[Keuangan] DPR 'goyang' PLN - Tarif listrik baru 6.600 VA harus ditunda

2010-02-15 Terurut Topik Ical Moci
Saya tidak habis pikir kenapa diskursus yang mengemuka hanya semata masalah
mekanisme. Substansinya sendiri bagaimana?
Setujukah kita bila pelanggan kaya dengan daya  6.600 VA (ini rumahnya
pasti punya AC  10 buah) masih membayar dengan tarif subsidi?


DPR 'goyang' PLN
Tarif listrik baru 6.600 VA harus ditunda

JAKARTA: Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta Menteri Energi dan
Sumber Daya Mineral (ESDM) meninjau ulang penetapan tarif listrik baru oleh
PLN bagi pelanggan berdaya di atas 6.600 volt ampere (VA).

Konsekuensi itu mengacu pada hasil kesimpulan rapat kerja antara Menteri
ESDM dan Komisi VII pada 3 April 2008 dan kesimpulan rapat kerja Panitia
Anggaran dengan pemerintah cq Menteri Keuangan pada 20 Agustus-17 September
2009.

Anggota Komisi VII Satya Wira Yudha dari Fraksi Golongan Karya mengungkapkan
sesuai dengan keputusan DPR pada 3 April 2008, DPR meminta pemerintah pada
kesempatan pertama untuk melakukan due diligence atas dasar yuridis perihal
penetapan tarif multiguna.

Atas dasar itu, dia menegaskan, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) harus
melakukan uji tuntas sebelum menetapkan tarif listrik baru bagi pelanggan
berdaya di atas 6.600 VA.

Ini tidak pernah dimasukkan. Kami bukannya mempersoalkan kenaikan tarif
itu, tetapi mekanismenya yang kami kritisi karena menyalahi aturan, ujarnya
di gedung DPR, kemarin.

Menurut dia, pada dasarnya Komisi VII menyetujui bahwa PLN diperbolehkan
melakukan penghematan pemakaian listrik melalui penerapan mekanisme
penerapan tarif subsidi menjadi tidak bersubsidi bagi pelanggan 6.600 VA
dengan tarif multiguna.

Kalau memang ada kenaikan, ya kita setujui. Yang kita minta, sebelum dia
[PLN] melakukan harus melakukan due diligence dulu. Itu tidak pernah
disampaikan pemerintah kepada kami. Kita minta PLN untuk menertibkan
mekanismenya dulu. Kalau dia [PLN] bisa melakukannya, tentu bisa jalan.

Satya mengakui keputusan akhir soal kenaikan tarif listrik itu ada di tangan
pemerintah. Di sisi lain, dia mengakui, tidak adanya sinkronisasi antara
Badan Anggaran dan Komisi VII sehingga terjadi pemahaman yang berbeda soal
kenaikan tarif itu.

Seharusnya pada waktu Badan Anggaran memasukkan soal kenaikan tarif itu di
UU APBN 2010 juga mendapat endorsement terlebih dulu dari Komisi VII. Yang
perlu ditekankan, keputusan itu keluar setelah pemerintah berkonsultasi
dengan DPR. Kalau DPR tidak setuju, tetap saja tidak boleh jalan, tutur
Satya.

Ismayatun, anggota Komisi VII dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan menilai kenaikan tarif listrik itu tetap harus mengacu kepada
perundangan yang berlaku. Ini kan menyangkut masyarakat banyak. Jadi harus
ditunda dan ditinjau-ulang kembali, tuturnya.

*Tanpa persetujuan
*
Sementara itu, Kementerian BUMN menyatakan kenaikan tarif listik tanpa
persetujuan DPR karena sesuai dengan UU APBN.

Sekretaris Kementerian BUMN M. Said Didu menyatakan dalam UU APBN disebutkan
PLN bisa menyesuaikan tarif listrik tanpa harus mendapat persetujuan DPR.
Jika tidak dilaksanakan, hal itu justru bertentangan dengan peraturan yang
ada. (lihat ilustrasi)

Namun, ada peraturan lain yang menyatakan kenaikan tarif listrik harus
mendapat persetujuan DPR. Di sini terjadi perbedaan penafsiran, ujarnya.

Menurut Said, sejauh ini Kementerian BUMN belum mengecek penetapan tarif
PLN, serta perbedaan regulasi mengenai mekanisme penetapan tarif listrik.

