Re: [ac-i] Malaysia Über Alles

2009-09-15 Terurut Topik francis yaman
Saya mohon maaf, mas, kerna saya ini bukan sejarahwan. Akan tetapi saya harus 
meminta mas buat penyelidikan yang cukup mantap sebelum mas buat konklusi 
tentang beberapa negara di Tenggara ini, iaitu seperti Negara Brunei 
Darussalam. Negara tersebut adalah antara kerajaan yang paling tua dan masih 
utuh di Tenggara ini. Ia mengecil kerana kebanyakan jajahannya sudah menjadi 
negara lain, seperti Sarawak dan Sabah di Kalimantan/Borneo (Malaysia), 
Kampuchea, Vietnam, Pilipinas, dan lain-lain. Yang kita lihat sebagai Negara 
Brunei Darussalam sekarang hanyalah kota kerajaannya pada dahulu kala.  Mohon 
mas teliti sejarah dari teks di Musium-musium di Belanda, Inggeris, Portugis 
dan lain-lain negara yang pernah berdagang di Tenggara ini pada abad-abad yang 
lalu, dan jaangan hanya menyingkap untuk mengeluarkan satu pendapat yang bisa 
meruncingkan silatulrahmi antara negara-negara yang tidak bersengketa...

Mohon maaf kerana saya pakar sejarah tetapi orang yang mengenali sejarah 
melalui cetera-cetera nenek moyang saya.





From: winwannur 
To: artculture-indonesia@yahoogroups.com
Sent: Thursday, September 10, 2009 9:49:48
Subject: [ac-i] Malaysia Über Alles

   
Dalam beberapa tahun belakangan, orang Indonesia tampak mudah sekali 
tersinggung oleh sikap Malaysia. Orang Indonesia sering merasa dilecehkan dan 
diprovokasi.

Hari-hari belakangan ini hubungan Indonesia Malaysia 'menghangat' .

Seperti biasa ketika ini terjadi, di Indonesia ada banyak nada keras yang 
ditujukan kepada Malaysia. Dan juga seperti biasa ada banyak pro dan kontra 
mengenai nada-nada keras ini. Banyak orang di negara ini yang bersikap 
reaksioner, entah itu sekedar memaki tanpa mengerti persoalannnya atau 
sebaliknya ada yang merasa orang Indonesia tidak layak bersikap seperti itu 
terhadap Malaysia.

Dalam sebuah tulisan di sebuah media online malah ada orang Indonesia yang 
mengatakan malu terhadap sikap orang Indonesia yang mengeluarkan kata-kata 
keras terhadap Malaysia. Orang yang malu dengan sikap anti Malaysia ini dengan 
gamblang dan memaparkan beberapa perbuatan Malaysia yang membuat sakit hati 
orang Indonesia dan membuat pembelaan untuk itu dengan alasan dangkal dan 
argumen standar khas para diplomat yang sama sekali tidak menyentuh inti 
persoalan.

Setelah beberapa waktu biasanya emosi orang Indonesia mereda dan memuncak 
kembali ketika Malaysia lagi-lagi memprovokasi. Untuk meredakan masalah ini 
biasanya pemerintah kedua negara mencari solusi dengan cara diplomasi, tapi 
pada waktu tertentu masalah ini muncul lagi. Begitu terus menerus mereda dan 
berulang kembali.

Banyak yang bertanya kenapa masalah ini terus dan terus berulang seperti tidak 
ada kata berhenti. Itu karena setiap masalah seperti ini terjadi orang langsung 
terpikir untuk mencari solusi. Hampir tidak ada yang menanyakan apa sih inti 
persoalan dari hubungan Indonesia-Malaysia ini.

Ketika masalah ini terjadi, masalah yang terlihat di permukaan entah itu klaim 
atas budaya atau klaim atas teritori Indonesia yang dilakukan oleh Malaysia. 
Rata-rata orang di sini berpikir itu adalah masalah yang sebenarnya dan solusi 
pun dicari berdasarkan masalah yang kelihatan itu. Padahal yang terlihat itu 
hanyalah gejala dari penyakit sesungguhnya yang tidak pernah benar-benar serius 
dipahami oleh kebanyakan orang-orang di Indonesia, entah itu diplomat, 
pemerintah atau orang biasa.

