Re: [budaya_tionghua] Dengan cara diskriminasi-rasial menuju kemakmuran bersama?
Ha ha ha...kata siapa tidak ada orang politik yg tidak mau kembali ke sistem parlementer? Anak-anak PSI faksi Soebadio memimpikan sistem itu. Bahkan lebih jauh, mereka bilang UUD 45 jalan sesat menuju kesejahteraan. Mereka bahkan berani mau ganti UUD 45, sesuatu yg tidak mungkin diimpinkan oleh seorang hoakiau semodel ko Fuyen. Tapi ga apa-apa, kalau pun seandainya tidak ada seorang pun di Indonesia yg berani bilang sistem yg tepat adalah parlementer maka saya memberanikan diri untuk itu. Coba anda itung, berapa tahun sistem parlementer diterapkan? Bandingkan dengan sistem yg selama 40 thn ini diterapkan di Indonesia. Mana lebih rusak?? yg terbukti 1 tahun atau sistem bulukan yg dipraktekan slama 40 thn. --- Pada Jum, 3/9/10, zho...@yahoo.com menulis: Dari: zho...@yahoo.com Judul: Re: [budaya_tionghua] Dengan cara diskriminasi-rasial menuju kemakmuran bersama? Kepada: budaya_tionghua@yahoogroups.com Tanggal: Jumat, 3 September, 2010, 12:27 AM Utk mengkaji sistem parlementer, mengapa hrs jauh2 ke israel? Indonesia sendiri sdh pernah mencoba dan gagal! Maka sekarang tak ada orang politik, baik kiri maupun kanan, yg mau membuka wacana parlementer. Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT From: Azura-Mazda Sender: budaya_tionghua@yahoogroups.com Date: Thu, 2 Sep 2010 20:28:40 -0700 (PDT) To: ReplyTo: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: Re: [budaya_tionghua] Dengan cara diskriminasi-rasial menuju kemakmuran bersama? Dear Ko Fuyen, Memang mengurus negara itu bukan persoalan sepele. Ia rumit. Anda tidak mau repot? Bahkan melayu serawak saja tidak takut dengan kerumitan politik. Masa anda kalah dari mereka? Tionghoa sebagai minoritas asing mesti mendapat kekhususan. Begitu juga dgn Arab dan India. Pribumi sudah terwakili lewat fraksi-fraksi partai politik. Itu yg terjadi di masa awal NKRI dulu. Dan buktinya Fraksi Golongan Tionghoa bisa bergandeng tangan dengan fraksi partai politik. Dulu Alm. Siauw Giok Tjhan mengetahui fraksi NASIONAL PROGRESIF alias NASPRO yg terdiri dari beberapa fraksi partai politik di DPR-RI. Dari pengalaman ini, kita bisa liat kalo tidak ada masalah seandainya utusan golongan ras minoritas diwadahi di DPR-RI. Lhoo...? Bukankah 1 kursi di DPR-RI sekarang itu nilainya sama antara Partai pemenang pemilu spt Demokrat dan partai terkecil seperti HANURA?? Israel menerapkan sistem PARLEMENTER MURNI. Dan kita bisa liat bahwa mereka jauh lebih solid dari Indonesia. Tidak jadi masalah jika pemerintahan seorang perdana menteri hanya bertahan 6 bulan. Mekanisme rapuh semacam ini jelas akan mengharuskan kabinet seorang perdana menteri harus kerja maximal. --- Pada Kam, 2/9/10, zho...@yahoo.com menulis: Dari: zho...@yahoo.com Judul: Re: [budaya_tionghua] Dengan cara diskriminasi-rasial menuju kemakmuran bersama? Kepada: budaya_tionghua@yahoogroups.com Tanggal: Kamis, 2 September, 2010, 11:02 PM Dng keheterogenan indonesia, di mana tak ada partai politik yg dominan, sistem parlementer akan membuat pemerintah tdk stabil, persekutuan partai pembentuk pemerintah tdk pernah solid, bisa setiap tahun ganti perdana menteri. Demokrasi memang bukan obat yg sempurna, tapi yg paling mungkin. Coba bayangkan, jika anda memilih perwakilan golongan suku, bagaimana memilihnya? Suku apa saja yg berhak mendapatkan? Agar adil, Suara suku2 terpencil yg jumlahnya minim juga hrs terwakili bukan? Lantas bagaimana menentukan jumlah wakil mereka? Apakah suku dng jumlah sedikit disamakan dng suku dng jumlah besar? Jika ya, akan terjadi keganjilan, suara suku yg berjumlah 10.000 akan sama nilainya dng suku yg berjumlah 10juta. jika tidak, anda sudah terjebak kembali ke voting ala demokrasi(mayoritas mendominasi minoritas), Lantas bagaimana memilih wakil dari satu suku? Apakah diadakan pemilihan umum per suku? Itu berarti di ktp hrs kembali ditandai suku tionghoanya! Absurd bukan? Jika wakil suku diparlemen hanya sekedar sbg juru bicara, ok2 saja, tapi dlm mengambil keputusan, karena jumlahnya kecil, suara mereka akan tetap dikalahkan oleh voting, sia2 saja. Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT From: Azura-Mazda Sender: budaya_tionghua@yahoogroups.com Date: Thu, 2 Sep 2010 17:21:41 -0700 (PDT) To: ReplyTo: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: Re: [budaya_tionghua] Dengan cara diskriminasi-rasial menuju kemakmuran bersama? Dear ko Fuyen, Dari mana anda bisa bilang sistem parlementer itu kacau balau? Justru dgn kondisi heterogen semacem indonesia ini maka sistem yg paling tepat adalah sistem parlementer murni. Persoalannya adalah kondisi ideal yg anda awali dgn kata "jika" itu belum ada di Indonesia. Sehingga perlu sebuah sistem atao jalan yg memungkinkan perjalanan menuju kondisi ideal itu berjalan mulus. Dan pertanyaannya adalah apa sistem yg tepat dalam merespon kondisi terkini yg jauh dari ideal. Sistem perwakilan golongan suku jelas
Re: [budaya_tionghua] Dengan cara diskriminasi-rasial menuju kemakmuran bersama?
