Re: [ac-i] Hubungan Indonesia-Malaysia; Tanggapan Kritis Untuk Franz Magnis Suseno
Hari gini kok masih mau pertumpahan darah, yo ndak lah pak...kebetulan saya blm gila dan pemerintah Indonesia juga blm gila2 banget. wong jaman sudah milenium, sudah makin maju. Gak level juga Indonesia harus bertumpah darah sama Malaysia, negara yg gak punya budaya sedikitpun makanya sampai harus mengakui budaya orang lain. Coba, ada yg tau gak budaya Malaysia itu apa ajah ayooo, ciri khasnya apa ayoo?? Gada khan? Gak punya khan? Tapi paling tidak ada action dari pemerintah dengan tegas, apalagi Indonesia berada di atas angin karena Indonesia punya 'pabrik' TKI. Malaysia bisa sekarat kalo gada TKI yg datang kesana. Wong orang Malaysia itu gak bisa apa apa kecuali jadi penyiksa dan teroris. Lebih pantes jadi negara barbar... 'Two things are infinite: The Universe and Human Stupidity; and I'm not sure about the universe.' - Albert Einstein From: francis yaman To: artculture-indonesia@yahoogroups.com Sent: Monday, September 14, 2009 15:21:53 Subject: Re: [ac-i] Hubungan Indonesia-Malaysia; Tanggapan Kritis Untuk Franz Magnis Suseno Saya rasa kita ini masih bertanggapan manusiawi, ya... Apa bedanya antara orang Malaysia dan Indonesia selain garis perbatasan yang diangkuhi segelintir manusia yang mahu budaya yang kepunyaan rumpun menjadi milik satu negara sahaja...? Tahukah manusia yang membuat kecoh itu tentang sejarah dan budaya negara-negara di Nusantara ini. Saya rasa bahawa kita ini semua bersaudara, dan hanya orang yang gila mahu saudaranya dipisah darinya... Saya ngaak ngerti ngapa semua ini harus digendang orang yang gila perang. Bukankah Pak Najib keturunan Bugis seperti juga Pak Jusuf? Mohon ampun, ya kalau saya mengganggu perlaku yang mahu saudara bertumpah darah... Itu kerja gila... From: ::KaNia:: To: artculture-indonesi a...@yahoogroups. com Sent: Wednesday, September 9, 2009 12:33:13 Subject: Re: [ac-i] Hubungan Indonesia-Malaysia; Tanggapan Kritis Untuk Franz Magnis Suseno Hebat... 'Two things are infinite: The Universe and Human Stupidity; and I'm not sure about the universe.' - Albert Einstein From: winwannur To: artculture-indonesi a...@yahoogroups. com Sent: Saturday, September 5, 2009 18:31:32 Subject: [ac-i] Hubungan Indonesia-Malaysia; Tanggapan Kritis Untuk Franz Magnis Suseno Di Kompas kemarin, di halaman opini. Saya membaca sebuah tulisan Franz Magnis Suseno, dosen filsafat di STT Driyakara yang membahas tentang ketersinggungan orang Indonesia terhadap Malaysia dan bagaimana seharusnya orang Indonesia menyikapinya. Opini yang ditulis Romo Magnis di Kompas edisi 4 September 2009 ini berlawanan dengan arus utama opini masyarakat Indonesia saat ini, yang rata-rata tersinggung dan terusik rasa nasionalismenya dengan apa yang dilakukan Malaysia yang selama ini terus menerus seolah sengaja cari perkara dengan negara ini. Jika kebanyakan orang Indonesia termasuk anggota DPR RI ingin pemerintah bersikap keras terhadap Malaysia, Romo Magnis sebaliknya. Tawaran Romo Magnis sebagai solusi untuk masalah ini adalah solusi khas dari penganut kristen tipikal. "Kalau ada orang menampar pipi kanan, solusinya sodorkan pipi kiri". Untuk bangsa sebesar Indonesia dengan penduduk nomer 4 terbanyak di dunia. Menurut Romo Magnis, marah-marah hanya karena dihina seperti itu sangatlah tidaklah layak untuk dilakukan. Sebaliknya Romo Magnis menganjurkan, selesaikanlah masalah itu dengan sabar dan kepala dingin. Franz Magnis memberi contoh saat Soeharto menjadi presiden. Dia katakan, saat itu Indonesia tidak pernah berkata dengan kata keras dan justru dengan sikap seperti itu Malaysia hormat. Entah amnesia atau memang sengaja, tampaknya Franz Magnis sengaja mengaburkan fakta tentang sosok Soeharto mantan Presiden yang paling kejam sepanjang sejarah Indonesia itu. Soeharto memang tidak pernah dan tidak perlu berkata keras. Dia hanya perlu menebar senyum, karena semua orang tahu di balik senyumnya yang khas itu ada kekuatan militer besar yang sangat loyal dan patuh tanpa syarat kepadanya. Dia dengan mudah bisa menggerakkan kekuatan itu, semudah anak kecil menggerakkan mainan mobil-mobilan dengan remote control di tangan. Bandingkan dengan SBY yang jangankan militer, bahkan dalam politik saja pun di negara ini banyak musuhnya. SBY baru mau mellibatkan TNI dalam menangani teror saja kecaman sudah muncul dari mana-mana. Jadi kalau SBY mau bergaya meniru-niru gaya Soeharto, ya diludahi orang. Well, terlepas dari soal Soeharto, anjuran Romo Magnis memang bisa kita terapkan terhadap beberapa kasus dan terbukti manjur. Misalnya jika anda yang pendatang kebetulan berkunjung ke Bali, bukan sebagai turis. Anda bisa jadi mengalalami pengalaman tidak menyenangkan ditangkap dan diperlakukan tidak enak oleh 'Pecalang' (Hansip Adat). Jika mengalami hal seperti ini di Bali, sa