Karena alasan itulah dalam tulisan kali ini saya ingin mengajak orang-orang 
yang membaca tulisan saya, terutama yang telah membaca dan berkomentar atas 
tulisan saya sebelumnya http://winwannur. blog.com/ 2009/09/06/ hubungan- 
indonesia- malaysia- tanggapan- kritis-untuk- franz-magnis- suseno/ yang dengan 
kritis menanggapi tulisan Franz Magnis Suseno untuk memahami masalah yang 
sebenarnya dari hubungan Indonesia-Malaysia ini.

Untuk memahami masalah yang sebenarnya dari masalah hubungan Indonesia- 
Malaysia, kita harus melihat dengan jernih persoalan yang ada, kemudian 
dipetakan masalahnya baru kemudian dicari solusinya.

Jika kita mau melihat masalah hubungan Indonesia- Malaysia ini dengan jernih 
dan langsung pada inti persoalan yang sebenarnya. Maka dengan jelas kita akan 
melihat bahwa masalah utama dalam hubungan Indonesia- Malaysia ini tidak lain 
terletak pada sejarah pembentukan Malaysia sendiri sebagai bangsa, yang memang 
sudah "sakit" sejak dari awal berdirinya.

Sepanjang sejarahnya Malaysia adalah kumpulan dari kerajaan-kerajaan kecil yang 
tidak terlalu besar pengaruhnya di Nusantara. Di Malaysia, baik di Semenanjung 
maupun di Kalimantan, tidak pernah ada kerajaan besar sekaliber Sriwijaya, 
Majapahit atau bahkan Aceh Darussalam.

Sepanjang sejarah pra-kolonial, kerajaan-kerajaan di Malaysia selalu berada di 
bawah bayang-bayang kerajaan besar di kepulauan Nusantara. Bahkan ketika 
semenanjung Malaka dikuasai Portugis, Aceh yang saat itu dipimpin oleh Iskandar 
Muda-lah yang membebaskan mereka.

Ketika Nusanta

[ac-i] Malaysia Über Alles

2009-09-12 Terurut Topik winwannur
Dalam beberapa tahun belakangan, orang Indonesia tampak mudah sekali 
tersinggung oleh sikap Malaysia. Orang Indonesia sering merasa dilecehkan dan 
diprovokasi.

Hari-hari belakangan ini hubungan Indonesia Malaysia 'menghangat'.

Seperti biasa ketika ini terjadi, di Indonesia ada banyak nada keras yang 
ditujukan kepada Malaysia. Dan juga seperti biasa ada banyak pro dan kontra 
mengenai nada-nada keras ini. Banyak orang di negara ini yang bersikap 
reaksioner, entah itu sekedar memaki tanpa mengerti persoalannnya atau 
sebaliknya ada yang merasa orang Indonesia tidak layak bersikap seperti itu 
terhadap Malaysia.

Dalam sebuah tulisan di sebuah media online malah ada orang Indonesia yang 
mengatakan malu terhadap sikap orang Indonesia yang mengeluarkan kata-kata 
keras terhadap Malaysia. Orang yang malu dengan sikap anti Malaysia ini dengan 
gamblang dan memaparkan beberapa perbuatan Malaysia yang membuat sakit hati 
orang Indonesia dan membuat pembelaan untuk itu dengan alasan dangkal dan 
argumen standar khas para diplomat yang sama sekali tidak menyentuh inti 
persoalan.

Setelah beberapa waktu biasanya emosi orang Indonesia mereda dan memuncak 
kembali ketika Malaysia lagi-lagi memprovokasi. Untuk meredakan masalah ini 
biasanya pemerintah kedua negara mencari solusi dengan cara diplomasi, tapi 
pada waktu tertentu masalah ini muncul lagi. Begitu terus menerus mereda dan 
berulang kembali.

Banyak yang bertanya kenapa masalah ini terus dan terus berulang seperti tidak 
ada kata berhenti. Itu karena setiap masalah seperti ini terjadi orang langsung 
terpikir untuk mencari solusi. Hampir tidak ada yang menanyakan apa sih inti 
persoalan dari hubungan Indonesia-Malaysia ini.

