Kasus bailout lembaga keuangan di Amerika Serikat dan Eropa, atau sejarah
krisis sepanjang zaman, menunjukkan bahwa risiko sistemik adalah hal yang
inheren dalam dunia keuangan. Itu adalah sebuah risiko akan terjadinya
instabilitas di pasar keuangan yang dapat merambat ke sektor riil. Saat krisis
terjadi, kepercayaan masyarakat runtuh. Saat itu, umumnya Pemerintah turun
tangan mem-bail out sistem keuangan, meski misalnya, kesalahan seperti
penerbitan subprime mortgage, dilakukan oleh para pemilik bank.. Terlepas dari
permasalahan yang terjadi di Bank Century, pada akhir 2008, Indonesia sedang
terkena imbas krisis global yang luar biasa dahsyatnya. Saat itu, Bank Century
menghadapi sakratul maut. Pilihannya adalah menutup bank itu atau
menyelamatkannya. Apabila melihat pada dampaknya di sektor riil dan jumlah
nasabahnya, Bank Century sebenarnya termasuk ke dalam low impact bank. Jumlah
nasabahnya pun hanya 65.000 orang. Artinya, apabila ada permasalahan, menutup
bank ini memiliki dampak kecil ke sektor riil dan nasabah.
Namun hal itu hanyalah satu parameter dalam mempertimbangkan penutupan suatu
bank. Beberapa parameter lain perlu menjadi pertimbangan, khususnya apabila
melihat apakah penutupan bank itu membawa risiko sistemik.
Parameter pertama adalah melihat bagaimana dampak penutupan Bank Century pada
bank lain. Dilihat dari parameter itu, Bank Indonesia memandang imbasnya sangat
besar. Data pada waktu itu menunjukkan bahwa ada beberapa bank yang memiliki
eksposur besar di Bank Century. Bank Century mempunyai transaksi antar bank
dengan 65 bank bisa mengancam sistem keuangan. BI juga memaparkan ada 18 bank
yang memungkinan kesulitan likuiditas dan 5 bank yang kondisinya mirip dengan
Bank Century. Beberapa bank akan mengalami masalah likuiditas. Akibatnya, rasio
kecukupan modalnya (CAR) akan anjlok. Kalau CAR suatu bank anjlok, bank
tersebut langsung masuk ICU, atau pengawasan khusus BI. Masalah tidak berhenti
di situ, karena efeknya akan berantai ke bank-bank lainnya.. Apabila terjadi
masalah terhadap Bank Century, diperkirakan akan memicu penarikan dana yang
berkaitan dengan suasana khawatir yang menyelimuti masyarakat yang berakibat
akan terjadinya efek domino dan rush terhadap bank bank yang setara. Parameter
lain yang menjadikan Bank Century sistemik pada waktu itu, adalah imbasnya ke
pasar modal, baik pada saham maupun obligasi. Pada saat itu, pasar keuangan
sangat labil dengan berbagai berita negatif, IHSG anjlok, yield obligasi negara
naik, serta credit default swap naik tinggi