RE: [ac-i] Hubungan Indonesia-Malaysia; Tanggapan Kritis Untuk Franz Magnis Suseno
yg salah, bkn anjingnya, tetapi tuannya yg ga bisa mendidik dan membiarkan anjing itu utk tidak terlatih dan tidak sopan. Sudah saatnya yg lebih berpendidikan dan dewasa memberi arahan kepada yg tidak berpendidikan dengan cara yg dewasa juga. From: artculture-indonesia@yahoogroups.com [mailto:artculture-indone...@yahoogroups.com] On Behalf Of Ghazali Lateh Sent: 15. syyskuuta 2009 7:36 To: artculture-indonesia@yahoogroups.com Subject: RE: [ac-i] Hubungan Indonesia-Malaysia; Tanggapan Kritis Untuk Franz Magnis Suseno Benar, kita seharusnya bertindak secara manusiawi daripada melahirkan kegawatan emosi. Tindakan gila itu bakal mencetuskan kerugian besar. Jangan cemburu sudara serumpun yang jauh lebih trampil. Cermin diri dan tingkatkan tamadun bangsa bukan mencetuskan tindakan gila seperti itu. To: artculture-indonesia@yahoogroups.com From: frach...@yahoo.com Date: Mon, 14 Sep 2009 01:21:53 -0700 Subject: Re: [ac-i] Hubungan Indonesia-Malaysia; Tanggapan Kritis Untuk Franz Magnis Suseno Saya rasa kita ini masih bertanggapan manusiawi, ya... Apa bedanya antara orang Malaysia dan Indonesia selain garis perbatasan yang diangkuhi segelintir manusia yang mahu budaya yang kepunyaan rumpun menjadi milik satu negara sahaja...? Tahukah manusia yang membuat kecoh itu tentang sejarah dan budaya negara-negara di Nusantara ini. Saya rasa bahawa kita ini semua bersaudara, dan hanya orang yang gila mahu saudaranya dipisah darinya... Saya ngaak ngerti ngapa semua ini harus digendang orang yang gila perang. Bukankah Pak Najib keturunan Bugis seperti juga Pak Jusuf? Mohon ampun, ya kalau saya mengganggu perlaku yang mahu saudara bertumpah darah... Itu kerja gila... From: ::KaNia:: To: artculture-indonesia@yahoogroups.com Sent: Wednesday, September 9, 2009 12:33:13 Subject: Re: [ac-i] Hubungan Indonesia-Malaysia; Tanggapan Kritis Untuk Franz Magnis Suseno Hebat... 'Two things are infinite: The Universe and Human Stupidity; and I'm not sure about the universe.' - Albert Einstein From: winwannur To: artculture-indonesi a...@yahoogroups. com Sent: Saturday, September 5, 2009 18:31:32 Subject: [ac-i] Hubungan Indonesia-Malaysia; Tanggapan Kritis Untuk Franz Magnis Suseno Di Kompas kemarin, di halaman opini. Saya membaca sebuah tulisan Franz Magnis Suseno, dosen filsafat di STT Driyakara yang membahas tentang ketersinggungan orang Indonesia terhadap Malaysia dan bagaimana seharusnya orang Indonesia menyikapinya. Opini yang ditulis Romo Magnis di Kompas edisi 4 September 2009 ini berlawanan dengan arus utama opini masyarakat Indonesia saat ini, yang rata-rata tersinggung dan terusik rasa nasionalismenya dengan apa yang dilakukan Malaysia yang selama ini terus menerus seolah sengaja cari perkara dengan negara ini. Jika kebanyakan orang Indonesia termasuk anggota DPR RI ingin pemerintah bersikap keras terhadap Malaysia, Romo Magnis sebaliknya. Tawaran Romo Magnis sebagai solusi untuk masalah ini adalah solusi khas dari penganut kristen tipikal. "Kalau ada orang menampar pipi kanan, solusinya sodorkan pipi kiri". Untuk bangsa sebesar Indonesia dengan penduduk nomer 4 terbanyak di dunia. Menurut Romo Magnis, marah-marah hanya karena dihina seperti itu sangatlah tidaklah layak untuk dilakukan. Sebaliknya Romo Magnis menganjurkan, selesaikanlah masalah itu dengan sabar dan kepala dingin. Franz Magnis memberi contoh saat Soeharto menjadi presiden. Dia katakan, saat itu Indonesia tidak pernah berkata dengan kata keras dan justru dengan sikap seperti itu Malaysia hormat. Entah amnesia atau