Re: [ac-i] Hubungan Indonesia-Malaysia; Tanggapan Kritis Untuk Franz Magnis Suseno

2009-09-15 Terurut Topik ::KaNia::
Hari gini kok masih mau pertumpahan darah, yo ndak lah pak...kebetulan saya blm 
gila dan pemerintah Indonesia juga blm gila2 banget. wong jaman sudah milenium, 
sudah makin maju. Gak level juga Indonesia harus bertumpah darah sama Malaysia, 
negara yg gak punya budaya sedikitpun makanya sampai harus mengakui budaya 
orang lain.
 
Coba, ada yg tau gak budaya Malaysia itu apa ajah ayooo, ciri khasnya apa 
ayoo?? Gada khan? Gak punya khan?
 
Tapi paling tidak ada action dari pemerintah dengan tegas, apalagi Indonesia 
berada di atas angin karena Indonesia punya 'pabrik' TKI. Malaysia bisa sekarat 
kalo gada TKI yg datang kesana. Wong orang Malaysia itu gak bisa apa apa 
kecuali jadi penyiksa dan teroris. Lebih pantes jadi negara barbar...

'Two things are infinite: The Universe and Human Stupidity; and I'm not sure 
about the universe.'
- Albert Einstein 





From: francis yaman 
To: artculture-indonesia@yahoogroups.com
Sent: Monday, September 14, 2009 15:21:53
Subject: Re: [ac-i] Hubungan Indonesia-Malaysia; Tanggapan Kritis Untuk Franz 
Magnis Suseno

  
Saya rasa kita ini masih bertanggapan manusiawi, ya... Apa bedanya antara orang 
Malaysia dan Indonesia selain garis perbatasan yang diangkuhi segelintir 
manusia yang mahu budaya yang kepunyaan rumpun menjadi milik satu negara 
sahaja...? Tahukah manusia yang membuat kecoh itu tentang sejarah dan budaya 
negara-negara di Nusantara ini.  Saya rasa bahawa kita ini semua bersaudara, 
dan hanya orang yang gila mahu saudaranya dipisah darinya... Saya ngaak ngerti 
ngapa semua ini harus digendang orang yang gila perang. Bukankah Pak Najib 
keturunan Bugis seperti juga Pak Jusuf? 

Mohon ampun, ya kalau saya mengganggu perlaku yang mahu saudara bertumpah 
darah... Itu kerja gila...




From: ::KaNia:: 
To: artculture-indonesi a...@yahoogroups. com
Sent: Wednesday, September 9, 2009 12:33:13
Subject: Re: [ac-i] Hubungan Indonesia-Malaysia; Tanggapan Kritis Untuk Franz 
Magnis Suseno

  
Hebat...
 
'Two things are infinite: The Universe and Human Stupidity; and I'm not sure 
about the universe.'
- Albert Einstein 





From: winwannur 
To: artculture-indonesi a...@yahoogroups. com
Sent: Saturday, September 5, 2009 18:31:32
Subject: [ac-i] Hubungan Indonesia-Malaysia; Tanggapan Kritis Untuk Franz 
Magnis Suseno

  
Di Kompas kemarin, di halaman opini. Saya membaca sebuah tulisan Franz Magnis 
Suseno, dosen filsafat di STT Driyakara yang membahas tentang ketersinggungan 
orang Indonesia terhadap Malaysia dan bagaimana seharusnya orang Indonesia 
menyikapinya.

Opini yang ditulis Romo Magnis di Kompas edisi 4 September 2009 ini berlawanan 
dengan arus utama opini masyarakat Indonesia saat ini, yang rata-rata 
tersinggung dan terusik rasa nasionalismenya dengan apa yang dilakukan Malaysia 
yang selama ini terus menerus seolah sengaja cari perkara dengan negara ini. 

Jika kebanyakan orang Indonesia termasuk anggota DPR RI ingin pemerintah 
bersikap keras terhadap Malaysia, Romo Magnis sebaliknya. Tawaran Romo Magnis 
sebagai solusi untuk masalah ini adalah solusi khas dari penganut kristen 
tipikal. "Kalau ada orang menampar pipi kanan, solusinya sodorkan pipi kiri". 

Untuk bangsa sebesar Indonesia dengan penduduk nomer 4 terbanyak di dunia. 
Menurut Romo Magnis, marah-marah hanya karena dihina seperti itu sangatlah 
tidaklah layak untuk dilakukan. Sebaliknya Romo Magnis menganjurkan, 
selesaikanlah masalah itu dengan sabar dan kepala dingin. 

Franz Magnis memberi contoh saat Soeharto menjadi presiden. Dia katakan, saat 
itu Indonesia tidak pernah berkata dengan kata keras dan justru dengan sikap 
seperti itu Malaysia hormat. Entah amnesia atau memang sengaja, tampaknya Franz 
Magnis sengaja mengaburkan fakta tentang sosok Soeharto mantan Presiden yang 
paling kejam sepanjang sejarah Indonesia itu. 

Soeharto memang tidak pernah dan tidak perlu berkata keras. Dia hanya perlu 
menebar senyum, karena semua orang tahu di balik senyumnya yang khas itu ada 
kekuatan militer besar yang sangat loyal dan patuh tanpa syarat kepadanya. Dia 
dengan mudah bisa menggerakkan kekuatan itu, semudah anak kecil menggerakkan 
mainan mobil-mobilan dengan remote control di tangan. Bandingkan dengan SBY 
yang jangankan militer, bahkan dalam politik saja pun di negara ini banyak 
musuhnya. SBY baru mau mellibatkan TNI dalam menangani teror saja kecaman sudah 
muncul dari mana-mana. Jadi kalau SBY mau bergaya meniru-niru gaya Soeharto, ya 
diludahi orang.

