Re: [ac-i] Malaysia Über Alles
Saya mohon maaf, mas, kerna saya ini bukan sejarahwan. Akan tetapi saya harus meminta mas buat penyelidikan yang cukup mantap sebelum mas buat konklusi tentang beberapa negara di Tenggara ini, iaitu seperti Negara Brunei Darussalam. Negara tersebut adalah antara kerajaan yang paling tua dan masih utuh di Tenggara ini. Ia mengecil kerana kebanyakan jajahannya sudah menjadi negara lain, seperti Sarawak dan Sabah di Kalimantan/Borneo (Malaysia), Kampuchea, Vietnam, Pilipinas, dan lain-lain. Yang kita lihat sebagai Negara Brunei Darussalam sekarang hanyalah kota kerajaannya pada dahulu kala. Mohon mas teliti sejarah dari teks di Musium-musium di Belanda, Inggeris, Portugis dan lain-lain negara yang pernah berdagang di Tenggara ini pada abad-abad yang lalu, dan jaangan hanya menyingkap untuk mengeluarkan satu pendapat yang bisa meruncingkan silatulrahmi antara negara-negara yang tidak bersengketa... Mohon maaf kerana saya pakar sejarah tetapi orang yang mengenali sejarah melalui cetera-cetera nenek moyang saya. From: winwannur To: artculture-indonesia@yahoogroups.com Sent: Thursday, September 10, 2009 9:49:48 Subject: [ac-i] Malaysia Über Alles Dalam beberapa tahun belakangan, orang Indonesia tampak mudah sekali tersinggung oleh sikap Malaysia. Orang Indonesia sering merasa dilecehkan dan diprovokasi. Hari-hari belakangan ini hubungan Indonesia Malaysia 'menghangat' . Seperti biasa ketika ini terjadi, di Indonesia ada banyak nada keras yang ditujukan kepada Malaysia. Dan juga seperti biasa ada banyak pro dan kontra mengenai nada-nada keras ini. Banyak orang di negara ini yang bersikap reaksioner, entah itu sekedar memaki tanpa mengerti persoalannnya atau sebaliknya ada yang merasa orang Indonesia tidak layak bersikap seperti itu terhadap Malaysia. Dalam sebuah tulisan di sebuah media online malah ada orang Indonesia yang mengatakan malu terhadap sikap orang Indonesia yang mengeluarkan kata-kata keras terhadap Malaysia. Orang yang malu dengan sikap anti Malaysia ini dengan gamblang dan memaparkan beberapa perbuatan Malaysia yang membuat sakit hati orang Indonesia dan membuat pembelaan untuk itu dengan alasan dangkal dan argumen standar khas para diplomat yang sama sekali tidak menyentuh inti persoalan. Setelah beberapa waktu biasanya emosi orang Indonesia mereda dan memuncak kembali ketika Malaysia lagi-lagi memprovokasi. Untuk meredakan masalah ini biasanya pemerintah kedua negara mencari solusi dengan cara diplomasi, tapi pada waktu tertentu masalah ini muncul lagi. Begitu terus menerus mereda dan berulang kembali. Banyak yang bertanya kenapa masalah ini terus dan terus berulang seperti tidak ada kata berhenti. Itu karena setiap masalah seperti ini terjadi orang langsung terpikir untuk mencari solusi. Hampir tidak ada yang menanyakan apa sih inti persoalan dari hubungan Indonesia-Malaysia ini. Ketika masalah ini terjadi, masalah yang terlihat di permukaan entah itu klaim atas budaya atau klaim atas teritori Indonesia yang dilakukan oleh Malaysia. Rata-rata orang di sini berpikir itu adalah masalah yang sebenarnya dan solusi pun dicari berdasarkan masalah yang kelihatan itu. Padahal yang terlihat itu hanyalah gejala dari penyakit sesungguhnya yang tidak pernah benar-benar serius dipahami oleh