memang sengaja, tampaknya Franz Magnis sengaja mengaburkan fakta tentang sosok Soeharto mantan Presiden yang paling kejam sepanjang sejarah Indonesia itu. Soeharto memang tidak pernah dan tidak perlu berkata keras. Dia hanya perlu menebar senyum, karena semua orang tahu di balik senyumnya yang khas itu ada kekuatan militer besar yang sangat loyal dan patuh tanpa syarat kepadanya. Dia dengan mudah bisa menggerakkan kekuatan itu, semudah anak kecil menggerakkan mainan mobil-mobilan dengan remote control di tangan. Bandingkan dengan SBY yang jangankan militer, bahkan dalam politik saja pun di negara ini banyak musuhnya. SBY baru mau mellibatkan TNI dalam menangani teror saja kecaman sudah muncul dari mana-mana. Jadi kalau SBY mau bergaya meniru-niru gaya Soeharto, ya diludahi orang. Well, terlepas dari soal Soeharto, anjuran Romo Magnis
RE: [ac-i] Hubungan Indonesia-Malaysia; Tanggapan Kritis Untuk Franz Magnis Suseno
wah di forum ini ada orang malaysianya ya... salam kenal ya...tetanggaku... hehehee. :P --- Pada Sel, 15/9/09, Ghazali Lateh menulis: Dari: Ghazali Lateh Judul: RE: [ac-i] Hubungan Indonesia-Malaysia; Tanggapan Kritis Untuk Franz Magnis Suseno Kepada: artculture-indonesia@yahoogroups.com Tanggal: Selasa, 15 September, 2009, 7:35 AM Benar, kita seharusnya bertindak secara manusiawi daripada melahirkan kegawatan emosi. Tindakan gila itu bakal mencetuskan kerugian besar. Jangan cemburu sudara serumpun yang jauh lebih trampil. Cermin diri dan tingkatkan tamadun bangsa bukan mencetuskan tindakan gila seperti itu. To: artculture-indonesi a...@yahoogroups. com From: frach...@yahoo. com Date: Mon, 14 Sep 2009 01:21:53 -0700 Subject: Re: [ac-i] Hubungan Indonesia-Malaysia; Tanggapan Kritis Untuk Franz Magnis Suseno Saya rasa kita ini masih bertanggapan manusiawi, ya... Apa bedanya antara orang Malaysia dan Indonesia selain garis perbatasan yang diangkuhi segelintir manusia yang mahu budaya yang kepunyaan rumpun menjadi milik satu negara sahaja...? Tahukah manusia yang membuat kecoh itu tentang sejarah dan budaya negara-negara di Nusantara ini. Saya rasa bahawa kita ini semua bersaudara, dan hanya orang yang gila mahu saudaranya dipisah darinya... Saya ngaak ngerti ngapa semua ini harus digendang orang yang gila perang. Bukankah Pak Najib keturunan Bugis seperti juga Pak Jusuf? Mohon ampun, ya kalau saya mengganggu perlaku yang mahu saudara bertumpah darah... Itu kerja gila... From: ::KaNia:: To: artculture-indonesi a...@yahoogroups. com Sent: Wednesday, September 9, 2009 12:33:13 Subject: Re: [ac-i] Hubungan Indonesia-Malaysia; Tanggapan Kritis Untuk Franz Magnis Suseno Hebat... 'Two things are infinite: The Universe and Human Stupidity; and I'm not sure about the universe.' - Albert Einstein From: winwannur To: artculture-indonesi a...@yahoogroups. com Sent: Saturday, September 5, 2009 18:31:32 Subject: [ac-i] Hubungan Indonesia-Malaysia; Tanggapan Kritis Untuk Franz Magnis Suseno Di Kompas kemarin, di halaman opini. Saya membaca sebuah tulisan Franz Magnis Suseno, dosen filsafat di STT Driyakara yang membahas tentang ketersinggungan orang Indonesia terhadap Malaysia dan bagaimana seharusnya orang Indonesia menyikapinya. Opini yang ditulis Romo Magnis di Kompas edisi 4 September 2009 ini berlawanan dengan arus utama opini masyarakat Indonesia saat ini, yang rata-rata tersinggung dan terusik rasa nasionalismenya dengan apa yang dilakukan Malaysia yang selama ini terus menerus seolah sengaja cari perkara dengan negara ini. Jika kebanyakan orang Indonesia termasuk anggota DPR RI ingin pemerintah bersikap keras terhadap Malaysia, Romo Magnis sebaliknya. Tawaran Romo Magnis sebagai solusi untuk masalah ini adalah solusi khas dari penganut kristen tipikal. "Kalau ada orang menampar pipi kanan, solusinya sodorkan pipi kiri". Untuk bangsa sebesar Indonesia dengan penduduk nomer 4 terbanyak di dunia. Menurut Romo Magnis, marah-marah hanya karena dihina seperti itu sangatlah tidaklah layak untuk dilakukan. Sebaliknya Romo Magnis menganjurkan, selesaikanlah masalah itu dengan sabar dan kepala dingin. Franz Magnis memberi contoh saat Soeharto menjadi presiden. Dia katakan, saat itu Indonesia tidak pernah berkata dengan kata keras dan justru dengan