Well, terlepas dari soal Soeharto, anjuran Romo Magnis memang bisa kita 
terapkan terhadap beberapa kasus dan terbukti manjur. 

Misalnya jika anda yang pendatang kebetulan berkunjung ke Bali, bukan sebagai 
turis. Anda bisa jadi mengalalami pengalaman tidak menyenangkan ditangkap dan 
diperlakukan tidak enak oleh 'Pecalang' (Hansip Adat). Jika mengalami hal 
seperti ini di Bali, sa

RE: [ac-i] Hubungan Indonesia-Malaysia; Tanggapan Kritis Untuk Franz Magnis Suseno

2009-09-15 Terurut Topik Alidjaja Ivan
yg salah, bkn anjingnya, tetapi tuannya yg ga bisa mendidik dan
membiarkan anjing
itu utk tidak terlatih dan tidak sopan. 
 
Sudah saatnya yg lebih berpendidikan dan dewasa memberi arahan
kepada yg tidak berpendidikan dengan cara yg dewasa juga.
 




From: artculture-indonesia@yahoogroups.com
[mailto:artculture-indone...@yahoogroups.com] On Behalf Of Ghazali Lateh
Sent: 15. syyskuuta 2009 7:36
To: artculture-indonesia@yahoogroups.com
Subject: RE: [ac-i] Hubungan Indonesia-Malaysia; Tanggapan
Kritis Untuk Franz Magnis Suseno


  

Benar, kita seharusnya bertindak secara manusiawi daripada
melahirkan kegawatan emosi.  Tindakan gila itu bakal mencetuskan
kerugian besar. Jangan cemburu sudara serumpun yang jauh lebih trampil.
Cermin diri dan tingkatkan tamadun bangsa bukan mencetuskan tindakan
gila seperti itu.
 



To: artculture-indonesia@yahoogroups.com
From: frach...@yahoo.com
Date: Mon, 14 Sep 2009 01:21:53 -0700
Subject: Re: [ac-i] Hubungan Indonesia-Malaysia; Tanggapan
Kritis Untuk Franz Magnis Suseno

  
Saya rasa kita ini masih bertanggapan manusiawi, ya... Apa
bedanya antara orang Malaysia dan Indonesia selain garis perbatasan yang
diangkuhi segelintir manusia yang mahu budaya yang kepunyaan rumpun
menjadi milik satu negara sahaja...? Tahukah manusia yang membuat kecoh
itu tentang sejarah dan budaya negara-negara di Nusantara ini.  Saya
rasa bahawa kita ini semua bersaudara, dan hanya orang yang gila mahu
saudaranya dipisah darinya... Saya ngaak ngerti ngapa semua ini harus
digendang orang yang gila perang. Bukankah Pak Najib keturunan Bugis
seperti juga Pak Jusuf? 

Mohon ampun, ya kalau saya mengganggu perlaku yang mahu saudara
bertumpah darah... Itu kerja gila...




From: ::KaNia:: 
To: artculture-indonesia@yahoogroups.com
Sent: Wednesday, September 9, 2009 12:33:13
Subject: Re: [ac-i] Hubungan Indonesia-Malaysia; Tanggapan
Kritis Untuk Franz Magnis Suseno

  



Hebat...
 
'Two things are infinite: The Universe and Human Stupidity; and
I'm not sure about the universe.'
- Albert Einstein 






From: winwannur 
To: artculture-indonesi a...@yahoogroups. com
Sent: Saturday, September 5, 2009 18:31:32
Subject: [ac-i] Hubungan Indonesia-Malaysia; Tanggapan Kritis
Untuk Franz Magnis Suseno

  
Di Kompas kemarin, di halaman opini. Saya membaca sebuah tulisan
Franz Magnis Suseno, dosen filsafat di STT Driyakara yang membahas
tentang ketersinggungan orang Indonesia terhadap Malaysia dan bagaimana
seharusnya orang Indonesia menyikapinya.

Opini yang ditulis Romo Magnis di Kompas edisi 4 September 2009
ini berlawanan dengan arus utama opini masyarakat Indonesia saat ini,
yang rata-rata tersinggung dan terusik rasa nasionalismenya dengan apa
yang dilakukan Malaysia yang selama ini terus menerus seolah sengaja
cari perkara dengan negara ini. 

Jika kebanyakan orang Indonesia termasuk anggota DPR RI ingin
pemerintah bersikap keras terhadap Malaysia, Romo Magnis sebaliknya.
Tawaran Romo Magnis sebagai solusi untuk masalah ini adalah solusi khas
dari penganut kristen tipikal. "Kalau ada orang menampar pipi kanan,
solusinya sodorkan pipi kiri". 

Untuk bangsa sebesar Indonesia dengan penduduk nomer 4 terbanyak
di dunia. Menurut Romo Magnis, marah-marah hanya karena dihina seperti
itu sangatlah tidaklah layak untuk dilakukan. Sebaliknya Romo Magnis
menganjurkan, selesaikanlah masalah itu dengan sabar dan kepala dingin. 