Dear Ko Fuyen, Memang mengurus negara itu bukan persoalan sepele. Ia rumit. Anda tidak mau repot? Bahkan melayu serawak saja tidak takut dengan kerumitan politik. Masa anda kalah dari mereka? Tionghoa sebagai minoritas asing mesti mendapat kekhususan. Begitu juga dgn Arab dan India. Pribumi sudah terwakili lewat fraksi-fraksi partai politik. Itu yg terjadi di masa awal NKRI dulu. Dan buktinya Fraksi Golongan Tionghoa bisa bergandeng tangan dengan fraksi partai politik. Dulu Alm. Siauw Giok Tjhan mengetahui fraksi NASIONAL PROGRESIF alias NASPRO yg terdiri dari beberapa fraksi partai politik di DPR-RI. Dari pengalaman ini, kita bisa liat kalo tidak ada masalah seandainya utusan golongan ras minoritas diwadahi di DPR-RI. Lhoo...? Bukankah 1 kursi di DPR-RI sekarang itu nilainya sama antara Partai pemenang pemilu spt Demokrat dan partai terkecil seperti HANURA?? Israel menerapkan sistem PARLEMENTER MURNI. Dan kita bisa liat bahwa mereka jauh lebih solid dari Indonesia. Tidak jadi masalah jika pemerintahan seorang perdana menteri hanya bertahan 6 bulan. Mekanisme rapuh semacam ini jelas akan mengharuskan kabinet seorang perdana menteri harus kerja maximal. --- Pada Kam, 2/9/10, zho...@yahoo.com menulis: Dari: zho...@yahoo.com Judul: Re: [budaya_tionghua] Dengan cara diskriminasi-rasial menuju kemakmuran bersama? Kepada: budaya_tionghua@yahoogroups.com Tanggal: Kamis, 2 September, 2010, 11:02 PM Dng keheterogenan indonesia, di mana tak ada partai politik yg dominan, sistem parlementer akan membuat pemerintah tdk stabil, persekutuan partai pembentuk pemerintah tdk pernah solid, bisa setiap tahun ganti perdana menteri. Demokrasi memang bukan obat yg sempurna, tapi yg paling mungkin. Coba bayangkan, jika anda memilih perwakilan golongan suku, bagaimana memilihnya? Suku apa saja yg berhak mendapatkan? Agar adil, Suara suku2 terpencil yg jumlahnya minim juga hrs terwakili bukan? Lantas bagaimana menentukan jumlah wakil mereka? Apakah suku dng jumlah sedikit disamakan dng suku dng jumlah besar? Jika ya, akan terjadi keganjilan, suara suku yg berjumlah 10.000 akan sama nilainya dng suku yg berjumlah 10juta. jika tidak, anda sudah terjebak kembali ke voting ala demokrasi(mayoritas mendominasi minoritas), Lantas bagaimana memilih wakil dari satu suku? Apakah diadakan pemilihan umum per suku? Itu berarti di ktp hrs kembali ditandai suku tionghoanya! Absurd bukan? Jika wakil suku diparlemen hanya sekedar sbg juru bicara, ok2 saja, tapi dlm mengambil keputusan, karena jumlahnya kecil, suara mereka akan tetap dikalahkan oleh voting, sia2 saja. Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT From: Azura-Mazda Sender: budaya_tionghua@yahoogroups.com Date: Thu, 2 Sep 2010 17:21:41 -0700 (PDT) To: ReplyTo: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: Re: [budaya_tionghua] Dengan cara diskriminasi-rasial menuju kemakmuran bersama? Dear ko Fuyen, Dari mana anda bisa bilang sistem parlementer itu kacau balau? Justru dgn kondisi heterogen semacem indonesia ini maka sistem yg paling tepat adalah sistem parlementer murni. Persoalannya adalah kondisi ideal yg anda awali dgn kata "jika" itu belum ada di Indonesia. Sehingga perlu sebuah sistem atao jalan yg memungkinkan perjalanan menuju kondisi ideal itu berjalan mulus. Dan pertanyaannya adalah apa sistem yg tepat dalam merespon kondisi terkini yg jauh dari ideal. Sistem perwakilan golongan suku jelas merupakan ekspresi demokrasi sesungguhnya. Jikalau melaksanakan sistem yg anda katakan sebagai "pluralistik" di mana Tionghoa kere bisa mewakili suara tionghoa di PDIP (sekalipun dari pengamatan saya, banyak Tionghoa tajir di PDIP) maka saya harus bilang itu IMPOSSIBLE. Esensi demokrasi jelas adalah VOTING. I don't believe in demokrasi. This is not our chinese way in handling statecraft. --- Pada Kam, 2/9/10, zho...@yahoo.com menulis: Dari: zho...@yahoo.com Judul: Re: [budaya_tionghua] Dengan cara diskriminasi-rasial menuju kemakmuran bersama? Kepada: budaya_tionghua@yahoogroups.com Tanggal: Kamis, 2 September, 2010, 7:38 AM Saya tdk setuju ada utusan golongan berdasarkan ras, juga tak setuju ada utusan golongan berdasarkan agama! Ini yg membedakan saya dng orde lama maupun orde baru! Ini adalah masalah prinsip demokrasi, tak ada hubungannya dng slogan pancasilanya orde baru! Jika kehidupan politik dan hukum sebuah negara sudah berjalan normal, semua warga negara sederajat di depan hukum, yg berlaku adalah meritokrasi, siapa cakap dia yg akan diberi tempat, bahkan menjadi seorang presiden pun seorang tionghoa dimungkinkan, utk apa kita hrs me rengek2 minta diberi hak istimewa sbg utusan golongan? Pada hakekatnya, adanya utusan golongan di orla adalah kebijakan transisi, bukan sistem yg tak boleh diganggu gugat, jika kita sekarang gencar mengkritik orde baru, bukan berarti hrs 100% kembali ke orde lama. Seperti sistem par
Re: [budaya_tionghua] Dengan cara diskriminasi-rasial menuju kemakmuran bersama?