sikap seperti itu Malaysia hormat. Entah amnesia atau memang sengaja, tampaknya Franz Magnis sengaja mengaburkan fakta tentang sosok Soeharto mantan Presiden yang paling kejam sepanjang sejarah Indonesia itu. Soeharto memang tidak pernah dan tidak perlu berkata keras. Dia hanya perlu menebar senyum, karena semua orang tahu di balik senyumnya yang khas itu ada kekuatan militer besar yang sangat loyal dan patuh tanpa syarat kepadanya. Dia dengan mudah bisa menggerakkan kekuatan itu, semudah anak kecil menggerakkan mainan mobil-mobilan dengan remote control di tangan. Bandingkan dengan SBY yang jangankan militer, bahkan dalam politik saja pun di negara ini banyak musuhnya. SBY baru mau mellibatkan TNI dalam menangani teror saja kecaman sudah muncul dari mana-mana. Jadi kalau SBY mau bergaya meniru-niru gaya Soeharto, ya diludahi orang. Well, terlepas dari soal Soeharto, anjuran Romo Magnis memang bisa kita terapkan terhadap beberapa kasus dan terbukti manjur. Misalnya jika anda yang pendatang kebetulan berkunjung ke Bali, bukan sebagai turis. Anda bisa jadi mengalalami pengalaman tidak menyenangkan ditangkap dan diperlakukan tidak enak oleh 'Pecalang' (Hansip Adat). Jika mengalami hal seperti ini di Bali, saran saya akan sama seperti cara yang disarankan Romo Magnis, lebih baik selesaikan masalah itu secara diplaomatis. Hubungi ketua pecalangnya atau langsung usahakan berbicara dengan 'klian' adat setempat. Meskipun anda mungkin Preman terkenal dan ditakuti di kampung asal anda,
RE: [ac-i] Hubungan Indonesia-Malaysia; Tanggapan Kritis Untuk Franz Magnis Suseno
Benar, kita seharusnya bertindak secara manusiawi daripada melahirkan kegawatan emosi. Tindakan gila itu bakal mencetuskan kerugian besar. Jangan cemburu sudara serumpun yang jauh lebih trampil. Cermin diri dan tingkatkan tamadun bangsa bukan mencetuskan tindakan gila seperti itu. To: artculture-indonesia@yahoogroups.com From: frach...@yahoo.com Date: Mon, 14 Sep 2009 01:21:53 -0700 Subject: Re: [ac-i] Hubungan Indonesia-Malaysia; Tanggapan Kritis Untuk Franz Magnis Suseno Saya rasa kita ini masih bertanggapan manusiawi, ya... Apa bedanya antara orang Malaysia dan Indonesia selain garis perbatasan yang diangkuhi segelintir manusia yang mahu budaya yang kepunyaan rumpun menjadi milik satu negara sahaja...? Tahukah manusia yang membuat kecoh itu tentang sejarah dan budaya negara-negara di Nusantara ini. Saya rasa bahawa kita ini semua bersaudara, dan hanya orang yang gila mahu saudaranya dipisah darinya... Saya ngaak ngerti ngapa semua ini harus digendang orang yang gila perang. Bukankah Pak Najib keturunan Bugis seperti juga Pak Jusuf? Mohon ampun, ya kalau saya mengganggu perlaku yang mahu saudara bertumpah darah... Itu kerja gila... From: ::KaNia:: To: artculture-indonesia@yahoogroups.com Sent: Wednesday, September 9, 2009 12:33:13 Subject: Re: [ac-i] Hubungan Indonesia-Malaysia; Tanggapan Kritis Untuk Franz Magnis Suseno Hebat... 'Two things are infinite: The Universe and Human Stupidity; and I'm not sure about the universe.' - Albert Einstein From: winwannur To: artculture-indonesi a...@yahoogroups. com Sent: Saturday, September 5, 2009 18:31:32 Subject: [ac-i] Hubungan Indonesia-Malaysia; Tanggapan Kritis Untuk Franz Magnis Suseno Di Kompas kemarin, di halaman opini. Saya membaca sebuah tulisan Franz Magnis Suseno, dosen filsafat di STT Driyakara yang membahas tentang ketersinggungan orang Indonesia terhadap Malaysia dan bagaimana seharusnya orang Indonesia menyikapinya. Opini yang ditulis Romo Magnis di Kompas edisi 4 September 2009 ini berlawanan dengan arus utama opini masyarakat Indonesia saat ini, yang rata-rata tersinggung dan terusik rasa nasionalismenya dengan apa yang dilakukan Malaysia yang selama ini terus menerus seolah sengaja cari perkara dengan negara ini. Jika kebanyakan orang Indonesia termasuk anggota DPR RI ingin pemerintah bersikap keras terhadap Malaysia, Romo Magnis sebaliknya. Tawaran Romo Magnis sebagai solusi untuk masalah ini adalah solusi khas dari penganut kristen tipikal. "Kalau ada orang menampar pipi kanan, solusinya sodorkan pipi kiri". Untuk bangsa sebesar Indonesia dengan penduduk nomer 4 terbanyak di dunia. Menurut Romo Magnis, marah-marah hanya