Franz Magnis memberi contoh saat Soeharto menjadi presiden. Dia
katakan, saat itu Indonesia tidak pernah berkata dengan kata keras dan
justru dengan sikap seperti itu Malaysia hormat. Entah amnesia atau
memang sengaja, tampaknya Franz Magnis sengaja mengaburkan fakta tentang
sosok Soeharto mantan Presiden yang paling kejam sepanjang sejarah
Indonesia itu. 

Soeharto memang tidak pernah dan tidak perlu berkata keras. Dia
hanya perlu menebar senyum, karena semua orang tahu di balik senyumnya
yang khas itu ada kekuatan militer besar yang sangat loyal dan patuh
tanpa syarat kepadanya. Dia dengan mudah bisa menggerakkan kekuatan itu,
semudah anak kecil menggerakkan mainan mobil-mobilan dengan remote
control di tangan. Bandingkan dengan SBY yang jangankan militer, bahkan
dalam politik saja pun di negara ini banyak musuhnya. SBY baru mau
mellibatkan TNI dalam menangani teror saja kecaman sudah muncul dari
mana-mana. Jadi kalau SBY mau bergaya meniru-niru gaya Soeharto, ya
diludahi orang.

Well, terlepas dari soal Soeharto, anjuran Romo Magnis 

RE: [ac-i] Hubungan Indonesia-Malaysia; Tanggapan Kritis Untuk Franz Magnis Suseno

2009-09-15 Terurut Topik Asep Kambali
wah di forum ini ada orang malaysianya ya... salam kenal ya...tetanggaku...
hehehee. :P

--- Pada Sel, 15/9/09, Ghazali Lateh  menulis:

Dari: Ghazali Lateh 
Judul: RE: [ac-i] Hubungan Indonesia-Malaysia; Tanggapan Kritis Untuk Franz 
Magnis Suseno
Kepada: artculture-indonesia@yahoogroups.com
Tanggal: Selasa, 15 September, 2009, 7:35 AM






 





  


Benar, kita seharusnya bertindak secara manusiawi daripada melahirkan kegawatan 
emosi.  Tindakan gila itu bakal mencetuskan kerugian besar. Jangan cemburu 
sudara serumpun yang jauh lebih trampil. Cermin diri dan tingkatkan tamadun 
bangsa bukan mencetuskan tindakan gila seperti itu.
 


To: artculture-indonesi a...@yahoogroups. com
From: frach...@yahoo. com
Date: Mon, 14 Sep 2009 01:21:53 -0700
Subject: Re: [ac-i] Hubungan Indonesia-Malaysia; Tanggapan Kritis Untuk Franz 
Magnis Suseno

  





Saya rasa kita ini masih bertanggapan manusiawi, ya... Apa bedanya antara orang 
Malaysia dan Indonesia selain garis perbatasan yang diangkuhi segelintir 
manusia yang mahu budaya yang kepunyaan rumpun menjadi milik satu negara 
sahaja...? Tahukah manusia yang membuat kecoh itu tentang sejarah dan budaya 
negara-negara di Nusantara ini.  Saya rasa bahawa kita ini semua bersaudara, 
dan hanya orang yang gila mahu saudaranya dipisah darinya... Saya ngaak ngerti 
ngapa semua ini harus digendang orang yang gila perang. Bukankah Pak Najib 
keturunan Bugis seperti juga Pak Jusuf? 


Mohon ampun, ya kalau saya mengganggu perlaku yang mahu saudara bertumpah 
darah... Itu kerja gila...




From: ::KaNia:: 
To: artculture-indonesi a...@yahoogroups. com
Sent: Wednesday, September 9, 2009 12:33:13
Subject: Re: [ac-i] Hubungan Indonesia-Malaysia; Tanggapan Kritis Untuk Franz 
Magnis Suseno

  





Hebat...
 
'Two things are infinite: The Universe and Human Stupidity; and I'm not sure 
about the universe.'
- Albert Einstein 







From: winwannur 
To: artculture-indonesi a...@yahoogroups. com
Sent: Saturday, September 5, 2009 18:31:32
Subject: [ac-i] Hubungan Indonesia-Malaysia; Tanggapan Kritis Untuk Franz 
Magnis Suseno

  

Di Kompas kemarin, di halaman opini. Saya membaca sebuah tulisan Franz Magnis 
Suseno, dosen filsafat di STT Driyakara yang membahas tentang ketersinggungan 
orang Indonesia terhadap Malaysia dan bagaimana seharusnya orang Indonesia 
menyikapinya.

Opini yang ditulis Romo Magnis di Kompas edisi 4 September 2009 ini berlawanan 
dengan arus utama opini masyarakat Indonesia saat ini, yang rata-rata 
tersinggung dan terusik rasa nasionalismenya dengan apa yang dilakukan Malaysia 
yang selama ini terus menerus seolah sengaja cari perkara dengan negara ini. 

Jika kebanyakan orang Indonesia termasuk anggota DPR RI ingin pemerintah 
bersikap keras terhadap Malaysia, Romo Magnis sebaliknya. Tawaran Romo Magnis 
sebagai solusi untuk masalah ini adalah solusi khas dari penganut kristen 
tipikal. "Kalau ada orang menampar pipi kanan, solusinya sodorkan pipi kiri". 

Untuk bangsa sebesar Indonesia dengan penduduk nomer 4 terbanyak di dunia. 
Menurut Romo Magnis, marah-marah hanya karena dihina seperti itu sangatlah 
tidaklah layak untuk dilakukan. Sebaliknya Romo Magnis menganjurkan, 
selesaikanlah masalah itu dengan sabar dan kepala dingin. 

