[balita-anda] FW: [balita-anda] Dukun Urut Bayi

2001-03-26 Terurut Topik Yulia Dahlan

semoga bermanfaat


 --
 From: Tabloid IBUANAK[SMTP:[EMAIL PROTECTED]]
 Reply To: [EMAIL PROTECTED]
 Sent: 20 Oktober 2000 13:25
 To:   [EMAIL PROTECTED]
 Subject:  [balita-anda] Dukun Urut Bayi
 
 Yth. Netter Sekalian
 
 Berikut saya lampirkan artikel tentang Dukun Urut Bayi yang pernah dimuat
 di Tabloid IBUANAK edisi 47/Th. II. Semoga bisa berguna bagi para netter
 yang punya bayi/balita. Mohon jangan dianggap sebagai upaya promosi. Ini
 semata-mata karena kami yakin artikel ini akan berguna bagi para netter
 sekalian. Terima kasih.
 
 Teguh Sudarisman
 Redaktur
 
 
 BERANDA IA Edisi 47, hal. 26-27
 
 Tangan-tangan 'Ajaib'
 
 ISi kecil tak juga bisa jalan, keseleo, susah makan, susah disapih,
 bahkan... kesurupan? Atau, ibu sendiri susah punya momongan? Tenang.
 Banyak dukun urut yang bisa mengatasi problem itu.I 
 
 "Ibu sudah berapa kali datang ke sini?"  
 "Wah, saya sih sering sekali. Sejak si kecil berumur sebulan, sudah
 dipijit di sini. Istilah Bu Haji, IdidadahI, biar badan anak saya
 cepat gemuk. Sampai umur 2 tahun, hampir sebulan sekali saya ke sini.
 Alhamdulillah, setelah rutin dipijit, anak nggak cepat sakit dan makannya
 banyak." 
 "Kalau saya, Mbak, tahunya dari orangtua. Soalnya seluruh anak ibu saya
 kalau keseleo atau masuk angin, selalu dibawa ke sini. Anak saya nomor dua
 juga bisa jalan karena dipijit di sini"
 
 ***
 
 Ketiga wanita itu pun lalu asyik IngerumpiI soal perkembangan
 anak-anak mereka. Yang memanggil Mbak, kira-kira berumur 30 tahun,
 sedangkan kedua teman bicaranya tampak sedikit lebih muda. Ketiganya
 berdiri di depan kamar pijat sambil menggendong anaknya, menunggu giliran.
 
 Suasana di ruang pijat bercat putih berukuran 2,5 x 2,5 meter itu lain
 lagi. Di ruang yang adem  dan bersih ini, ada satu ranjang besi model kuno
 warna biru muda, yang digunakan untuk memijat. Di tengah ruangan ada dua
 kursi rotan, dan sebuah meja yang penuh stoples berisi aneka kue khas
 betawi, seperti kue semprong, kue satu, dan kacang tojin. Di pojok, ada
 almari kayu yang tinggi dan tanpa tutup, berisi ramuan-ramuan obat yang
 sudah jadi.
 Di kursi rotan itu, Ibu Siti Aminah, dukun pijit yang lebih akrab
 dipanggil Haji Itih, sedang IngobrolI dengan sepasang suami-istri yang
 membawa anak kecil. Nenek berumur 65 tahun tapi masih terlihat segar itu
 memakai kebaya yang digulung sampai ke siku, sarung warna cokelat, dan
 selendang warna merah muda. 
 "Gini lho, Nyak Haji. Dari kemarin sore Si Abduh nggak mau makan nasi.
 Maunya cuma teh manis. Terus malamnya tidurnya rewel sekali. Kenapa, ya?"
 tanya Siska, ibu muda itu, yang mengenakan baju motif kembang. Sang suami
 membopong si cilik berumur 2 tahun, yang terlihat lesu. Melihat wajah dan
 logatnya, kelihatannya pasangan suami-istri itu berasal dari Jawa.
 "Oh... begitu. Ya udah, buka deh baju anaknya. Entar Ibu pijit." Bu Haji
 menepuk bantal dan meletakkannya di atas pahanya. Setelah Abduh diletakan
 di atas bantal yang dilapisi kain panjang, mulailah Haji Itih mengurut
 tubuh anak itu dengan minyak yang ia usap dari alas cangkir. Sebelumnya,
 ia komat-kamit mengucapkan beberapa bacaan dari Alquran.  
 "Wah, ini ImahI, masuk angin. Kebanyakan  main sore yaa?" komentar Bu
 Haji,  yang mempelajari teknik urut dari orangtuanya, begitu melihat
 punggung si Abduh jadi merah. Ia tidak mengerok, cuma memijit biasa. 
 Selama dipijit, tangis Abduh melengking. Tapi itu tak lama. Setelah angin
 di badannya keluar, Abduh langsung diam, mungkin merasa enak. Tak sampai
 10 menit, pijit pun selesai. Begitu keluar kamar pijit, wajah Abduh sudah
 kembali sumringah. Ia sudah bisa tertawa-tawa dengan para pengunjung kecil
 lain yang menunggu giliran pijit. 
 
