Sekarang kita lihat bagaimana negara berperan dalam pengelolaan kekayaan kita bersama. Indonesia untuk membangun jalan yang sebenarnya segalanya tersedia di bumi Indonesia memerlukan pinjaman luar negeri untuk konsultan, untuk perjalanan kunjungan luar negeri, untuk studi banding, untuk hal-hal lain yang secara prinsip sebenarnya nggak diperlukan mata uang asing. Tapi inilah Indonesia.
Sebagian besar pinjaman kita pakai buat beli alat, jalan-jalan dan bayar tenaga dari luar, akibatnya pinjaman itu hanya sedikit saja yang jadi cadangan devisa. Padahal dalam pengoperasian pinjaman itu, apakah itu jalan tol, alat-alat telekomonikasi, mall, apartemen semua cuma ngumpulin rupiah dari tangan masyarakat yang tentunya harus ditukarkan mata uang asing untuk bayar hutang akibatnya kebutuhan mata uang asing meningkat dan rupiah tak tertahankan nilainya. Ini berbeda 180 derajat dengan pola China. Salam ' RM --- In AhliKeuangan-Indonesia@yahoogroups.com, "Rachmad M" <rachm...@...> wrote: > > Sebetulnya apa yang disampaikan P Nazar tidak berlebihan. China menerapkan > dagang untung kecil jumlah banyak akan besar juga nantinya. > > China juga tidak perduli bahwa barang dimaksud bisa dijual berlipat kali di > luar China karena yang diperlukan adalah sen demi sen yang dikalikan dengan > item dan jumlah barang dan jadi tambahan devisa China. > > Kalaupun yang jual atau yang punya merek senang, mereka akan membawa mata > uang asing ke China untuk memperbesar kapasitas produksi barangnya dengan > harga murah untuk bisa dijual berlipat diluar China. Membawa mata uang asing > inilah tambahan devisa bagi China tanpa syarat dan bunga cem macem. > > Salam > > RM > > >