Franz Magnis memberi contoh saat Soeharto menjadi presiden. Dia katakan, saat 
itu Indonesia tidak pernah berkata dengan kata keras dan justru dengan sikap 
seperti itu Malaysia hormat. Entah amnesia atau memang sengaja, tampaknya Franz 
Magnis sengaja mengaburkan fakta tentang sosok Soeharto mantan Presiden yang 
paling kejam sepanjang sejarah Indonesia itu. 

Soeharto memang tidak pernah dan tidak perlu berkata keras. Dia hanya perlu 
menebar senyum, karena semua orang tahu di balik senyumnya yang khas itu ada 
kekuatan militer besar yang sangat loyal dan patuh tanpa syarat kepadanya. Dia 
dengan mudah bisa menggerakkan kekuatan itu, semudah anak kecil menggerakkan 
mainan mobil-mobilan dengan remote control di tangan. Bandingkan dengan SBY 
yang jangankan militer, bahkan dalam politik saja pun di negara ini banyak 
musuhnya. SBY baru mau mellibatkan TNI dalam menangani teror saja kecaman sudah 
muncul dari mana-mana. Jadi kalau SBY mau bergaya meniru-niru gaya Soeharto, ya 
diludahi orang.

Well, terlepas dari soal Soeharto, anjuran Romo Magnis memang bisa kita 
terapkan terhadap beberapa kasus dan terbukti manjur. 

Misalnya jika anda yang pendatang kebetulan berkunjung ke Bali, bukan sebagai 
turis. Anda bisa jadi mengalalami pengalaman tidak menyenangkan ditangkap dan 
diperlakukan tidak enak oleh 'Pecalang' (Hansip Adat). Jika mengalami hal 
seperti ini di Bali, saran saya akan sama seperti cara yang disarankan Romo 
Magnis, lebih baik selesaikan masalah itu secara diplaomatis. Hubungi ketua 
pecalangnya atau langsung usahakan berbicara dengan 'klian' adat setempat. 

Meskipun anda mungkin Preman terkenal dan ditakuti di kampung asal anda,

RE: [ac-i] Hubungan Indonesia-Malaysia; Tanggapan Kritis Untuk Franz Magnis Suseno

2009-09-14 Terurut Topik Ghazali Lateh

Benar, kita seharusnya bertindak secara manusiawi daripada melahirkan kegawatan 
emosi.  Tindakan gila itu bakal mencetuskan kerugian besar. Jangan cemburu 
sudara serumpun yang jauh lebih trampil. Cermin diri dan tingkatkan tamadun 
bangsa bukan mencetuskan tindakan gila seperti itu.
 


To: artculture-indonesia@yahoogroups.com
From: frach...@yahoo.com
Date: Mon, 14 Sep 2009 01:21:53 -0700
Subject: Re: [ac-i] Hubungan Indonesia-Malaysia; Tanggapan Kritis Untuk Franz 
Magnis Suseno

  





Saya rasa kita ini masih bertanggapan manusiawi, ya... Apa bedanya antara orang 
Malaysia dan Indonesia selain garis perbatasan yang diangkuhi segelintir 
manusia yang mahu budaya yang kepunyaan rumpun menjadi milik satu negara 
sahaja...? Tahukah manusia yang membuat kecoh itu tentang sejarah dan budaya 
negara-negara di Nusantara ini.  Saya rasa bahawa kita ini semua bersaudara, 
dan hanya orang yang gila mahu saudaranya dipisah darinya... Saya ngaak ngerti 
ngapa semua ini harus digendang orang yang gila perang. Bukankah Pak Najib 
keturunan Bugis seperti juga Pak Jusuf? 


Mohon ampun, ya kalau saya mengganggu perlaku yang mahu saudara bertumpah 
darah... Itu kerja gila...




From: ::KaNia:: 
To: artculture-indonesia@yahoogroups.com
Sent: Wednesday, September 9, 2009 12:33:13
Subject: Re: [ac-i] Hubungan Indonesia-Malaysia; Tanggapan Kritis Untuk Franz 
Magnis Suseno

  





Hebat...
 
'Two things are infinite: The Universe and Human Stupidity; and I'm not sure 
about the universe.'
- Albert Einstein 







From: winwannur 
To: artculture-indonesi a...@yahoogroups. com
Sent: Saturday, September 5, 2009 18:31:32
Subject: [ac-i] Hubungan Indonesia-Malaysia; Tanggapan Kritis Untuk Franz 
Magnis Suseno

  

Di Kompas kemarin, di halaman opini. Saya membaca sebuah tulisan Franz Magnis 
Suseno, dosen filsafat di STT Driyakara yang membahas tentang ketersinggungan 
orang Indonesia terhadap Malaysia dan bagaimana seharusnya orang Indonesia 
menyikapinya.

Opini yang ditulis Romo Magnis di Kompas edisi 4 September 2009 ini berlawanan 
dengan arus utama opini masyarakat Indonesia saat ini, yang rata-rata 
tersinggung dan terusik rasa nasionalismenya dengan apa yang dilakukan Malaysia 
yang selama ini terus menerus seolah sengaja cari perkara dengan negara ini. 

Jika kebanyakan orang Indonesia termasuk anggota DPR RI ingin pemerintah 
bersikap keras terhadap Malaysia, Romo Magnis sebaliknya. Tawaran Romo Magnis 
sebagai solusi untuk masalah ini adalah solusi khas dari penganut kristen 
tipikal. "Kalau ada orang menampar pipi kanan, solusinya sodorkan pipi kiri". 