 Dari Mulut ke Mulut
 
 Setiap hari, suara tangis bayi dan anak memang tak pernah berhenti dari
 rumah dukun pijit Haji Itih, yang ada di daerah Kerambat, Tebet, Jakarta
 Selatan.  Menurut Ibu Aas, yang saat itu membawa  kedua anaknya, rumah Bu
 Itih sudah ramai sejak pukul 6.30 pagi oleh ibu-ibu dari Tebet dan
 sekitarnya  yang membawa anak-anaknya ke sini. Meski letaknya di gang,
 rumah Haji Itih di Jl. Tebet Timur Dalam VII, Jakarta Selatan ini mudah
 dicari, karena nama Haji Itih  sangat dikenal, terutama oleh tukang ojek. 
 Pasien yang dipijit di sini umumnya tahu Bu Itih dari mulut ke mulut. Yang
 datang juga beragam, dari berbagai kalangan dan golongan usia. Dari
 pasangan yang baru menikah, ibu hamil, baru melahirkan, sampai ibu yang
 minta anaknya disapih. "Kebanyakan yang  datang ke sini minta anaknya
 dipijit karena keseleo atau nggak mau makan," jelas Bu Haji, yang sudah
 menekuni profesinya selama 45 tahun. Padahal, menurut ibu 7 anak ini, ia
 tak cuma bisa urut keseleo anak kecil dan orang dewasa. Ibu yang ingin
 hamil, mau melahirkan, mendadah atau menyapih anak, sampai memperlancar
 dan memperbanyak ASI, juga bisa ia bantu. 
 Di rumahnya, pasien yang menunggu gil

[balita-anda] Dukun Urut Bayi

2000-10-20 Terurut Topik Tabloid IBUANAK

Yth. Netter Sekalian

Berikut saya lampirkan artikel tentang Dukun Urut Bayi yang pernah dimuat di Tabloid 
IBUANAK edisi 47/Th. II. Semoga bisa berguna bagi para netter yang punya bayi/balita. 
Mohon jangan dianggap sebagai upaya promosi. Ini semata-mata karena kami yakin artikel 
ini akan berguna bagi para netter sekalian. Terima kasih.

Teguh Sudarisman
Redaktur


BERANDA IA Edisi 47, hal. 26-27

Tangan-tangan 'Ajaib'

ISi kecil tak juga bisa jalan, keseleo, susah makan, susah disapih, bahkan... 
kesurupan? Atau, ibu sendiri susah punya momongan? Tenang. Banyak dukun urut yang bisa 
mengatasi problem itu.I 

"Ibu sudah berapa kali datang ke sini?"  
"Wah, saya sih sering sekali. Sejak si kecil berumur sebulan, sudah dipijit di sini. 
Istilah Bu Haji, IdidadahI, biar badan anak saya cepat gemuk. Sampai umur 2 tahun, 
hampir sebulan sekali saya ke sini. Alhamdulillah, setelah rutin dipijit, anak nggak 
cepat sakit dan makannya banyak." 
"Kalau saya, Mbak, tahunya dari orangtua. Soalnya seluruh anak ibu saya kalau keseleo 
atau masuk angin, selalu dibawa ke sini. Anak saya nomor dua juga bisa jalan karena 
dipijit di sini"