karena dihina seperti itu sangatlah tidaklah layak untuk dilakukan. Sebaliknya Romo Magnis menganjurkan, selesaikanlah masalah itu dengan sabar dan kepala dingin. Franz Magnis memberi contoh saat Soeharto menjadi presiden. Dia katakan, saat itu Indonesia tidak pernah berkata dengan kata keras dan justru dengan sikap seperti itu Malaysia hormat. Entah amnesia atau memang sengaja, tampaknya Franz Magnis sengaja mengaburkan fakta tentang sosok Soeharto mantan Presiden yang paling kejam sepanjang sejarah Indonesia itu. Soeharto memang tidak pernah dan tidak perlu berkata keras. Dia hanya perlu menebar senyum, karena semua orang tahu di balik senyumnya yang khas itu ada kekuatan militer besar yang sangat loyal dan patuh tanpa syarat kepadanya. Dia dengan mudah bisa menggerakkan kekuatan itu, semudah anak kecil menggerakkan mainan mobil-mobilan dengan remote control di tangan. Bandingkan dengan SBY yang jangankan militer, bahkan dalam politik saja pun di negara ini banyak musuhnya. SBY baru mau mellibatkan TNI dalam menangani teror saja kecaman sudah muncul dari mana-mana. Jadi kalau SBY mau bergaya meniru-niru gaya Soeharto, ya diludahi orang. Well, terlepas dari soal Soeharto, anjuran Romo Magnis memang bisa kita terapkan terhadap beberapa kasus dan terbukti manjur. Misalnya jika anda yang pendatang kebetulan berkunjung ke Bali, bukan sebagai turis. Anda bisa jadi mengalalami pengalaman tidak menyenangkan ditangkap dan diperlakukan tidak enak oleh 'Pecalang' (Hansip Adat). Jika mengalami hal seperti ini di Bali, saran saya akan sama seperti cara yang disarankan Romo Magnis, lebih baik selesaikan masalah itu secara diplaomatis. Hubungi ketua pecalangnya atau langsung usahakan berbicara dengan 'klian' adat setempat. Meskipun anda mungkin Preman terkenal dan ditakuti di kampung asal anda, tapi dalam menghadapi situasi ini. Mengajak konfrontasi 'pecalang Bali, sangat tidak saya anjurkan. Kecuali anda punya ilmu tahan pukul dan ilmu kebal atau siap mental di'massa' orang 'sebanjar'. Tapi anjuran seperti tersebut di atas bukanlah obat ajaib yang manjur untuk segala kasus, situasi dan kondisi. Untuk kasus yang berbeda, kadang-kadang cara seperti yang dianj
Re: [ac-i] Hubungan Indonesia-Malaysia; Tanggapan Kritis Untuk Franz Magnis Suseno
Saya rasa kita ini masih bertanggapan manusiawi, ya... Apa bedanya antara orang Malaysia dan Indonesia selain garis perbatasan yang diangkuhi segelintir manusia yang mahu budaya yang kepunyaan rumpun menjadi milik satu negara sahaja...? Tahukah manusia yang membuat kecoh itu tentang sejarah dan budaya negara-negara di Nusantara ini. Saya rasa bahawa kita ini semua bersaudara, dan hanya orang yang gila mahu saudaranya dipisah darinya... Saya ngaak ngerti ngapa semua ini harus digendang orang yang gila perang. Bukankah Pak Najib keturunan Bugis seperti juga Pak Jusuf? Mohon ampun, ya kalau saya mengganggu perlaku yang mahu saudara bertumpah darah... Itu kerja gila... From: ::KaNia:: To: artculture-indonesia@yahoogroups.com Sent: Wednesday, September 9, 2009 12:33:13 Subject: Re: [ac-i] Hubungan Indonesia-Malaysia; Tanggapan Kritis Untuk Franz Magnis Suseno Hebat... 'Two things are infinite: The Universe and Human Stupidity; and I'm not sure about the universe.' - Albert Einstein From: winwannur To: artculture-indonesi a...@yahoogroups. com Sent: Saturday, September 5, 2009 18:31:32 Subject: [ac-i] Hubungan Indonesia-Malaysia; Tanggapan Kritis Untuk Franz Magnis Suseno Di Kompas kemarin, di halaman opini. Saya membaca sebuah tulisan Franz Magnis Suseno, dosen filsafat di STT Driyakara yang membahas tentang ketersinggungan orang Indonesia terhadap Malaysia dan bagaimana seharusnya orang Indonesia menyikapinya. Opini yang ditulis Romo Magnis di Kompas edisi 4 September 2009 ini berlawanan dengan arus utama opini masyarakat Indonesia saat ini, yang rata-rata tersinggung dan terusik rasa nasionalismenya dengan apa yang dilakukan Malaysia yang selama ini terus menerus seolah sengaja cari perkara dengan negara ini. Jika kebanyakan orang Indonesia termasuk anggota DPR RI ingin pemerintah bersikap keras terhadap Malaysia, Romo Magnis sebaliknya. Tawaran Romo Magnis sebagai solusi untuk masalah ini adalah solusi khas dari penganut