Untuk bangsa sebesar Indonesia dengan penduduk nomer 4 terbanyak di dunia. 
Menurut Romo Magnis, marah-marah hanya karena dihina seperti itu sangatlah 
tidaklah layak untuk dilakukan. Sebaliknya Romo Magnis menganjurkan, 
selesaikanlah masalah itu dengan sabar dan kepala dingin. 

Franz Magnis memberi contoh saat Soeharto menjadi presiden. Dia katakan, saat 
itu Indonesia tidak pernah berkata dengan kata keras dan justru dengan sikap 
seperti itu Malaysia hormat. Entah amnesia atau memang sengaja, tampaknya Franz 
Magnis sengaja mengaburkan fakta tentang sosok Soeharto mantan Presiden yang 
paling kejam sepanjang sejarah Indonesia itu. 

Soeharto memang tidak pernah dan tidak perlu berkata keras. Dia hanya perlu 
menebar senyum, karena semua orang tahu di balik senyumnya yang khas itu ada 
kekuatan militer besar yang sangat loyal dan patuh tanpa syarat kepadanya. Dia 
dengan mudah bisa menggerakkan kekuatan itu, semudah anak kecil menggerakkan 
mainan mobil-mobilan dengan remote control di tangan. Bandingkan dengan SBY 
yang jangankan militer, bahkan dalam politik saja pun di negara ini banyak 
musuhnya. SBY baru mau mellibatkan TNI dalam menangani teror saja kecaman sudah 
muncul dari mana-mana. Jadi kalau SBY mau bergaya meniru-niru gaya Soeharto, ya 
diludahi orang.

Well, terlepas dari soal Soeharto, anjuran Romo Magnis memang bisa kita 
terapkan terhadap beberapa kasus dan terbukti manjur. 

Misalnya jika anda yang pendatang kebetulan berkunjung ke Bali, bukan sebagai 
turis. Anda bisa jadi mengalalami pengalaman tidak menyenangkan ditangkap dan 
diperlakukan tidak enak oleh 'Pecalang' (Hansip Adat). Jika mengalami hal 
seperti ini di Bali, saran saya akan sama seperti cara yang disarankan Romo 
Magnis, lebih baik selesaikan masalah itu secara diplaomatis. Hubungi ketua 
pecalangnya atau langsung usahakan berbicara dengan 'klian' adat setempat. 

Meskipun anda mungkin Preman terkenal dan ditakuti di kampung asal anda, tapi 
dalam menghadapi situasi ini. Mengajak konfrontasi 'pecalang Bali, sangat tidak 
saya anjurkan. Kecuali anda punya ilmu tahan pukul dan ilmu kebal atau siap 
mental di'massa' orang 'sebanjar'.

Tapi anjuran seperti tersebut di atas bukanlah obat ajaib yang manjur untuk 
segala kasus, situasi dan kondisi. Untuk kasus yang berbeda, kadang-kadang cara 
seperti yang dianj

Re: [ac-i] Hubungan Indonesia-Malaysia; Tanggapan Kritis Untuk Franz Magnis Suseno

2009-09-14 Terurut Topik francis yaman
Saya rasa kita ini masih bertanggapan manusiawi, ya... Apa bedanya antara orang 
Malaysia dan Indonesia selain garis perbatasan yang diangkuhi segelintir 
manusia yang mahu budaya yang kepunyaan rumpun menjadi milik satu negara 
sahaja...? Tahukah manusia yang membuat kecoh itu tentang sejarah dan budaya 
negara-negara di Nusantara ini.  Saya rasa bahawa kita ini semua bersaudara, 
dan hanya orang yang gila mahu saudaranya dipisah darinya... Saya ngaak ngerti 
ngapa semua ini harus digendang orang yang gila perang. Bukankah Pak Najib 
keturunan Bugis seperti juga Pak Jusuf? 

Mohon ampun, ya kalau saya mengganggu perlaku yang mahu saudara bertumpah 
darah... Itu kerja gila...




From: ::KaNia:: 
To: artculture-indonesia@yahoogroups.com
Sent: Wednesday, September 9, 2009 12:33:13
Subject: Re: [ac-i] Hubungan Indonesia-Malaysia; Tanggapan Kritis Untuk Franz 
Magnis Suseno

  
Hebat...
 
'Two things are infinite: The Universe and Human Stupidity; and I'm not sure 
about the universe.'
- Albert Einstein 





 From: winwannur 
To: artculture-indonesi a...@yahoogroups. com
Sent: Saturday, September 5, 2009 18:31:32
Subject: [ac-i] Hubungan Indonesia-Malaysia; Tanggapan Kritis Untuk Franz 
Magnis Suseno

  
Di Kompas kemarin, di halaman opini. Saya membaca sebuah tulisan Franz Magnis 
Suseno, dosen filsafat di STT Driyakara yang membahas tentang ketersinggungan 
orang Indonesia terhadap Malaysia dan bagaimana seharusnya orang Indonesia 
menyikapinya.

Opini yang ditulis Romo Magnis di Kompas edisi 4 September 2009 ini berlawanan 
dengan arus utama opini masyarakat Indonesia saat ini, yang rata-rata 
tersinggung dan terusik rasa nasionalismenya dengan apa yang dilakukan Malaysia 
yang selama ini terus menerus seolah sengaja cari perkara dengan negara ini. 