Dear ko Fuyen, Dari mana anda bisa bilang sistem parlementer itu kacau balau? Justru dgn kondisi heterogen semacem indonesia ini maka sistem yg paling tepat adalah sistem parlementer murni. Persoalannya adalah kondisi ideal yg anda awali dgn kata "jika" itu belum ada di Indonesia. Sehingga perlu sebuah sistem atao jalan yg memungkinkan perjalanan menuju kondisi ideal itu berjalan mulus. Dan pertanyaannya adalah apa sistem yg tepat dalam merespon kondisi terkini yg jauh dari ideal. Sistem perwakilan golongan suku jelas merupakan ekspresi demokrasi sesungguhnya. Jikalau melaksanakan sistem yg anda katakan sebagai "pluralistik" di mana Tionghoa kere bisa mewakili suara tionghoa di PDIP (sekalipun dari pengamatan saya, banyak Tionghoa tajir di PDIP) maka saya harus bilang itu IMPOSSIBLE. Esensi demokrasi jelas adalah VOTING. I don't believe in demokrasi. This is not our chinese way in handling statecraft. --- Pada Kam, 2/9/10, zho...@yahoo.com menulis: Dari: zho...@yahoo.com Judul: Re: [budaya_tionghua] Dengan cara diskriminasi-rasial menuju kemakmuran bersama? Kepada: budaya_tionghua@yahoogroups.com Tanggal: Kamis, 2 September, 2010, 7:38 AM Saya tdk setuju ada utusan golongan berdasarkan ras, juga tak setuju ada utusan golongan berdasarkan agama! Ini yg membedakan saya dng orde lama maupun orde baru! Ini adalah masalah prinsip demokrasi, tak ada hubungannya dng slogan pancasilanya orde baru! Jika kehidupan politik dan hukum sebuah negara sudah berjalan normal, semua warga negara sederajat di depan hukum, yg berlaku adalah meritokrasi, siapa cakap dia yg akan diberi tempat, bahkan menjadi seorang presiden pun seorang tionghoa dimungkinkan, utk apa kita hrs me rengek2 minta diberi hak istimewa sbg utusan golongan? Pada hakekatnya, adanya utusan golongan di orla adalah kebijakan transisi, bukan sistem yg tak boleh diganggu gugat, jika kita sekarang gencar mengkritik orde baru, bukan berarti hrs 100% kembali ke orde lama. Seperti sistem parlementer maupun demokrasi terpimpin orde lama yg kacau balau, apa perlu dipraktekkan ulang? Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT From: Azura-Mazda Sender: budaya_tionghua@yahoogroups.com Date: Thu, 2 Sep 2010 02:53:30 -0700 (PDT) To: ReplyTo: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: Re: [budaya_tionghua] Dengan cara diskriminasi-rasial menuju kemakmuran bersama? Komentar ko Fuyen persis tepat pendapat Orde Baru bahwa utusan golongan rasial itu ga selaras dgn nilai-nilai Pancasila. makanya utusan golongan ras model Orde Lama diberedel & digantikan dengan utusan golongan ABRI dan AGAMA. Di era repotnasi, komposisi semacam ini dirasa ga relevan maka diubah jadi DPD. Utusan Golongan bertentangan dengan "demokrasi" Saya tidak bisa jawab. Tapi arrangement repotnasi pun tidak mengakomodir kepentingan dan suara golongan Tionghoa. karena itu, menurut saya, harus dikembalikan utusan golongan semodel Orde Lama dahulu. Sebenarnya, di masa akhir pemerintah Suharto sudah bepikir untuk mengembalikan model lama. Denger-denger, Rudini selaku ketua KPU menghendaki Susi Susanti dan Alan Budikusuma sebagai ketua fraksi utusan golongan Tionghoa. Tapi ditolak oleh seorang tokoh tionghoa ngetop pengarang buku tebel 1000 halaman. Dengan alasan kalo Susi Susanti ga ngerti politik. Pernyataan ini diucapkan langsung di hadapan Susi dan Alan hingga keduanya marah dan tidak bersentuhan lagi dengan komunitas Tionghoa. --- Pada Kam, 2/9/10, zho...@yahoo.com menulis: Dari: zho...@yahoo.com Judul: Re: [budaya_tionghua] Dengan cara diskriminasi-rasial menuju kemakmuran bersama? Kepada: budaya_tionghua@yahoogroups.com Tanggal: Kamis, 2 September, 2010, 12:54 AM Sudah bukan zamannya lagi pakai sistem utusan golongan. Ini hanya mengaburkan makna demokrasi! Sistem penunjukan itulah yg ditentang Kalangan aktivis! Jikapun ada, bagaimana caranya memilih utusan golongan? Tionghoa yg budha pilih tati haryati, yg islam memilih yunus yahya, yg khatolik pilih harrytjan, yg kristen jangan2 pilih mochtar ryadi, yg tdk beragama pilihan lain lagi! Jika pilih salah satu apa yg lain merasa terwakili? Absurd! Perbedaan ras memang tidak perlu dilebur, jika kita masuk ke partai plural bukan berarti kita menghilangkan ketionghoaan. Jika terpilih menjadi anggota Dpr pun tetap bisa menyuarakan tuntutan kaum tionghoa, tak perlu di tutup2i. Dan sewajarnya, tionghoa yg ada di golkar lebih mewakili kepentingan pengusaha tionghoa, tionghoa di PDIP juga seharusnya lebih memperhatikan golongan tionghoa jelata. Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT From: Azura-Mazda Sender: budaya_tionghua@yahoogroups.com Date: Wed, 1 Sep 2010 21:11:30 -0700 (PDT) To: ReplyTo: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: Re: [budaya_tionghua] Dengan cara diskriminasi-rasial menuju kemakmuran bersama? Ko Fuyen, coba tolong dicek. Setahu saya, NK
Re: [budaya_tionghua] Dengan cara diskriminasi-rasial menuju kemakmuran bersama?