Ketika masalah ini terjadi, masalah yang terlihat di permukaan entah itu klaim 
atas budaya atau klaim atas teritori Indonesia yang dilakukan oleh Malaysia. 
Rata-rata orang di sini berpikir itu adalah masalah yang sebenarnya dan solusi 
pun dicari berdasarkan masalah yang kelihatan itu. Padahal yang terlihat itu 
hanyalah gejala dari penyakit sesungguhnya yang tidak pernah benar-benar serius 
dipahami oleh kebanyakan orang-orang di Indonesia, entah itu diplomat, 
pemerintah atau orang biasa.

Karena alasan itulah dalam tulisan kali ini saya ingin mengajak orang-orang 
yang membaca tulisan saya, terutama yang telah membaca dan berkomentar atas 
tulisan saya sebelumnya 
http://winwannur.blog.com/2009/09/06/hubungan-indonesia-malaysia-tanggapan-kritis-untuk-franz-magnis-suseno/
 yang dengan kritis menanggapi tulisan Franz Magnis Suseno untuk memahami 
masalah yang sebenarnya dari hubungan Indonesia-Malaysia ini.

Untuk memahami masalah yang sebenarnya dari masalah hubungan Indonesia- 
Malaysia, kita harus melihat dengan jernih persoalan yang ada, kemudian 
dipetakan masalahnya baru kemudian dicari solusinya.

Jika kita mau melihat masalah hubungan Indonesia- Malaysia ini dengan jernih 
dan langsung pada inti persoalan yang sebenarnya. Maka dengan jelas kita akan 
melihat bahwa masalah utama dalam hubungan Indonesia- Malaysia ini tidak lain 
terletak pada sejarah pembentukan Malaysia sendiri sebagai bangsa, yang memang 
sudah "sakit" sejak dari awal berdirinya.

Sepanjang sejarahnya Malaysia adalah kumpulan dari kerajaan-kerajaan kecil yang 
tidak terlalu besar pengaruhnya di Nusantara. Di Malaysia, baik di Semenanjung 
maupun di Kalimantan, tidak pernah ada kerajaan besar sekaliber Sriwijaya, 
Majapahit atau bahkan Aceh Darussalam.

Sepanjang sejarah pra-kolonial, kerajaan-kerajaan di Malaysia selalu berada di 
bawah bayang-bayang kerajaan besar di kepulauan Nusantara. Bahkan ketika 
semenanjung Malaka dikuasai Portugis, Aceh yang saat itu dipimpin oleh Iskandar 
Muda-lah yang membebaskan mereka.

Ketika Nusantara akhirnya dikuasai sepenuhnya oleh negara-negara kolonial dari 
eropa, semenanjung Malaysia dikuasai Inggris sedangkan kerajaan-kerajaan lain 
di kepulauan ini dikuasai Belanda.

Pasca perang dunia kedua, tren merdeka melanda seluruh dunia. Kerajaan-kerajaan 
di nusantara inipun memerdekakan diri, mereka membentuk negara tidak 
berdasarkan kedekatan kultural antara satu kerajaan dengan kerajaan lainnya, 
tapi berdasarkan batas-batas teritori yang dibuat oleh para penjajahnya.

Dengan model pendekatan seperti ini jadilah Sumatra, Kalimantan dan semenanjung 
Malaka yang sebenarnya sangat dekat secara kultural terpisah menjadi beberapa 
negara.

Sumatra dan sebagian Kalimantan yang lebih dahulu merdeka digabungkan dengan 
Jawa, Bali, Sulawesi, Maluku sampai Papua. Meski sebenarnya secara kultural 
mereka tidak memiliki ikatan kuat. Tapi karena wilayah ini sama-sama bekas 
jajahan Belanda, mereka disatukan menjadi sebuah negara. Negara baru ini diberi 
nama Indonesia.

Beberapa tahun kemudian, Semenanjung Malaka, Sabah dan Sarawak di Kalimantan 
bersama Singapura (yang belakangan memerdekakan diri) membentuk federasi 
Malaysia. Belakangan di Kalimantan muncul lagi sebuah negara baru bernama 
Brunei Darussalam.

Berbeda dengan In