Jika kebanyakan orang Indonesia termasuk anggota DPR RI ingin pemerintah 
bersikap keras terhadap Malaysia, Romo Magnis sebaliknya. Tawaran Romo Magnis 
sebagai solusi untuk masalah ini adalah solusi khas dari penganut kristen 
tipikal. "Kalau ada orang menampar pipi kanan, solusinya sodorkan pipi kiri". 

Untuk bangsa sebesar Indonesia dengan penduduk nomer 4 terbanyak di dunia. 
Menurut Romo Magnis, marah-marah hanya karena dihina seperti itu sangatlah 
tidaklah layak untuk dilakukan. Sebaliknya Romo Magnis menganjurkan, 
selesaikanlah masalah itu dengan sabar dan kepala dingin. 

Franz Magnis memberi contoh saat Soeharto menjadi presiden. Dia katakan, saat 
itu Indonesia tidak pernah berkata dengan kata keras dan justru dengan sikap 
seperti itu Malaysia hormat. Entah amnesia atau memang sengaja, tampaknya Franz 
Magnis sengaja mengaburkan fakta tentang sosok Soeharto mantan Presiden yang 
paling kejam sepanjang sejarah Indonesia itu. 

Soeharto memang tidak pernah dan tidak perlu berkata keras. Dia hanya perlu 
menebar senyum, karena semua orang tahu di balik senyumnya yang khas itu ada 
kekuatan militer besar yang sangat loyal dan patuh tanpa syarat kepadanya. Dia 
dengan mudah bisa menggerakkan kekuatan itu, semudah anak kecil menggerakkan 
mainan mobil-mobilan dengan remote control di tangan. Bandingkan dengan SBY 
yang jangankan militer, bahkan dalam politik saja pun di negara ini banyak 
musuhnya. SBY baru mau mellibatkan TNI dalam menangani teror saja kecaman sudah 
muncul dari mana-mana. Jadi kalau SBY mau bergaya meniru-niru gaya Soeharto, ya 
diludahi orang.

Well, terlepas dari soal Soeharto, anjuran Romo Magnis memang bisa kita 
terapkan terhadap beberapa kasus dan terbukti manjur. 

Misalnya jika anda yang pendatang kebetulan berkunjung ke Bali, bukan sebagai 
turis. Anda bisa jadi mengalalami pengalaman tidak menyenangkan ditangkap dan 
diperlakukan tidak enak oleh 'Pecalang' (Hansip Adat). Jika mengalami hal 
seperti ini di Bali, saran saya akan sama seperti cara yang disarankan Romo 
Magnis, lebih baik selesaikan masalah itu secara diplaomatis. Hubungi ketua 
pecalangnya atau langsung usahakan berbicara dengan 'klian' adat setempat. 

Meskipun anda mungkin Preman terkenal dan ditakuti di kampung asal anda, tapi 
dalam menghadapi situasi ini. Mengajak konfrontasi 'pecalang Bali, sangat tidak 
saya anjurkan. Kecuali anda punya ilmu tahan pukul dan ilmu kebal atau siap 
mental di'massa' orang 'sebanjar'.

Tapi anjuran seperti tersebut di atas bukanlah obat ajaib yang manjur untuk 
segala kasus, situasi dan kondisi. Untuk kasus yang berbeda, kadang-kadang cara 
seperti yang dianjurkan Romo Magnis ini sama sekali tidak efektif, malah 
menjadi kontra produktif.

Saya secara pribadi pernah mengalami musibah yang tidak perlu karena 
berbaik-baik seperti saran favorit Romo Magnis ini. 

Saat itu saya baru pindah ke kompleks perumahan yang saya tinggali sekarang. 
Untuk menuju ke rumah saya, saya harus melewati sebuah rumah yang memiliki 
seekor anjing buras alias anjing kampung yang selalu mengonggong keras kepada 

Re: [ac-i] Hubungan Indonesia-Malaysia; Tanggapan Kritis Untuk Franz Magnis Suseno

2009-09-13 Terurut Topik rhyan byrne
keren..sungguh hal yang mendalam yang tidak pernah terfikirkan sebelumnya akar 
permasalahan ini, tetapi semua terkuak dan terpapar dengan jelas 
disini..
saloute

--- On Tue, 9/8/09, ::KaNia::  wrote:

From: ::KaNia:: 
Subject: Re: [ac-i] Hubungan Indonesia-Malaysia; Tanggapan Kritis Untuk Franz 
Magnis Suseno
To: artculture-indonesia@yahoogroups.com
Date: Tuesday, September 8, 2009, 9:33 PM






 





  
Hebat...
 
'Two things are infinite: The Universe and Human Stupidity; and I'm not sure 
about the universe.'
- Albert Einstein 






From: winwannur 
To: artculture-indonesi a...@yahoogroups. com
Sent: Saturday, September 5, 2009 18:31:32
Subject: [ac-i] Hubungan Indonesia-Malaysia; Tanggapan Kritis Untuk Franz 
Magnis Suseno

  

Di Kompas kemarin, di halaman opini. Saya membaca sebuah tulisan Franz Magnis 
Suseno, dosen filsafat di STT Driyakara yang membahas tentang ketersinggungan 
orang Indonesia terhadap Malaysia dan bagaimana seharusnya orang Indonesia 
menyikapinya.