Menteri ESDM Darwin Zahedy Saleh mengatakan kebijakan harga nonsubsidi untuk
pelanggan di atas 6.600 VA, pada dasarnya untuk mendorong penghematan bagi
pelanggan yang memiliki kemampuan dan pemakaian listriknya tinggi.

Mekanismenya, dengan pengenaan disinsentif dengan tarif keekonomian (tanpa
subsidi) untuk pemakaian di atas batas tertentu. Kebijakan ini mengacu juga
pada UU 47/2009 tentang APBN 2010, yang mengamanatkan pemakaian di atas
batas 50%, rata-rata nasional untuk daya di atas 6.600 VA dikenakan harga
keekonomian.

Kementeriannya telah memutuskan agar PLN melakukan sosialisasi dan
konsultasi dengan Komisi VII DPR sebelum melanjutkan pemberlakuan tarif
listrik baru bagi pelanggan berdaya di atas 6.600 VA.

Dia menegaskan tidak ada persoalan dalam substansi penerapan tarif multiguna
itu karena diharapkan bisa meningkatkan efisiensi. Cuma kami harus jujur
mengakui seperti kesimpulan yang kita capai dengan Komisi VII [3 April
2008], sosialisasi ini belum cukup baik. Saya kira Kementerian ESDM dalam
posisi begitu. Apakah bahasanya penundaan atau bagaimana, nanti akan kita
bahas lebih lanjut, tutur Darwin menjawab pertanyaan Komisi VII DPR.

Lebih lanjut, dia menjelaskan, PLN tetap akan melakukan konsultasi dengan
Komisi VII DPR sebagai mitra pertama yang membawahi sektor energi.

Pemberlakuan mekanisme tarif listrik baru yang diterapkan oleh PT Perusahaan
Listrik Negara (Persero) bagi pelanggan berdaya di atas 6.600 volt ampere
(VA) diperkirakan mampu menghemat subsidi listrik sekitar Rp2,8 triliun
setahun.

Direktur Jenderal Listrik dan Pemanfaatan Energi 

Re: [Keuangan] DPR 'goyang' PLN - Tarif listrik baru 6.600 VA harus ditunda

2010-02-15 Terurut Topik Oka Widana
Itulah kalo aturan main ngak jelas. Lagian knapa mau naikin tarif, hars ke DPR? 
Mestinya dibuatkan aturan main seperti BBM sajaPremium/Minyak tanah harus 
persetujuan DPR, lainnya Pertamina bebasequivalen dg dibawah 2100 VA harus 
ke DPR, diatas itu Pemerintah/PLN  bebas.

Atau karena barangnya beda ya..karena kalo BBM non subsidi kan pemain sdh 
banyak, kalo listrik pemain cuma PLN, jadi emang soal harga mau dilevel daya 
berapapun, mesti lewat DPR? 




Powered by Telkomsel BlackBerry®

-Original Message-
From: Ical Moci ical.m...@gmail.com
Date: Tue, 16 Feb 2010 08:02:20 
To: AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com
Subject: [Keuangan] DPR 'goyang' PLN - Tarif listrik baru 6.600 VA harus ditunda

Saya tidak habis pikir kenapa diskursus yang mengemuka hanya semata masalah
mekanisme. Substansinya sendiri bagaimana?
Setujukah kita bila pelanggan kaya dengan daya  6.600 VA (ini rumahnya
pasti punya AC  10 buah) masih membayar dengan tarif subsidi?


DPR 'goyang' PLN
Tarif listrik baru 6.600 VA harus ditunda

JAKARTA: Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) meminta Menteri Energi dan
Sumber Daya Mineral (ESDM) meninjau ulang penetapan tarif listrik baru oleh
PLN bagi pelanggan berdaya di atas 6.600 volt ampere (VA).

Konsekuensi itu mengacu pada hasil kesimpulan rapat kerja antara Menteri
ESDM dan Komisi VII pada 3 April 2008 dan kesimpulan rapat kerja Panitia
Anggaran dengan pemerintah cq Menteri Keuangan pada 20 Agustus-17 September
2009.