kristen tipikal. "Kalau ada orang menampar pipi kanan, solusinya sodorkan pipi kiri". Untuk bangsa sebesar Indonesia dengan penduduk nomer 4 terbanyak di dunia. Menurut Romo Magnis, marah-marah hanya karena dihina seperti itu sangatlah tidaklah layak untuk dilakukan. Sebaliknya Romo Magnis menganjurkan, selesaikanlah masalah itu dengan sabar dan kepala dingin. Franz Magnis memberi contoh saat Soeharto menjadi presiden. Dia katakan, saat itu Indonesia tidak pernah berkata dengan kata keras dan justru dengan sikap seperti itu Malaysia hormat. Entah amnesia atau memang sengaja, tampaknya Franz Magnis sengaja mengaburkan fakta tentang sosok Soeharto mantan Presiden yang paling kejam sepanjang sejarah Indonesia itu. Soeharto memang tidak pernah dan tidak perlu berkata keras. Dia hanya perlu menebar senyum, karena semua orang tahu di balik senyumnya yang khas itu ada kekuatan militer besar yang sangat loyal dan patuh tanpa syarat kepadanya. Dia dengan mudah bisa menggerakkan kekuatan itu, semudah anak kecil menggerakkan mainan mobil-mobilan dengan remote control di tangan. Bandingkan dengan SBY yang jangankan militer, bahkan dalam politik saja pun di negara ini banyak musuhnya. SBY baru mau mellibatkan TNI dalam menangani teror saja kecaman sudah muncul dari mana-mana. Jadi kalau SBY mau bergaya meniru-niru gaya Soeharto, ya diludahi orang. Well, terlepas dari soal Soeharto, anjuran Romo Magnis memang bisa kita terapkan terhadap beberapa kasus dan terbukti manjur. Misalnya jika anda yang pendatang kebetulan berkunjung ke Bali, bukan sebagai turis. Anda bisa jadi mengalalami pengalaman tidak menyenangkan ditangkap dan diperlakukan tidak enak oleh 'Pecalang' (Hansip Adat). Jika mengalami hal seperti ini di Bali, saran saya akan sama seperti cara yang disarankan Romo Magnis, lebih baik selesaikan masalah itu secara diplaomatis. Hubungi ketua pecalangnya atau langsung usahakan berbicara dengan 'klian' adat setempat. Meskipun anda mungkin Preman terkenal dan ditakuti di kampung asal anda, tapi dalam menghadapi situasi ini. Mengajak konfrontasi 'pecalang Bali, sangat tidak saya anjurkan. Kecuali anda punya ilmu tahan pukul dan ilmu kebal atau siap mental di'massa' orang 'sebanjar'. Tapi anjuran seperti tersebut di atas bukanlah obat ajaib yang manjur untuk segala kasus, situasi dan kondisi. Untuk kasus yang berbeda, kadang-kadang cara seperti yang dianjurkan Romo Magnis ini sama sekali tidak efektif, malah menjadi kontra produktif. Saya secara pribadi pernah mengalami musibah yang tidak perlu karena berbaik-baik seperti saran favorit Romo Magnis ini. Saat itu saya baru pindah ke kompleks perumahan yang saya tinggali sekarang. Untuk menuju ke rumah saya, saya harus melewati sebuah rumah yang memiliki seekor anjing buras alias anjing kampung yang selalu mengonggong keras kepada
Re: [ac-i] Hubungan Indonesia-Malaysia; Tanggapan Kritis Untuk Franz Magnis Suseno
keren..sungguh hal yang mendalam yang tidak pernah terfikirkan sebelumnya akar permasalahan ini, tetapi semua terkuak dan terpapar dengan jelas disini.. saloute --- On Tue, 9/8/09, ::KaNia:: wrote: From: ::KaNia:: Subject: Re: [ac-i] Hubungan Indonesia-Malaysia; Tanggapan Kritis Untuk Franz Magnis Suseno To: artculture-indonesia@yahoogroups.com Date: Tuesday, September 8, 2009, 9:33 PM Hebat... 'Two things are infinite: The Universe and Human Stupidity; and I'm not sure about the universe.' - Albert Einstein From: winwannur To: artculture-indonesi a...@yahoogroups. com Sent: Saturday, September 5, 2009 18:31:32 Subject: [ac-i] Hubungan Indonesia-Malaysia; Tanggapan Kritis Untuk Franz Magnis Suseno Di Kompas kemarin, di halaman opini. Saya membaca sebuah tulisan Franz Magnis Suseno, dosen filsafat di STT Driyakara yang membahas tentang ketersinggungan orang Indonesia terhadap Malaysia dan bagaimana seharusnya orang Indonesia menyikapinya. Opini yang ditulis Romo Magnis di Kompas edisi 4 September 2009 ini berlawanan dengan arus utama opini masyarakat Indonesia saat ini, yang rata-rata tersinggung dan terusik rasa nasionalismenya dengan apa yang dilakukan Malaysia yang selama ini terus menerus seolah sengaja cari perkara dengan negara ini. Jika kebanyakan orang Indonesia termasuk anggota DPR