***

Ketiga wanita itu pun lalu asyik IngerumpiI soal perkembangan anak-anak mereka. 
Yang memanggil Mbak, kira-kira berumur 30 tahun, sedangkan kedua teman bicaranya 
tampak sedikit lebih muda. Ketiganya berdiri di depan kamar pijat sambil menggendong 
anaknya, menunggu giliran.  
Suasana di ruang pijat bercat putih berukuran 2,5 x 2,5 meter itu lain lagi. Di ruang 
yang adem  dan bersih ini, ada satu ranjang besi model kuno warna biru muda, yang 
digunakan untuk memijat. Di tengah ruangan ada dua kursi rotan, dan sebuah meja yang 
penuh stoples berisi aneka kue khas betawi, seperti kue semprong, kue satu, dan kacang 
tojin. Di pojok, ada almari kayu yang tinggi dan tanpa tutup, berisi ramuan-ramuan 
obat yang sudah jadi.
Di kursi rotan itu, Ibu Siti Aminah, dukun pijit yang lebih akrab dipanggil Haji Itih, 
sedang IngobrolI dengan sepasang suami-istri yang membawa anak kecil. Nenek 
berumur 65 tahun tapi masih terlihat segar itu memakai kebaya yang digulung sampai ke 
siku, sarung warna cokelat, dan selendang warna merah muda. 
"Gini lho, Nyak Haji. Dari kemarin sore Si Abduh nggak mau makan nasi. Maunya cuma teh 
manis. Terus malamnya tidurnya rewel sekali. Kenapa, ya?" tanya Siska, ibu muda itu, 
yang mengenakan baju motif kembang. Sang suami membopong si cilik berumur 2 tahun, 
yang terlihat lesu. Melihat wajah dan logatnya, kelihatannya pasangan suami-istri itu 
berasal dari Jawa.
"Oh... begitu. Ya udah, buka deh baju anaknya. Entar Ibu pijit." Bu Haji menepuk 
bantal dan meletakkannya di atas pahanya. Setelah Abduh diletakan di atas bantal yang 
dilapisi kain panjang, mulailah Haji Itih mengurut tubuh anak itu dengan minyak yang 
ia usap dari alas cangkir. Sebelumnya, ia komat-kamit mengucapkan beberapa bacaan dari 
Alquran.  
"Wah, ini ImahI, masuk angin. Kebanyakan  main sore yaa?" komentar Bu Haji,  yang 
mempelajari teknik urut dari orangtuanya, begitu melihat punggung si Abduh jadi merah. 
Ia tidak mengerok, cuma memijit biasa. 
Selama dipijit, tangis Abduh melengking. Tapi itu tak lama. Setelah angin di badannya 
keluar, Abduh langsung diam, mungkin merasa enak. Tak sampai 10 menit, pijit pun 
selesai. Begitu keluar kamar pijit, wajah Abduh sudah kembali sumringah. Ia sudah bisa 
tertawa-tawa dengan para pengunjung kecil lain yang menunggu giliran pijit. 

Dari Mulut ke Mulut

Setiap hari, suara tangis bayi dan anak memang tak pernah berhenti dari rumah dukun 
pijit Haji Itih, yang ada di daerah Kerambat, Tebet, Jakarta Selatan.  Menurut Ibu 
Aas, yang saat itu membawa  kedua anaknya, rumah Bu Itih sudah ramai sejak pukul 6.30 
pagi oleh ibu-ibu dari Tebet dan sekitarnya  yang membawa anak-anaknya ke sini. Meski 
letaknya di gang, rumah Haji Itih di Jl. Tebet Timur Dalam VII, Jakarta Selatan ini 
mudah dicari, karena nama Haji Itih  sangat dikenal, terutama oleh tukang ojek. 
Pasien yang dipijit di sini umumnya tahu Bu Itih dari mulut ke mulut. Yang datang juga 
beragam, dari berbagai kalangan dan golongan usia. Dari pasangan yang baru menikah, 
ibu hamil, baru melahirkan, sampai ibu yang minta anaknya disapih. "Kebanyakan yang  
datang ke sini minta anaknya dipijit karena keseleo atau nggak mau makan," jelas Bu 
Haji, yang sudah menekuni profesinya selama 45 tahun. Padahal, menurut ibu 7 anak ini, 
ia tak cuma bisa urut keseleo anak kecil dan orang dewasa. Ibu yang ingin hamil, mau 
melahirkan, mendadah atau menyapih anak, sampai memperlancar dan memperbanyak ASI, 
juga bisa ia bantu. 
Di rumahnya, pasien yang menunggu giliran pijit berdiri atau duduk di bangku taman. 
Atau, mengajak si anak jalan-jalan ke depan gang atau menunggu di mobil yang diparkir 
di depan  gang, agak jauh dari ruang pijit. Mungkin, supaya anak-anak tak ketakutan 
karena mendengar suara tangisan bayi dan balita yang sedang dipijit.
Teknik Haji Itih untuk menyembuhkan pasiennya