Anggota Komisi VII Satya Wira Yudha dari Fraksi Golongan Karya mengungkapkan
sesuai dengan keputusan DPR pada 3 April 2008, DPR meminta pemerintah pada
kesempatan pertama untuk melakukan due diligence atas dasar yuridis perihal
penetapan tarif multiguna.

Atas dasar itu, dia menegaskan, PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) harus
melakukan uji tuntas sebelum menetapkan tarif listrik baru bagi pelanggan
berdaya di atas 6.600 VA.

Ini tidak pernah dimasukkan. Kami bukannya mempersoalkan kenaikan tarif
itu, tetapi mekanismenya yang kami kritisi karena menyalahi aturan, ujarnya
di gedung DPR, kemarin.

Menurut dia, pada dasarnya Komisi VII menyetujui bahwa PLN diperbolehkan
melakukan penghematan pemakaian listrik melalui penerapan mekanisme
penerapan tarif subsidi menjadi tidak bersubsidi bagi pelanggan 6.600 VA
dengan tarif multiguna.

Kalau memang ada kenaikan, ya kita setujui. Yang kita minta, sebelum dia
[PLN] melakukan harus melakukan due diligence dulu. Itu tidak pernah
disampaikan pemerintah kepada kami. Kita minta PLN untuk menertibkan
mekanismenya dulu. Kalau dia [PLN] bisa melakukannya, tentu bisa jalan.

Satya mengakui keputusan akhir soal kenaikan tarif listrik itu ada di tangan
pemerintah. Di sisi lain, dia mengakui, tidak adanya sinkronisasi antara
Badan Anggaran dan Komisi VII sehingga terjadi pemahaman yang berbeda soal
kenaikan tarif itu.

Seharusnya pada waktu Badan Anggaran memasukkan soal kenaikan tarif itu di
UU APBN 2010 juga mendapat endorsement terlebih dulu dari Komisi VII. Yang
perlu ditekankan, keputusan itu keluar setelah pemerintah berkonsultasi
dengan DPR. Kalau DPR tidak setuju, tetap saja tidak boleh jalan, tutur
Satya.

Ismayatun, anggota Komisi VII dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia
Perjuangan menilai kenaikan tarif listrik itu tetap harus mengacu kepada
perundangan yang berlaku. Ini kan menyangkut masyarakat banyak. Jadi harus
ditunda dan ditinjau-ulang kembali, tuturnya.

*Tanpa persetujuan
*
Sementara itu, Kementerian BUMN menyatakan kenaikan tarif listik tanpa
persetujuan DPR karena sesuai dengan UU APBN.

Sekretaris Kementerian BUMN M. Said Didu menyatakan dalam UU APBN disebutkan
PLN bisa menyesuaikan tarif listrik tanpa harus mendapat persetujuan DPR.
Jika tidak dilaksanakan, hal itu justru bertentangan dengan peraturan yang
ada. (lihat ilustrasi)

Namun, ada peraturan lain yang menyatakan kenaikan tarif listrik harus
mendapat persetujuan DPR. Di sini terjadi perbedaan penafsiran, ujarnya.

Menurut Said, sejauh ini Kementerian BUMN belum mengecek penetapan tarif
PLN, serta perbedaan regulasi mengenai mekanisme penetapan tarif listrik.

Menteri ESDM Darwin Zahedy Saleh mengatakan kebijakan harga nonsubsidi untuk
pelanggan di atas 6.600 VA, pada dasarnya untuk mendorong penghematan bagi
pelanggan yang memiliki kemampuan dan pemakaian listriknya tinggi.

Mekanismenya, dengan pengenaan disinsentif dengan tarif keekonomian (tanpa
subsidi) untuk pemakaian di atas batas tertentu. Kebijakan ini mengacu juga
pada UU 47/2009 tentang APBN 2010, yang mengamanatkan pemakaian di atas
batas 50%, rata-rata nasional untuk daya di atas 6.600 VA dikenakan harga
keekonomian.

Kementeriannya telah memutuskan agar PLN melakukan sosialisasi dan
konsultasi dengan Komisi VII DPR sebelum melanjutkan pemberlakuan tarif
listrik baru bagi pelanggan berdaya di atas 6.600 VA.

Dia menegaskan tidak ada persoalan dalam substansi penerapan tarif multiguna
itu karena diharapkan bisa meningkatkan efisiensi. Cuma kami