kebanyakan orang-orang di Indonesia, entah itu diplomat, pemerintah atau orang biasa. Karena alasan itulah dalam tulisan kali ini saya ingin mengajak orang-orang yang membaca tulisan saya, terutama yang telah membaca dan berkomentar atas tulisan saya sebelumnya http://winwannur. blog.com/ 2009/09/06/ hubungan- indonesia- malaysia- tanggapan- kritis-untuk- franz-magnis- suseno/ yang dengan kritis menanggapi tulisan Franz Magnis Suseno untuk memahami masalah yang sebenarnya dari hubungan Indonesia-Malaysia ini. Untuk memahami masalah yang sebenarnya dari masalah hubungan Indonesia- Malaysia, kita harus melihat dengan jernih persoalan yang ada, kemudian dipetakan masalahnya baru kemudian dicari solusinya. Jika kita mau melihat masalah hubungan Indonesia- Malaysia ini dengan jernih dan langsung pada inti persoalan yang sebenarnya. Maka dengan jelas kita akan melihat bahwa masalah utama dalam hubungan Indonesia- Malaysia ini tidak lain terletak pada sejarah pembentukan Malaysia sendiri sebagai bangsa, yang memang sudah "sakit" sejak dari awal berdirinya. Sepanjang sejarahnya Malaysia adalah kumpulan dari kerajaan-kerajaan kecil yang tidak terlalu besar pengaruhnya di Nusantara. Di Malaysia, baik di Semenanjung maupun di Kalimantan, tidak pernah ada kerajaan besar sekaliber Sriwijaya, Majapahit atau bahkan Aceh Darussalam. Sepanjang sejarah pra-kolonial, kerajaan-kerajaan di Malaysia selalu berada di bawah bayang-bayang kerajaan besar di kepulauan Nusantara. Bahkan ketika semenanjung Malaka dikuasai Portugis, Aceh yang saat itu dipimpin oleh Iskandar Muda-lah yang membebaskan mereka. Ketika Nusanta
[ac-i] Malaysia Über Alles
Dalam beberapa tahun belakangan, orang Indonesia tampak mudah sekali tersinggung oleh sikap Malaysia. Orang Indonesia sering merasa dilecehkan dan diprovokasi. Hari-hari belakangan ini hubungan Indonesia Malaysia 'menghangat'. Seperti biasa ketika ini terjadi, di Indonesia ada banyak nada keras yang ditujukan kepada Malaysia. Dan juga seperti biasa ada banyak pro dan kontra mengenai nada-nada keras ini. Banyak orang di negara ini yang bersikap reaksioner, entah itu sekedar memaki tanpa mengerti persoalannnya atau sebaliknya ada yang merasa orang Indonesia tidak layak bersikap seperti itu terhadap Malaysia. Dalam sebuah tulisan di sebuah media online malah ada orang Indonesia yang mengatakan malu terhadap sikap orang Indonesia yang mengeluarkan kata-kata keras terhadap Malaysia. Orang yang malu dengan sikap anti Malaysia ini dengan gamblang dan memaparkan beberapa perbuatan Malaysia yang membuat sakit hati orang Indonesia dan membuat pembelaan untuk itu dengan alasan dangkal dan argumen standar khas para diplomat yang sama sekali tidak menyentuh inti persoalan. Setelah beberapa waktu biasanya emosi orang Indonesia mereda dan memuncak kembali ketika Malaysia lagi-lagi memprovokasi. Untuk meredakan masalah ini biasanya pemerintah kedua negara mencari solusi dengan cara diplomasi, tapi pada waktu tertentu masalah ini muncul lagi. Begitu terus menerus mereda dan berulang kembali. Banyak yang bertanya kenapa masalah ini terus dan terus berulang seperti tidak ada kata berhenti. Itu karena setiap masalah seperti ini terjadi orang langsung terpikir untuk mencari solusi. Hampir tidak ada yang menanyakan apa sih inti persoalan