RI ingin pemerintah bersikap keras terhadap Malaysia, Romo Magnis sebaliknya. Tawaran Romo Magnis sebagai solusi untuk masalah ini adalah solusi khas dari penganut kristen tipikal. "Kalau ada orang menampar pipi kanan, solusinya sodorkan pipi kiri". Untuk bangsa sebesar Indonesia dengan penduduk nomer 4 terbanyak di dunia. Menurut Romo Magnis, marah-marah hanya karena dihina seperti itu sangatlah tidaklah layak untuk dilakukan. Sebaliknya Romo Magnis menganjurkan, selesaikanlah masalah itu dengan sabar dan kepala dingin. Franz Magnis memberi contoh saat Soeharto menjadi presiden. Dia katakan, saat itu Indonesia tidak pernah berkata dengan kata keras dan justru dengan sikap seperti itu Malaysia hormat. Entah amnesia atau memang sengaja, tampaknya Franz Magnis sengaja mengaburkan fakta tentang sosok Soeharto mantan Presiden yang paling kejam sepanjang sejarah Indonesia itu. Soeharto memang tidak pernah dan tidak perlu berkata keras. Dia hanya perlu menebar senyum, karena semua orang tahu di balik senyumnya yang khas itu ada kekuatan militer besar yang sangat loyal dan patuh tanpa syarat kepadanya. Dia dengan mudah bisa menggerakkan kekuatan itu, semudah anak kecil menggerakkan mainan mobil-mobilan dengan remote control di tangan. Bandingkan dengan SBY yang jangankan militer, bahkan dalam politik saja pun di negara ini banyak musuhnya. SBY baru mau mellibatkan TNI dalam menangani teror saja kecaman sudah muncul dari mana-mana. Jadi kalau SBY mau bergaya meniru-niru gaya Soeharto, ya diludahi orang. Well, terlepas dari soal Soeharto, anjuran Romo Magnis memang bisa kita terapkan terhadap beberapa kasus dan terbukti manjur. Misalnya jika anda yang pendatang kebetulan berkunjung ke Bali, bukan sebagai turis. Anda bisa jadi mengalalami pengalaman tidak menyenangkan ditangkap dan diperlakukan tidak enak oleh 'Pecalang' (Hansip Adat). Jika mengalami hal seperti ini di Bali, saran saya akan sama seperti cara yang disarankan Romo Magnis, lebih baik selesaikan masalah itu secara diplaomatis. Hubungi ketua pecalangnya atau langsung usahakan berbicara dengan 'klian' adat setempat. Meskipun anda mungkin Preman terkenal dan ditakuti di kampung asal anda, tapi dalam menghadapi situasi ini. Mengajak konfrontasi 'pecalang Bali, sangat tidak saya anjurkan. Kecuali anda punya ilmu tahan pukul dan ilmu kebal atau siap mental di'massa' orang 'sebanjar'. Tapi anjuran seperti tersebut di atas bukanlah obat ajaib yang manjur untuk segala kasus, situasi dan kondisi. Untuk kasus yang berbeda, kadang-kadang cara seperti yang dianjurkan Romo Magnis ini sama sekali tidak efektif, malah menjadi kontra produktif. Saya secara pribadi pernah mengalami musibah yang tidak perlu karena berbaik-baik seperti saran favorit Romo Magnis ini. Saat itu saya baru pindah ke kompleks perumahan yang saya tinggali sekarang. Untuk menuju ke rumah saya, saya harus melewati sebuah rumah yang memiliki seekor anjing buras alias anjing kampung yang selalu mengonggong keras kepada siapapun yang melintas di depan rumah majikannya itu. Kalau orang yang digonggong ketakutan kadang anjing kampung berkulit belang ini tidak segan-segan mengejar sampai orang yang dikejar berteriak-teriak ketakutan. Warga di kompleks tempat saya tinggal sebenarnya cukup resah dengan keberadaan anjing itu di kompleks kami. Istri dan anak saya sering sangat ketakutan ketika harus melewati rumah itu menuju rumah kami. Ketika keluhan itu saya sampaikan kepada pemilik anjing dengan enteng d
Re: [ac-i] Hubungan Indonesia-Malaysia; Tanggapan Kritis Untuk Franz Magnis Suseno
Hebat... 'Two things are infinite: The Universe and Human Stupidity; and I'm not sure about the universe.' - Albert Einstein From: winwannur To: artculture-indonesia@yahoogroups.com Sent: Saturday, September 5, 2009 18:31:32 Subject: [ac-i] Hubungan Indonesia-Malaysia; Tanggapan Kritis Untuk Franz Magnis Suseno Di Kompas kemarin, di halaman opini. Saya membaca sebuah tulisan Franz Magnis Suseno, dosen filsafat di STT Driyakara yang membahas tentang ketersinggungan orang Indonesia terhadap Malaysia dan bagaimana seharusnya orang Indonesia menyikapinya. Opini yang ditulis Romo Magnis di Kompas edisi 4 September 2009 ini berlawanan dengan arus utama opini