Saya tdk setuju ada utusan golongan berdasarkan ras, juga tak setuju ada utusan golongan berdasarkan agama! Ini yg membedakan saya dng orde lama maupun orde baru! Ini adalah masalah prinsip demokrasi, tak ada hubungannya dng slogan pancasilanya orde baru! Jika kehidupan politik dan hukum sebuah negara sudah berjalan normal, semua warga negara sederajat di depan hukum, yg berlaku adalah meritokrasi, siapa cakap dia yg akan diberi tempat, bahkan menjadi seorang presiden pun seorang tionghoa dimungkinkan, utk apa kita hrs me rengek2 minta diberi hak istimewa sbg utusan golongan? Pada hakekatnya, adanya utusan golongan di orla adalah kebijakan transisi, bukan sistem yg tak boleh diganggu gugat, jika kita sekarang gencar mengkritik orde baru, bukan berarti hrs 100% kembali ke orde lama. Seperti sistem parlementer maupun demokrasi terpimpin orde lama yg kacau balau, apa perlu dipraktekkan ulang? Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT -Original Message- From: Azura-Mazda Sender: budaya_tionghua@yahoogroups.com Date: Thu, 2 Sep 2010 02:53:30 To: Reply-To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: Re: [budaya_tionghua] Dengan cara diskriminasi-rasial menuju kemakmuran bersama? Komentar ko Fuyen persis tepat pendapat Orde Baru bahwa utusan golongan rasial itu ga selaras dgn nilai-nilai Pancasila. makanya utusan golongan ras model Orde Lama diberedel & digantikan dengan utusan golongan ABRI dan AGAMA. Di era repotnasi, komposisi semacam ini dirasa ga relevan maka diubah jadi DPD. Utusan Golongan bertentangan dengan "demokrasi" Saya tidak bisa jawab. Tapi arrangement repotnasi pun tidak mengakomodir kepentingan dan suara golongan Tionghoa. karena itu, menurut saya, harus dikembalikan utusan golongan semodel Orde Lama dahulu. Sebenarnya, di masa akhir pemerintah Suharto sudah bepikir untuk mengembalikan model lama. Denger-denger, Rudini selaku ketua KPU menghendaki Susi Susanti dan Alan Budikusuma sebagai ketua fraksi utusan golongan Tionghoa. Tapi ditolak oleh seorang tokoh tionghoa ngetop pengarang buku tebel 1000 halaman. Dengan alasan kalo Susi Susanti ga ngerti politik. Pernyataan ini diucapkan langsung di hadapan Susi dan Alan hingga keduanya marah dan tidak bersentuhan lagi dengan komunitas Tionghoa. --- Pada Kam, 2/9/10, zho...@yahoo.com menulis: Dari: zho...@yahoo.com Judul: Re: [budaya_tionghua] Dengan cara diskriminasi-rasial menuju kemakmuran bersama? Kepada: budaya_tionghua@yahoogroups.com Tanggal: Kamis, 2 September, 2010, 12:54 AM Sudah bukan zamannya lagi pakai sistem utusan golongan. Ini hanya mengaburkan makna demokrasi! Sistem penunjukan itulah yg ditentang Kalangan aktivis! Jikapun ada, bagaimana caranya memilih utusan golongan? Tionghoa yg budha pilih tati haryati, yg islam memilih yunus yahya, yg khatolik pilih harrytjan, yg kristen jangan2 pilih mochtar ryadi, yg tdk beragama pilihan lain lagi! Jika pilih salah satu apa yg lain merasa terwakili? Absurd! Perbedaan ras memang tidak perlu dilebur, jika kita masuk ke partai plural bukan berarti kita menghilangkan ketionghoaan. Jika terpilih menjadi anggota Dpr pun tetap bisa menyuarakan tuntutan kaum tionghoa, tak perlu di tutup2i. Dan sewajarnya, tionghoa yg ada di golkar lebih mewakili kepentingan pengusaha tionghoa, tionghoa di PDIP juga seharusnya lebih memperhatikan golongan tionghoa jelata. Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT From: Azura-Mazda Sender: budaya_tionghua@yahoogroups.com Date: Wed, 1 Sep 2010 21:11:30 -0700 (PDT) To: ReplyTo: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: Re: [budaya_tionghua] Dengan cara diskriminasi-rasial menuju kemakmuran bersama? Ko Fuyen, coba tolong dicek. Setahu saya, NKRI di awal kemerdekaan itu punya sistem "utusan golongan" di DPR-MPR. Siapa saja yg masuk "utusan golongan"? Yaitu golongan arap, Tionghoa, India, Indo Eropa. Pas jaman Suharto, isi 'utusan golongan' diubah jadi ABRI dan golongan agama. Dari penggalan sejarah itu, mestinya ada yg bisa kita pelajari. Jangan takut dengan persoalan perbedaan ras. Justru perbedaan ras itu mesti dijaga. Ga perlu dilebur-leburkan demi alasan apa pun. --- Pada Rab, 1/9/10, zho...@yahoo.com menulis: Dari: zho...@yahoo.com Judul: Re: [budaya_tionghua] Dengan cara diskriminasi-rasial menuju kemakmuran bersama? Kepada: budaya_tionghua@yahoogroups.com Tanggal: Rabu, 1 September, 2010, 10:01 PM Agama itu ibarat ideologi, logis2 saja membentuk partai berdasarkan ideologi! Di negara barat yg maju saja ada partai kristen demokrat kok. Sedangkan sesama ras belum tentu satu ideologi. Di Malaysia ras melayu pun akhirnya tidak sehaluan, lahirlah Umno, Pas dan partai keadilan yg saling hantam. Kaum tionghoapun tdk lagi solid, sehingga muncul Dap dan Mca yg berseberangan! Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT From: Azura-Mazda Sender: budaya_tionghua@yahoogroups.co
Re: [budaya_tionghua] Dengan cara diskriminasi-rasial menuju kemakmuran bersama?