dari hubungan Indonesia-Malaysia ini. Ketika masalah ini terjadi, masalah yang terlihat di permukaan entah itu klaim atas budaya atau klaim atas teritori Indonesia yang dilakukan oleh Malaysia. Rata-rata orang di sini berpikir itu adalah masalah yang sebenarnya dan solusi pun dicari berdasarkan masalah yang kelihatan itu. Padahal yang terlihat itu hanyalah gejala dari penyakit sesungguhnya yang tidak pernah benar-benar serius dipahami oleh kebanyakan orang-orang di Indonesia, entah itu diplomat, pemerintah atau orang biasa. Karena alasan itulah dalam tulisan kali ini saya ingin mengajak orang-orang yang membaca tulisan saya, terutama yang telah membaca dan berkomentar atas tulisan saya sebelumnya http://winwannur.blog.com/2009/09/06/hubungan-indonesia-malaysia-tanggapan-kritis-untuk-franz-magnis-suseno/ yang dengan kritis menanggapi tulisan Franz Magnis Suseno untuk memahami masalah yang sebenarnya dari hubungan Indonesia-Malaysia ini. Untuk memahami masalah yang sebenarnya dari masalah hubungan Indonesia- Malaysia, kita harus melihat dengan jernih persoalan yang ada, kemudian dipetakan masalahnya baru kemudian dicari solusinya. Jika kita mau melihat masalah hubungan Indonesia- Malaysia ini dengan jernih dan langsung pada inti persoalan yang sebenarnya. Maka dengan jelas kita akan melihat bahwa masalah utama dalam hubungan Indonesia- Malaysia ini tidak lain terletak pada sejarah pembentukan Malaysia sendiri sebagai bangsa, yang memang sudah "sakit" sejak dari awal berdirinya. Sepanjang sejarahnya Malaysia adalah kumpulan dari kerajaan-kerajaan kecil yang tidak terlalu besar pengaruhnya di Nusantara. Di Malaysia, baik di Semenanjung maupun di Kalimantan, tidak pernah ada kerajaan besar sekaliber Sriwijaya, Majapahit atau bahkan Aceh Darussalam. Sepanjang sejarah pra-kolonial, kerajaan-kerajaan di Malaysia selalu berada di bawah bayang-bayang kerajaan besar di kepulauan Nusantara. Bahkan ketika semenanjung Malaka dikuasai Portugis, Aceh yang saat itu dipimpin oleh Iskandar Muda-lah yang membebaskan mereka. Ketika Nusantara akhirnya dikuasai sepenuhnya oleh negara-negara kolonial dari eropa, semenanjung Malaysia dikuasai Inggris sedangkan kerajaan-kerajaan lain di kepulauan ini dikuasai Belanda. Pasca perang dunia kedua, tren merdeka melanda seluruh dunia. Kerajaan-kerajaan di nusantara inipun memerdekakan diri, mereka membentuk negara tidak berdasarkan kedekatan kultural antara satu kerajaan dengan kerajaan lainnya, tapi berdasarkan batas-batas teritori yang dibuat oleh para penjajahnya. Dengan model pendekatan seperti ini jadilah Sumatra, Kalimantan dan semenanjung Malaka yang sebenarnya sangat dekat secara kultural terpisah menjadi beberapa negara. Sumatra dan sebagian Kalimantan yang lebih dahulu merdeka digabungkan dengan Jawa, Bali, Sulawesi, Maluku sampai Papua. Meski sebenarnya secara kultural mereka tidak memiliki ikatan kuat. Tapi karena wilayah ini sama-sama bekas jajahan Belanda, mereka disatukan menjadi sebuah negara. Negara baru ini diberi nama Indonesia. Beberapa tahun kemudian, Semenanjung Malaka, Sabah dan Sarawak di Kalimantan bersama Singapura (yang belakangan memerdekakan diri) membentuk federasi Malaysia. Belakangan di Kalimantan muncul lagi sebuah negara baru bernama Brunei Darussalam. Berbeda dengan In