Re: [ac-i] Tohpati Akan Konser di Salihara

2010-02-13 Terurut Topik Indiah Sari Kasmadi
Ini infonya ga salah ya tanggal 6 Februari?

Salam,
Indi


Sent from my BlackBerry® smartphone

-Original Message-
From: kabar indo kabari...@gmail.com
Date: Wed, 27 Jan 2010 15:40:14 
To: artculture-indonesia@yahoogroups.com
Subject: Re: [ac-i] Tohpati Akan Konser di Salihara

Kalau wartawan gratis, he3x.

2010/1/27 MGR indun...@yahoo.com



 Tohpati akan menggelar konser musik jazz di Salihara Sabtu, 6 Februari
 2010, pukul 20:00. Tohpati akan tampil bersama Indro Hardjodikoro (bas),
 Demas Narawangsa (drums), Endang Ramdhan (kendang), dan Diki Suwarjiki
 (suling) – dengan bendera Tohpati Berlima

 Tohpati Ario Hutomo adalah seorang penulis lagu Indonesia dan gitaris jazz
 yang karyanya banyak memadukan unsur-unsur musik modern dan tradisional
 Nusantara. Tohpati pernah menyabet gelar Gitaris Terbaik pada Festival Band
 se-DKI pada usia 14 tahun. Tahun 1989 ia terpilih menjadi Gitaris Terbaik
 Festival Band se-Jawa. Di tahun itu juga ia menyabet gelar Gitaris Terbaik
 pada Yamaha Band Explosion tingkat Nasional. Tahun 1993, ia bergabung dalam
 grup Simak Dialog yang beranggotakan Riza Arshad, Arie Ayunir, dan Indro.
 Bersama Simak Dialog, Tohpati telah merilis tiga album: Lukisan, Baur, dan
 Trance/Mission. Dalam konsernya di Teater Salihara kali ini, Tohpati akan
 tampil bersama Indro Hardjodikoro (bas), Demas Narawangsa (drums), Endang
 Ramdhan (kendang), dan Diki Suwarjiki (suling) – dengan bendera Tohpati
 Berlima. Mereka akan membawakan delapan lagu, antara lain “Gegunungan”,
 “Etno Funk”, “Rain Forest”, “Bedhaya Ketawang”, dan “Perang Tanding”.

 Pementasan musik jazz ini akan diselenggarakan di Teater Salihara pada hari
 Sabtu, 6 Februari 2010, pukul 20:00 WIB.  Tiket seharga Rp 50.000,- (dan Rp
 25.000,- khusus untuk pelajar/mahasiswa) dapat dipesan melalui
 0817-077-1913, d...@salihara.org, atau secara on-line melalui
 www.salihara.org

 Untuk keterangan lebih lanjut mengenai program ini dan program Komunitas
 Salihara lainnya, silakan hubungi me...@salihara.org atau
 d...@salihara.org.

 Konser jazz akan senantiasa diadakan di setiap minggu pertama di tiap
 bulan.

 Sampai bertemu di Komunitas Salihara!

 Komunitas Salihara; Jl. Salihara 16, Pasar Minggu, Jakarta Selatan 12520.
 Tel: 021-789-1202.


 http://salihara.org/main.php?type=detailmodule=newsmenu=childparent_id=16id=202item_id=882

 http://www.facebook.com/event.php?eid=275096691267ref=mf

 --
 Coba Yahoo! Mail baru yang LEBIH CEPAT. Rasakan bedanya sekarang!
 http://id.mail.yahoo.com
 




-- 
Arul Arista
Majalah Kabarindo dan Kabarindo.Com
CV.KABARINDO UTAMA
Telp Redaksi: (021) 42 66 183
Mobile: 0815 840 46 190 - 0812 1074 1944
Alamat Redaksi; Jl. Kemayoran Ketapang 95, Kel.Kebon Kosong
Kec.Kemayoran-Jakarta Pusat

Support with ONSTAGE Magazine and K2SI (Komunitas Kritik Sinema Indonesia)
www.kritiksinema.com

Kabarindo juga adalah anggota dari Aliansi Jurnalis Online Indonesia (@JOIN)



Re: [ac-i] KOLOM Yudhis: Lebay

2010-07-28 Terurut Topik Indiah Sari Kasmadi
Bravo Kafka!
Mas Yudhis, Terima kasih atas sharing yang menarik.

Salam,
Indi
Sent from my BlackBerry® smartphone

-Original Message-
From: yudhistira massardi ymassa...@yahoo.com
Sender: artculture-indonesia@yahoogroups.com
Date: Sun, 25 Jul 2010 08:19:38 
To: artculture-indonesia@yahoogroups.com
Reply-To: artculture-indonesia@yahoogroups.com
Subject: [ac-i] KOLOM Yudhis: Lebay

Lebay
Oleh: Yudhistira ANM Massardi
 
”Tidak ada lagi privasi. Bangsa kita sudah jadi bangsa infotainmen. Negara kita 
jadi negara lebay! Selalu berlebih-lebihan menghadapi setiap persoalan!” Begitu 
komentar si bungsu Kafka, 15 tahun, yang baru saja lulus SMP. 

  Mendengar itu, aku terpana. Aku jadi pangling: benarkah yang barusan 
bicara di ruang tamu itu anak kami, yang selama ini kami anggap masih bayi? 

