain. Dilihat dari parameter itu, Bank Indonesia memandang imbasnya sangat 
besar. Data pada waktu itu menunjukkan bahwa ada beberapa bank yang memiliki 
eksposur besar di Bank Century. Bank Century mempunyai transaksi antar bank 
dengan 65 bank bisa mengancam sistem keuangan. BI juga memaparkan ada 18 bank 
yang memungkinan kesulitan likuiditas dan 5 bank yang kondisinya mirip dengan 
Bank Century. Beberapa bank akan mengalami masalah likuiditas. Akibatnya, rasio 
kecukupan modalnya (CAR) akan anjlok. Kalau CAR suatu bank anjlok, bank 
tersebut langsung masuk ICU, atau pengawasan khusus BI. Masalah tidak berhenti 
di situ, karena efeknya akan berantai ke bank-bank lainnya.. Apabila terjadi 
masalah terhadap Bank Century, diperkirakan akan memicu penarikan dana yang 
berkaitan dengan suasana khawatir yang menyelimuti masyarakat yang berakibat 
akan terjadinya efek domino dan rush terhadap bank bank yang setara.  Parameter 
lain yang menjadikan Bank Century sistemik pada waktu itu, adalah imbasnya ke 
pasar modal, baik pada saham maupun obligasi. Pada saat itu, pasar keuangan 
sangat labil dengan berbagai berita negatif, IHSG anjlok, yield obligasi negara 
naik, serta credit default swap naik tinggi 




[Keuangan] Resiko Sistemik yang menjadi landasan bail out Bank Century (artikel 2)

2009-11-14 Terurut Topik herisetiono004
Kondisi ekonomi saat itu sungguh berada dalam posisi clear and present danger. 
Bangkrutnya Lehman Brothers dan ditutupnya lebih dari 50 bank di Amerika, belum 
termasuk di Eropa, telah menimbulkan kengerian yang luar biasa di berbagai 
negara, termasuk Indonesia. Sistem keuangan Indonesia saat itu mengalami 
tekanan hebat. Kepercayaan publik terhadap perbankan merosot drastis. Hal itu 
dapat dilihat pada dana perbankan di Sertifikat Bank Indonesia (SBI) yang 
biasanya mencapai Rp 200 triliun, tiba-tiba menyusut hingga hanya Rp 89 
triliun. Itu artinya, masyarakat beramai-ramai menarik dananya dari perbankan 
dalam jumlah besar. Untuk menutupi kebutuhan itu, perbankan mencairkan dana 
mereka di SBI

Indikator kepanikan masyarakat juga dilihat dari anjloknya dana deposito 
masyarakat di bank. Menyikapi penarikan ini, bank melakukan perang suku bunga, 
guna menghindari penarikan lebih lanjut. Di Pasar Uang Antar Bank (PUAB), 
bank-bank besar mulai menahan dana dan enggan saling meminjamkan pada bank yang 
membutuhkan. Pada saat itu terjadi gejala flight to quality, yaitu perpindahan 
dana bank lebih kecil ke bank besar.  Akibatnya, bank kecil dan menengah 
mengalami kesulitan likuiditas.

Di sisi lain, ada indikator risiko gagal kredit yang dinamakan CDS (Credit 
Default Swap). Ini adalah indikator yang berlaku internasional untuk melihat 
risiko kegagalan suatu negara dalam membayar kewajibannya. Makin tinggi 
indeksnya, makin tinggi risikonya. Saat itu, CDS Indonesia melonjak dari angka 
200 basis point (bps) menjadi 1400 bps. Risiko gagal Indonesia saat itu sungguh 
tinggi. Hal ini kemudian diikuti oleh penarikan dana asing yang mencapai 
sekitar 6 miliar dollar AS. Nilai tukar rupiah pun ikut tertekan. Masyarakat 
makin resah dan panik. Sebagian menarik simpanannya dan menukar ke dollar.

Penutupan bank, dalam kontekstualisasi keadaan seperti di atas, akan 
menyebabkan kondisi semakin tidak terkendali. Masyarakat merosot kepercayaannya 
pada bank. Trauma penutupan 16 bank di tahun 1998 masih jelas membayang dan 
menjadikan mereka gelisah. Dengan analisa tersebut lalu dinyatakan Bank Century 
sebagai bank gagal yang sistemik sehingga harus diselamatkan oleh LPS