Opini yang ditulis Romo Magnis di Kompas edisi 4 September 2009 ini berlawanan 
dengan arus utama opini masyarakat Indonesia saat ini, yang rata-rata 
tersinggung dan terusik rasa nasionalismenya dengan apa yang dilakukan Malaysia 
yang selama ini terus menerus seolah sengaja cari perkara dengan negara ini. 

Jika kebanyakan orang Indonesia termasuk anggota DPR RI ingin pemerintah 
bersikap keras terhadap Malaysia, Romo Magnis sebaliknya. Tawaran Romo Magnis 
sebagai solusi untuk masalah ini adalah solusi khas dari penganut kristen 
tipikal. "Kalau ada orang menampar pipi kanan, solusinya sodorkan pipi kiri". 

Untuk bangsa sebesar Indonesia dengan penduduk nomer 4 terbanyak di dunia. 
Menurut Romo
 Magnis, marah-marah hanya karena dihina seperti itu sangatlah tidaklah layak 
untuk dilakukan. Sebaliknya Romo Magnis menganjurkan, selesaikanlah masalah itu 
dengan sabar dan kepala dingin. 

Franz Magnis memberi contoh saat Soeharto menjadi presiden. Dia katakan, saat 
itu Indonesia tidak pernah berkata dengan kata keras dan justru dengan sikap 
seperti itu Malaysia hormat. Entah amnesia atau memang sengaja, tampaknya Franz 
Magnis sengaja mengaburkan fakta tentang sosok Soeharto mantan Presiden yang 
paling kejam sepanjang sejarah Indonesia itu. 

Soeharto memang tidak pernah dan tidak perlu berkata keras. Dia hanya perlu 
menebar senyum, karena semua orang tahu di balik senyumnya yang khas itu ada 
kekuatan militer besar yang sangat loyal dan patuh tanpa syarat kepadanya. Dia 
dengan mudah bisa menggerakkan kekuatan itu, semudah anak kecil menggerakkan 
mainan mobil-mobilan dengan remote control di tangan. Bandingkan dengan SBY 
yang jangankan
 militer, bahkan dalam politik saja pun di negara ini banyak musuhnya. SBY baru 
mau mellibatkan TNI dalam menangani teror saja kecaman sudah muncul dari 
mana-mana. Jadi kalau SBY mau bergaya meniru-niru gaya Soeharto, ya diludahi 
orang.

Well, terlepas dari soal Soeharto, anjuran Romo Magnis memang bisa kita 
terapkan terhadap beberapa kasus dan terbukti manjur. 

Misalnya jika anda yang pendatang kebetulan berkunjung ke Bali, bukan sebagai 
turis. Anda bisa jadi mengalalami pengalaman tidak menyenangkan ditangkap dan 
diperlakukan tidak enak oleh 'Pecalang' (Hansip Adat). Jika mengalami hal 
seperti ini di Bali, saran saya akan sama seperti cara yang disarankan Romo 
Magnis, lebih baik selesaikan masalah itu secara diplaomatis. Hubungi ketua 
pecalangnya atau langsung usahakan berbicara dengan 'klian' adat setempat. 

Meskipun anda mungkin Preman terkenal dan ditakuti di kampung asal anda, tapi 
dalam menghadapi situasi ini. Mengajak
 konfrontasi 'pecalang Bali, sangat tidak saya anjurkan. Kecuali anda punya 
ilmu tahan pukul dan ilmu kebal atau siap mental di'massa' orang 'sebanjar'.

Tapi anjuran seperti tersebut di atas bukanlah obat ajaib yang manjur untuk 
segala kasus, situasi dan kondisi. Untuk kasus yang berbeda, kadang-kadang cara 
seperti yang dianjurkan Romo Magnis ini sama sekali tidak efektif, malah 
menjadi kontra produktif.

Saya secara pribadi pernah mengalami musibah yang tidak perlu karena 
berbaik-baik seperti saran favorit Romo Magnis ini. 

Saat itu saya baru pindah ke kompleks perumahan yang saya tinggali sekarang. 
Untuk menuju ke rumah saya, saya harus melewati sebuah rumah yang memiliki 
seekor anjing buras alias anjing kampung yang selalu mengonggong keras kepada 
siapapun yang melintas di depan rumah majikannya itu. Kalau orang yang 
digonggong ketakutan kadang anjing kampung berkulit belang ini tidak 
segan-segan mengejar sampai orang yang dikejar
 berteriak-teriak ketakutan. Warga di kompleks tempat saya tinggal sebenarnya 
cukup resah dengan keberadaan anjing itu di kompleks kami. 

Istri dan anak saya sering sangat ketakutan ketika harus melewati rumah itu 
menuju rumah kami. Ketika keluhan itu saya sampaikan kepada pemilik anjing 
dengan enteng d

Re: [ac-i] Hubungan Indonesia-Malaysia; Tanggapan Kritis Untuk Franz Magnis Suseno

2009-09-12 Terurut Topik ::KaNia::
Hebat...
 
'Two things are infinite: The Universe and Human Stupidity; and I'm not sure 
about the universe.'
- Albert Einstein 





From: winwannur 
To: artculture-indonesia@yahoogroups.com
Sent: Saturday, September 5, 2009 18:31:32
Subject: [ac-i] Hubungan Indonesia-Malaysia; Tanggapan Kritis Untuk Franz 
Magnis Suseno

  
Di Kompas kemarin, di halaman opini. Saya membaca sebuah tulisan Franz Magnis 
Suseno, dosen filsafat di STT Driyakara yang membahas tentang ketersinggungan 
orang Indonesia terhadap Malaysia dan bagaimana seharusnya orang Indonesia 
menyikapinya.