Komentar ko Fuyen persis tepat pendapat Orde Baru bahwa utusan golongan rasial itu ga selaras dgn nilai-nilai Pancasila. makanya utusan golongan ras model Orde Lama diberedel & digantikan dengan utusan golongan ABRI dan AGAMA. Di era repotnasi, komposisi semacam ini dirasa ga relevan maka diubah jadi DPD. Utusan Golongan bertentangan dengan "demokrasi" Saya tidak bisa jawab. Tapi arrangement repotnasi pun tidak mengakomodir kepentingan dan suara golongan Tionghoa. karena itu, menurut saya, harus dikembalikan utusan golongan semodel Orde Lama dahulu. Sebenarnya, di masa akhir pemerintah Suharto sudah bepikir untuk mengembalikan model lama. Denger-denger, Rudini selaku ketua KPU menghendaki Susi Susanti dan Alan Budikusuma sebagai ketua fraksi utusan golongan Tionghoa. Tapi ditolak oleh seorang tokoh tionghoa ngetop pengarang buku tebel 1000 halaman. Dengan alasan kalo Susi Susanti ga ngerti politik. Pernyataan ini diucapkan langsung di hadapan Susi dan Alan hingga keduanya marah dan tidak bersentuhan lagi dengan komunitas Tionghoa. --- Pada Kam, 2/9/10, zho...@yahoo.com menulis: Dari: zho...@yahoo.com Judul: Re: [budaya_tionghua] Dengan cara diskriminasi-rasial menuju kemakmuran bersama? Kepada: budaya_tionghua@yahoogroups.com Tanggal: Kamis, 2 September, 2010, 12:54 AM Sudah bukan zamannya lagi pakai sistem utusan golongan. Ini hanya mengaburkan makna demokrasi! Sistem penunjukan itulah yg ditentang Kalangan aktivis! Jikapun ada, bagaimana caranya memilih utusan golongan? Tionghoa yg budha pilih tati haryati, yg islam memilih yunus yahya, yg khatolik pilih harrytjan, yg kristen jangan2 pilih mochtar ryadi, yg tdk beragama pilihan lain lagi! Jika pilih salah satu apa yg lain merasa terwakili? Absurd! Perbedaan ras memang tidak perlu dilebur, jika kita masuk ke partai plural bukan berarti kita menghilangkan ketionghoaan. Jika terpilih menjadi anggota Dpr pun tetap bisa menyuarakan tuntutan kaum tionghoa, tak perlu di tutup2i. Dan sewajarnya, tionghoa yg ada di golkar lebih mewakili kepentingan pengusaha tionghoa, tionghoa di PDIP juga seharusnya lebih memperhatikan golongan tionghoa jelata. Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT From: Azura-Mazda Sender: budaya_tionghua@yahoogroups.com Date: Wed, 1 Sep 2010 21:11:30 -0700 (PDT) To: ReplyTo: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: Re: [budaya_tionghua] Dengan cara diskriminasi-rasial menuju kemakmuran bersama? Ko Fuyen, coba tolong dicek. Setahu saya, NKRI di awal kemerdekaan itu punya sistem "utusan golongan" di DPR-MPR. Siapa saja yg masuk "utusan golongan"? Yaitu golongan arap, Tionghoa, India, Indo Eropa. Pas jaman Suharto, isi 'utusan golongan' diubah jadi ABRI dan golongan agama. Dari penggalan sejarah itu, mestinya ada yg bisa kita pelajari. Jangan takut dengan persoalan perbedaan ras. Justru perbedaan ras itu mesti dijaga. Ga perlu dilebur-leburkan demi alasan apa pun. --- Pada Rab, 1/9/10, zho...@yahoo.com menulis: Dari: zho...@yahoo.com Judul: Re: [budaya_tionghua] Dengan cara diskriminasi-rasial menuju kemakmuran bersama? Kepada: budaya_tionghua@yahoogroups.com Tanggal: Rabu, 1 September, 2010, 10:01 PM Agama itu ibarat ideologi, logis2 saja membentuk partai berdasarkan ideologi! Di negara barat yg maju saja ada partai kristen demokrat kok. Sedangkan sesama ras belum tentu satu ideologi. Di Malaysia ras melayu pun akhirnya tidak sehaluan, lahirlah Umno, Pas dan partai keadilan yg saling hantam. Kaum tionghoapun tdk lagi solid, sehingga muncul Dap dan Mca yg berseberangan! Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT From: Azura-Mazda Sender: budaya_tionghua@yahoogroups.com Date: Wed, 1 Sep 2010 18:37:31 -0700 (PDT) To: ReplyTo: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: Re: [budaya_tionghua] Dengan cara diskriminasi-rasial menuju kemakmuran bersama? Zhou Fuyen jangan somse. Di Malay, partai berdasarkan garis ras itu sudah bener. Daripada di Indonesia, ada dominasi partai berasas agama tunggal. --- Pada Rab, 1/9/10, zho...@yahoo.com menulis: Dari: zho...@yahoo.com Judul: Re: [budaya_tionghua] Dengan cara diskriminasi-rasial menuju kemakmuran bersama? Kepada: budaya_tionghua@yahoogroups.com Tanggal: Rabu, 1 September, 2010, 1:41 PM Percayalah, Malaysia adalah bom waktu! Politik rasialnya sekarang justru mendapat tantangan berat! Di sana partai adalah berdasarkan ras, ini jelas ketinggalan dibanding Indonesia, masak kita harus berjalan mundur? Nep ternyata tdk membawa berkah ke masyarakat luas, hanya golongan elite bumi putra yg menikmati hasilnya, dan nanti setelah kemudahan dicabut, apakah mereka masih dpt bersaing? Jika ingin memajukan golongan masyarakat yg terbelakang, jangan berdasarkan ras, tapi harus berdasarkan kelas ekonomi. Kita harus memberi banyak subsidi untuk kelompok ini, misalnya bea siswa, kredit usaha murah, subsidi pe