masyarakat Indonesia saat ini, yang rata-rata tersinggung dan terusik rasa nasionalismenya dengan apa yang dilakukan Malaysia yang selama ini terus menerus seolah sengaja cari perkara dengan negara ini. Jika kebanyakan orang Indonesia termasuk anggota DPR RI ingin pemerintah bersikap keras terhadap Malaysia, Romo Magnis sebaliknya. Tawaran Romo Magnis sebagai solusi untuk masalah ini adalah solusi khas dari penganut kristen tipikal. "Kalau ada orang menampar pipi kanan, solusinya sodorkan pipi kiri". Untuk bangsa sebesar Indonesia dengan penduduk nomer 4 terbanyak di dunia. Menurut Romo Magnis, marah-marah hanya karena dihina seperti itu sangatlah tidaklah layak untuk dilakukan. Sebaliknya Romo Magnis menganjurkan, selesaikanlah masalah itu dengan sabar dan kepala dingin. Franz Magnis memberi contoh saat Soeharto menjadi presiden. Dia katakan, saat itu Indonesia tidak pernah berkata dengan kata keras dan justru dengan sikap seperti itu Malaysia hormat. Entah amnesia atau memang sengaja, tampaknya Franz Magnis sengaja mengaburkan fakta tentang sosok Soeharto mantan Presiden yang paling kejam sepanjang sejarah Indonesia itu. Soeharto memang tidak pernah dan tidak perlu berkata keras. Dia hanya perlu menebar senyum, karena semua orang tahu di balik senyumnya yang khas itu ada kekuatan militer besar yang sangat loyal dan patuh tanpa syarat kepadanya. Dia dengan mudah bisa menggerakkan kekuatan itu, semudah anak kecil menggerakkan mainan mobil-mobilan dengan remote control di tangan. Bandingkan dengan SBY yang jangankan militer, bahkan dalam politik saja pun di negara ini banyak musuhnya. SBY baru mau mellibatkan TNI dalam menangani teror saja kecaman sudah muncul dari mana-mana. Jadi kalau SBY mau bergaya meniru-niru gaya Soeharto, ya diludahi orang. Well, terlepas dari soal Soeharto, anjuran Romo Magnis memang bisa kita terapkan terhadap beberapa kasus dan terbukti manjur. Misalnya jika anda yang pendatang kebetulan berkunjung ke Bali, bukan sebagai turis. Anda bisa jadi mengalalami pengalaman tidak menyenangkan ditangkap dan diperlakukan tidak enak oleh 'Pecalang' (Hansip Adat). Jika mengalami hal seperti ini di Bali, saran saya akan sama seperti cara yang disarankan Romo Magnis, lebih baik selesaikan masalah itu secara diplaomatis. Hubungi ketua pecalangnya atau langsung usahakan berbicara dengan 'klian' adat setempat. Meskipun anda mungkin Preman terkenal dan ditakuti di kampung asal anda, tapi dalam menghadapi situasi ini. Mengajak konfrontasi 'pecalang Bali, sangat tidak saya anjurkan. Kecuali anda punya ilmu tahan pukul dan ilmu kebal atau siap mental di'massa' orang 'sebanjar'. Tapi anjuran seperti tersebut di atas bukanlah obat ajaib yang manjur untuk segala kasus, situasi dan kondisi. Untuk kasus yang berbeda, kadang-kadang cara seperti yang dianjurkan Romo Magnis ini sama sekali tidak efektif, malah menjadi kontra produktif. Saya secara pribadi pernah mengalami musibah yang tidak perlu karena berbaik-baik seperti saran favorit Romo Magnis ini. Saat itu saya baru pindah ke kompleks perumahan yang saya tinggali sekarang. Untuk menuju ke rumah saya, saya harus melewati sebuah rumah yang memiliki seekor anjing buras alias anjing kampung yang selalu mengonggong keras kepada siapapun yang melintas di depan rumah majikannya itu. Kalau orang yang digonggong ketakutan kadang anjing kampung berkulit belang ini tidak segan-segan mengejar sampai orang yang dikejar berteriak-teriak ketakutan. Warga di kompleks tempat saya tinggal sebenarnya cukup resah dengan keberadaan anjing itu di kompleks kami. Istri dan anak saya sering sangat ketakutan ketika harus melewati rumah itu menuju rumah kami. Ketika keluhan itu saya sampaikan kepada pemilik anjing dengan enteng dia bilang "Anjing saya itu memang senang bercanda". Karena 'diplomasi' dengan pemilik anjing itu tidak berhasil. Karena istri saya sangat ketakutan setiap kali melewati rumah itu, sayapun secara resmi melaporkan masalah ini kepada ketua RT yang merupakan penguasa tertinggi di kompleks kami. Tapi ketua RT kami yang secara penampilan luar sangat perlente dan berwibawa ini sama sekali tidak dapat memberi solusi yang memuaskan. Suatu kali istri saya pulang bersepeda dan melewati rumah itu, dan