Opini yang ditulis Romo Magnis di Kompas edisi 4 September 2009 ini berlawanan 
dengan arus utama opini masyarakat Indonesia saat ini, yang rata-rata 
tersinggung dan terusik rasa nasionalismenya dengan apa yang dilakukan Malaysia 
yang selama ini terus menerus seolah sengaja cari perkara dengan negara ini. 

Jika kebanyakan orang Indonesia termasuk anggota DPR RI ingin pemerintah 
bersikap keras terhadap Malaysia, Romo Magnis sebaliknya. Tawaran Romo Magnis 
sebagai solusi untuk masalah ini adalah solusi khas dari penganut kristen 
tipikal. "Kalau ada orang menampar pipi kanan, solusinya sodorkan pipi kiri". 

Untuk bangsa sebesar Indonesia dengan penduduk nomer 4 terbanyak di dunia. 
Menurut Romo Magnis, marah-marah hanya karena dihina seperti itu sangatlah 
tidaklah layak untuk dilakukan. Sebaliknya Romo Magnis menganjurkan, 
selesaikanlah masalah itu dengan sabar dan kepala dingin. 

Franz Magnis memberi contoh saat Soeharto menjadi presiden. Dia katakan, saat 
itu Indonesia tidak pernah berkata dengan kata keras dan justru dengan sikap 
seperti itu Malaysia hormat. Entah amnesia atau memang sengaja, tampaknya Franz 
Magnis sengaja mengaburkan fakta tentang sosok Soeharto mantan Presiden yang 
paling kejam sepanjang sejarah Indonesia itu. 

Soeharto memang tidak pernah dan tidak perlu berkata keras. Dia hanya perlu 
menebar senyum, karena semua orang tahu di balik senyumnya yang khas itu ada 
kekuatan militer besar yang sangat loyal dan patuh tanpa syarat kepadanya. Dia 
dengan mudah bisa menggerakkan kekuatan itu, semudah anak kecil menggerakkan 
mainan mobil-mobilan dengan remote control di tangan. Bandingkan dengan SBY 
yang jangankan militer, bahkan dalam politik saja pun di negara ini banyak 
musuhnya. SBY baru mau mellibatkan TNI dalam menangani teror saja kecaman sudah 
muncul dari mana-mana. Jadi kalau SBY mau bergaya meniru-niru gaya Soeharto, ya 
diludahi orang.

Well, terlepas dari soal Soeharto, anjuran Romo Magnis memang bisa kita 
terapkan terhadap beberapa kasus dan terbukti manjur. 

Misalnya jika anda yang pendatang kebetulan berkunjung ke Bali, bukan sebagai 
turis. Anda bisa jadi mengalalami pengalaman tidak menyenangkan ditangkap dan 
diperlakukan tidak enak oleh 'Pecalang' (Hansip Adat). Jika mengalami hal 
seperti ini di Bali, saran saya akan sama seperti cara yang disarankan Romo 
Magnis, lebih baik selesaikan masalah itu secara diplaomatis. Hubungi ketua 
pecalangnya atau langsung usahakan berbicara dengan 'klian' adat setempat. 

Meskipun anda mungkin Preman terkenal dan ditakuti di kampung asal anda, tapi 
dalam menghadapi situasi ini. Mengajak konfrontasi 'pecalang Bali, sangat tidak 
saya anjurkan. Kecuali anda punya ilmu tahan pukul dan ilmu kebal atau siap 
mental di'massa' orang 'sebanjar'.

Tapi anjuran seperti tersebut di atas bukanlah obat ajaib yang manjur untuk 
segala kasus, situasi dan kondisi. Untuk kasus yang berbeda, kadang-kadang cara 
seperti yang dianjurkan Romo Magnis ini sama sekali tidak efektif, malah 
menjadi kontra produktif.

Saya secara pribadi pernah mengalami musibah yang tidak perlu karena 
berbaik-baik seperti saran favorit Romo Magnis ini. 

Saat itu saya baru pindah ke kompleks perumahan yang saya tinggali sekarang. 
Untuk menuju ke rumah saya, saya harus melewati sebuah rumah yang memiliki 
seekor anjing buras alias anjing kampung yang selalu mengonggong keras kepada 
siapapun yang melintas di depan rumah majikannya itu. Kalau orang yang 
digonggong ketakutan kadang anjing kampung berkulit belang ini tidak 
segan-segan mengejar sampai orang yang dikejar berteriak-teriak ketakutan. 
Warga di kompleks tempat saya tinggal sebenarnya cukup resah dengan keberadaan 
anjing itu di kompleks kami. 

Istri dan anak saya sering sangat ketakutan ketika harus melewati rumah itu 
menuju rumah kami. Ketika keluhan itu saya sampaikan kepada pemilik anjing 
dengan enteng dia bilang "Anjing saya itu memang senang bercanda".

Karena 'diplomasi' dengan pemilik anjing itu tidak berhasil. Karena istri saya 
sangat ketakutan setiap kali melewati rumah itu, sayapun secara resmi 
melaporkan masalah ini kepada ketua RT yang merupakan penguasa tertinggi di 
kompleks kami. Tapi ketua RT kami yang secara penampilan luar sangat perlente 
dan berwibawa ini sama sekali tidak dapat memberi solusi yang memuaskan.

Suatu kali istri saya pulang bersepeda dan melewati rumah itu, dan