Re: [budaya_tionghua] Dengan cara diskriminasi-rasial menuju kemakmuran bersama?
Sudah bukan zamannya lagi pakai sistem utusan golongan. Ini hanya mengaburkan makna demokrasi! Sistem penunjukan itulah yg ditentang Kalangan aktivis! Jikapun ada, bagaimana caranya memilih utusan golongan? Tionghoa yg budha pilih tati haryati, yg islam memilih yunus yahya, yg khatolik pilih harrytjan, yg kristen jangan2 pilih mochtar ryadi, yg tdk beragama pilihan lain lagi! Jika pilih salah satu apa yg lain merasa terwakili? Absurd! Perbedaan ras memang tidak perlu dilebur, jika kita masuk ke partai plural bukan berarti kita menghilangkan ketionghoaan. Jika terpilih menjadi anggota Dpr pun tetap bisa menyuarakan tuntutan kaum tionghoa, tak perlu di tutup2i. Dan sewajarnya, tionghoa yg ada di golkar lebih mewakili kepentingan pengusaha tionghoa, tionghoa di PDIP juga seharusnya lebih memperhatikan golongan tionghoa jelata. Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT -Original Message- From: Azura-Mazda Sender: budaya_tionghua@yahoogroups.com Date: Wed, 1 Sep 2010 21:11:30 To: Reply-To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: Re: [budaya_tionghua] Dengan cara diskriminasi-rasial menuju kemakmuran bersama? Ko Fuyen, coba tolong dicek. Setahu saya, NKRI di awal kemerdekaan itu punya sistem "utusan golongan" di DPR-MPR. Siapa saja yg masuk "utusan golongan"? Yaitu golongan arap, Tionghoa, India, Indo Eropa. Pas jaman Suharto, isi 'utusan golongan' diubah jadi ABRI dan golongan agama. Dari penggalan sejarah itu, mestinya ada yg bisa kita pelajari. Jangan takut dengan persoalan perbedaan ras. Justru perbedaan ras itu mesti dijaga. Ga perlu dilebur-leburkan demi alasan apa pun. --- Pada Rab, 1/9/10, zho...@yahoo.com menulis: Dari: zho...@yahoo.com Judul: Re: [budaya_tionghua] Dengan cara diskriminasi-rasial menuju kemakmuran bersama? Kepada: budaya_tionghua@yahoogroups.com Tanggal: Rabu, 1 September, 2010, 10:01 PM Agama itu ibarat ideologi, logis2 saja membentuk partai berdasarkan ideologi! Di negara barat yg maju saja ada partai kristen demokrat kok. Sedangkan sesama ras belum tentu satu ideologi. Di Malaysia ras melayu pun akhirnya tidak sehaluan, lahirlah Umno, Pas dan partai keadilan yg saling hantam. Kaum tionghoapun tdk lagi solid, sehingga muncul Dap dan Mca yg berseberangan! Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT From: Azura-Mazda Sender: budaya_tionghua@yahoogroups.com Date: Wed, 1 Sep 2010 18:37:31 -0700 (PDT) To: ReplyTo: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: Re: [budaya_tionghua] Dengan cara diskriminasi-rasial menuju kemakmuran bersama? Zhou Fuyen jangan somse. Di Malay, partai berdasarkan garis ras itu sudah bener. Daripada di Indonesia, ada dominasi partai berasas agama tunggal. --- Pada Rab, 1/9/10, zho...@yahoo.com menulis: Dari: zho...@yahoo.com Judul: Re: [budaya_tionghua] Dengan cara diskriminasi-rasial menuju kemakmuran bersama? Kepada: budaya_tionghua@yahoogroups.com Tanggal: Rabu, 1 September, 2010, 1:41 PM Percayalah, Malaysia adalah bom waktu! Politik rasialnya sekarang justru mendapat tantangan berat! Di sana partai adalah berdasarkan ras, ini jelas ketinggalan dibanding Indonesia, masak kita harus berjalan mundur? Nep ternyata tdk membawa berkah ke masyarakat luas, hanya golongan elite bumi putra yg menikmati hasilnya, dan nanti setelah kemudahan dicabut, apakah mereka masih dpt bersaing? Jika ingin memajukan golongan masyarakat yg terbelakang, jangan berdasarkan ras, tapi harus berdasarkan kelas ekonomi. Kita harus memberi banyak subsidi untuk kelompok ini, misalnya bea siswa, kredit usaha murah, subsidi perumahan, pelatihan kerja, tranportasi murah, tunjangan kesehatan dll, semua ini memang memakan dana yg cukup besar, dananya ya diambil dari pajak, maka tingkatkan prosentase pajak bagi pengusaha besar dan barang mewah semacam sedan dan rumah mewah. Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT From: Harry Adinegara Sender: budaya_tionghua@yahoogroups.com Date: Wed, 1 Sep 2010 05:51:39 -0700 (PDT) To: ; budaya tionghua ReplyTo: budaya_tionghua@yahoogroups.com Cc: gelora45; media care Subject: [budaya_tionghua] Dengan cara diskriminasi-rasial menuju kemakmuran bersama? Rupanya perlu di-telaah lebih mendalam perihal berita soal Pak Wapres Jusuf Kalla, yang dalam pidatonya yang terachir sempat beliau dikatagorikan sebagai seorang yang rasialis, seorang rasialis yang anti suku Tionghoa. Bersamaan dengan kejadian ini ,negara tetangga kita , Malaysia merayakan policy yang waktu itu, dikenal sebagai NEP(New Economic Policy) yang dicetuskan di tahun 1971, jadi sudah 40-an tahun yll. NEP ini bertujuan untuk menjebatani suatu fusi antara ,terutama 3 etnis di M'sia, yakni etnis Chinese, Indian dan majority orang Malay atau bumiputra, untuk bisa kerja sama dengan lebih efektip bagi kemakmuran bersama. Tujuan policy ini adalah untuk menyatukan sikap , ketrampilan dan kinerja segenap keku
Re: [budaya_tionghua] Dengan cara diskriminasi-rasial menuju kemakmuran bersama?
Ko Fuyen, coba tolong dicek. Setahu saya, NKRI di awal kemerdekaan itu punya sistem "utusan golongan" di DPR-MPR. Siapa saja yg masuk "utusan golongan"? Yaitu golongan arap, Tionghoa, India, Indo Eropa. Pas jaman Suharto, isi 'utusan golongan' diubah jadi ABRI dan golongan agama. Dari penggalan sejarah itu, mestinya ada yg bisa kita pelajari. Jangan takut dengan persoalan perbedaan ras. Justru perbedaan ras itu mesti dijaga. Ga perlu dilebur-leburkan demi alasan apa pun. --- Pada Rab, 1/9/10, zho...@yahoo.com menulis: Dari: zho...@yahoo.com Judul: Re: [budaya_tionghua] Dengan cara diskriminasi-rasial menuju kemakmuran bersama? Kepada: budaya_tionghua@yahoogroups.com Tanggal: Rabu, 1 September, 2010, 10:01 PM Agama itu ibarat ideologi, logis2 saja membentuk partai berdasarkan ideologi! Di negara barat yg maju saja ada partai kristen demokrat kok. Sedangkan sesama ras belum tentu satu ideologi. Di Malaysia ras melayu pun akhirnya tidak sehaluan, lahirlah Umno, Pas dan partai keadilan yg saling hantam. Kaum tionghoapun tdk lagi solid, sehingga muncul Dap dan Mca yg berseberangan! Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT From: Azura-Mazda Sender: budaya_tionghua@yahoogroups.com Date: Wed, 1 Sep 2010 18:37:31 -0700 (PDT) To: ReplyTo: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: Re: [budaya_tionghua] Dengan cara diskriminasi-rasial menuju kemakmuran bersama? Zhou Fuyen jangan somse. Di Malay, partai berdasarkan garis ras itu sudah bener. Daripada di Indonesia, ada dominasi partai berasas agama tunggal. --- Pada Rab, 1/9/10, zho...@yahoo.com menulis: Dari: zho...@yahoo.com Judul: Re: [budaya_tionghua] Dengan cara diskriminasi-rasial menuju kemakmuran bersama? Kepada: budaya_tionghua@yahoogroups.com Tanggal: Rabu, 1 September, 2010, 1:41 PM Percayalah, Malaysia adalah bom waktu! Politik rasialnya sekarang justru mendapat tantangan berat! Di sana partai adalah berdasarkan ras, ini jelas ketinggalan dibanding Indonesia, masak kita harus berjalan mundur? Nep ternyata tdk membawa berkah ke masyarakat luas, hanya golongan elite bumi putra yg menikmati hasilnya, dan nanti setelah kemudahan dicabut, apakah mereka masih dpt bersaing? Jika ingin memajukan golongan masyarakat yg terbelakang, jangan berdasarkan ras, tapi harus berdasarkan kelas ekonomi. Kita harus memberi banyak subsidi untuk kelompok ini, misalnya bea siswa, kredit usaha murah, subsidi perumahan, pelatihan kerja, tranportasi murah, tunjangan kesehatan dll, semua ini memang memakan dana yg cukup besar, dananya ya diambil dari pajak, maka tingkatkan prosentase pajak bagi pengusaha besar dan barang mewah semacam sedan dan rumah mewah. Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT From: Harry Adinegara Sender: budaya_tionghua@yahoogroups.com Date: Wed, 1 Sep 2010 05:51:39 -0700 (PDT) To: ; budaya tionghua ReplyTo: budaya_tionghua@yahoogroups.com Cc: gelora45; media care Subject: [budaya_tionghua] Dengan cara diskriminasi-rasial menuju kemakmuran bersama? Rupanya perlu di-telaah lebih mendalam perihal berita soal Pak Wapres Jusuf Kalla, yang dalam pidatonya yang terachir sempat beliau dikatagorikan sebagai seorang yang rasialis, seorang rasialis yang anti suku Tionghoa. Bersamaan dengan kejadian ini ,negara tetangga kita , Malaysia merayakan policy yang waktu itu, dikenal sebagai