  ”Jadi, apa yang harus ditulis tentang kasus Ariel?” Aku merasa jadi 
bodoh.
  ”Sudahlah, tidak usah dibahas lagi. Lupakan saja. Mudah-mudahan kasus 
itu bisa jadi bahan pembelajaran bagi bangsa ini.”
  Sekali lagi aku terpana dibuatnya. Untunglah, aku teringat 
pemberitaan 
di televisi. Menyusul kehebohan video porno itu, di beberapa kota, polisi 
merazia sekolah-sekolah, dan kantor-kantor pemerintah, memeriksa telepon 
genggam 
para siswa dan pegawai, kalau-kalau benda itu mengandung kecabulan.
  ”Ya, itu, contoh reaksi negara yang lebay tadi,” katanya. ”Memangnya, 
kalau ketahuan ada video pornonya, so what? Let it out!Itu kan hak dia untuk 
menyimpan atau tidak menyimpan. Dengan razia itu, artinya tidak ada lagi 
privasi 
di negara ini. Lagian, kenapa razianya baru dilakukan sekarang? Memangnya, 
dulu-dulu nggak ada video porno?”
  Aku meringis. Beberapa saat lamanya aku mengamati wajahnya yang mulai 
berjerawat. Ia kini tambah jangkung. Kulitnya tambah hitam, karena dia giat 
berlatih bisbol di Senayan, di tengah terik siang.
  “Kalau mau dicari yang salah, ya itu orang yang menyebarluaskannya,” 
katanya kemudian. ”Apalagi, sekarang banyak anak sekolah punya Blackberry. 
Tinggal pake fitur BBM, sudah bisa kirim ke Bandung, ke mana-mana. Ribuan orang 
sudah punya videonya. Apalagi, di sekolah-sekolah, anak-anak pasti ada aja yang 
mau lihat... Tinggal transfer melalui bluetooth.”
  “Kalau di sekolah kamu, bagaimana?” Aku jadi cemas.
  “Ah, anak-anak di sekolahku sih, pada malas melihat yang begituan. 
Sudah bukan zamannya lagi.”
  “Maksud kamu?”
  “Ya, aku juga pernah nonton yang seperti itu, dulu-dulu. Jadi, buat 
apa nonton lagi?”
  Waduh! Aku terpana lagi. 
  ”Oke, kalau begitu, para orangtua harus diingatkan agar tidak 
memberikan hand phone berkamera kepada anak-anak di bawah umur...?”
  ”Lho, teknologi canggih itu kan dibuat untuk mempermudah urusan. Yang 
bermasalah itu bukan alatnya, tapi orangnya. Kalau orangnya bisa berpikir 
bahwa, 
kalau dia melakukan sesuatu, maka akan menimbulkan suatu akibat, pasti dia 
tidak 
akan melakukan itu.”
  ”Oke. Sekarang, tentang adegan dalam video itu, padahal mereka bukan 
suami-istri, menurut kamu bagaimana?”
  ”Ya, kalau menurut agama Islam, itu kan berzina, dosa. Dengan hukum 
Islam, mereka akan dilempari batu sampai mati. Dirajam. Tapi, di sini kan 
hukumannya ringan banget...”
  ”Fakta itu, ditambah dengan kenyataan seperti yang kamu katakan tadi, 
bahwa banyak anak-anak seumur kamu yang dengan mudah bisa mengakses, lewat 
internet atau hand phone, dan juga melakukan...?”
  ”Wah, memang, itu sih, sudah parah banget! Parah...! Nggak tahu, mau 
jadi apa bangsa ini...”
  ”Terus, sebagai warga negara, apa yang harus dilakukan?’
  ”Ya, semua orang harus tahu batasanlah. Pemerintah juga harus taat 
hukum. Konsisten. Jangan selalu bertindak setelah ada kejadian, dan tindakannya 
selalu lebay seperti sekarang ini. Sementara,  kalau ngurusin pemberantasan 
korupsi, nggak selesai-selesai! ”
  ”Kalau orangtua, harus bagaimana?”
  ”Orangtua harus memberi contoh yang baik. Tapi, yang paling penting, 
para orangtua harus bisa mengenali anak-anaknya dengan baik...”
  (Waduh, aku merasa tersindir).
  ”Kalau begitu, apakah aku perlu mengatakan kepada para orangtua...?”
  ”Jangan menggurui!” kata si sulung yang tiba-tiba ke luar dari 
kamarnya, menimpali. ”Orang juga sudah tahu jawabnya, kalau mereka mau 
berpikir, 
belajar, dan mau berubah!” 

  Aku terpana lagi.
  Padahal, aku ingin mengatakan: ketika teknologi informasi digital 
berkembang begitu pesatnya, dan gajet berkamera dijual bebas di pasar, siapa 
saja, bisa membuat film, menyutradarai, sekaligus jadi aktor dan pengedarnya. 
Tanpa perlu belajar, tanpa harus paham etika dan estetika. Dan, itu telah 
mengubah cara berkomunikasi dan berekspresi secara mendasar! 

  Sebuah format kebudayaan (teks-audio-visual) baru, tengah berkembang. 
Tetapi, terutama pemerintah dan orangtua, tidak juga sadar, bahwa