NEP(New Economic Policy) yang dicetuskan di tahun 1971, jadi sudah 40-an tahun yll. NEP ini bertujuan untuk menjebatani suatu fusi antara ,terutama 3 etnis di M'sia, yakni etnis Chinese, Indian dan majority orang Malay atau bumiputra, untuk bisa kerja sama dengan lebih efektip bagi kemakmuran bersama. Tujuan policy ini adalah untuk menyatukan sikap , ketrampilan dan kinerja segenap kekuatan (3 etnis) ini untuk bisa kerja sama menuju kemakmuran bersama. Untuk mencapai tujuan achir , kemakmuran bersama maka perlu di-awali dengan mengangkat sikon-nya orang Malay (bumi putra) yang mayoritas(60%)untuk bisa berdiri sama tinggi, duduk sama rendah. Caranya dengan , apa yang dikenal dengan affirmative action. Kejadian huru hara tahun 1969, clash antar etnis memberikan stimuli pada pemerintah waktu itu untuk mencari jalan keluar(solusi) dari kejadian ini yang telah menelan korban jiwa dan harta, Mencari idee ,mencari , mengolah suatu rancangan undang2 untuk mengatasi kejadian ini dan mempersatukan segenap kekuatan , bekerja sama segenap kekuatan bagi kemajuan negara Malaysia. Caranya yalah dengan memberikan ...preferential access ke misalnya bea siswa, kepemilikan saham dalam perusahaan sampai ke pembelian rumah,policy ini akan memberikan fasilitas pertama2 kepada bumi putra. Dengan cara affirmative action ini ditargetkan kalau dalam kurun waktu tidak lama maka para bumi putra akan sanggup ber-mitra dengan etnis2 lain yang dulunya mustahil bisa terlaksana karena status bumi putra tak se-imbang dalam banyak hal.
Re: [budaya_tionghua] Dengan cara diskriminasi-rasial menuju kemakmuran bersama?
Agama itu ibarat ideologi, logis2 saja membentuk partai berdasarkan ideologi! Di negara barat yg maju saja ada partai kristen demokrat kok. Sedangkan sesama ras belum tentu satu ideologi. Di Malaysia ras melayu pun akhirnya tidak sehaluan, lahirlah Umno, Pas dan partai keadilan yg saling hantam. Kaum tionghoapun tdk lagi solid, sehingga muncul Dap dan Mca yg berseberangan! Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT -Original Message- From: Azura-Mazda Sender: budaya_tionghua@yahoogroups.com Date: Wed, 1 Sep 2010 18:37:31 To: Reply-To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Subject: Re: [budaya_tionghua] Dengan cara diskriminasi-rasial menuju kemakmuran bersama? Zhou Fuyen jangan somse. Di Malay, partai berdasarkan garis ras itu sudah bener. Daripada di Indonesia, ada dominasi partai berasas agama tunggal. --- Pada Rab, 1/9/10, zho...@yahoo.com menulis: Dari: zho...@yahoo.com Judul: Re: [budaya_tionghua] Dengan cara diskriminasi-rasial menuju kemakmuran bersama? Kepada: budaya_tionghua@yahoogroups.com Tanggal: Rabu, 1 September, 2010, 1:41 PM Percayalah, Malaysia adalah bom waktu! Politik rasialnya sekarang justru mendapat tantangan berat! Di sana partai adalah berdasarkan ras, ini jelas ketinggalan dibanding Indonesia, masak kita harus berjalan mundur? Nep ternyata tdk membawa berkah ke masyarakat luas, hanya golongan elite bumi putra yg menikmati hasilnya, dan nanti setelah kemudahan dicabut, apakah mereka masih dpt bersaing? Jika ingin memajukan golongan masyarakat yg terbelakang, jangan berdasarkan ras, tapi harus berdasarkan kelas ekonomi. Kita harus memberi banyak subsidi untuk kelompok ini, misalnya bea siswa, kredit usaha murah, subsidi perumahan, pelatihan kerja, tranportasi murah, tunjangan kesehatan dll, semua ini memang memakan dana yg cukup besar, dananya ya diambil dari pajak, maka tingkatkan prosentase pajak bagi pengusaha besar dan barang mewah semacam sedan dan rumah mewah. Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT From: Harry Adinegara Sender: budaya_tionghua@yahoogroups.com Date: Wed, 1 Sep 2010 05:51:39 -0700 (PDT) To: ; budaya tionghua ReplyTo: budaya_tionghua@yahoogroups.com Cc: gelora45; media care Subject: [budaya_tionghua] Dengan cara diskriminasi-rasial menuju kemakmuran bersama? Rupanya perlu di-telaah lebih mendalam perihal berita soal Pak Wapres Jusuf Kalla, yang dalam pidatonya yang terachir sempat beliau dikatagorikan sebagai seorang yang rasialis, seorang rasialis yang anti suku Tionghoa. Bersamaan dengan kejadian ini ,negara tetangga kita , Malaysia merayakan policy yang waktu itu, dikenal sebagai NEP(New Economic Policy) yang dicetuskan di tahun 1971, jadi sudah 40-an tahun yll. NEP ini bertujuan untuk menjebatani suatu fusi antara ,terutama 3 etnis di M'sia, yakni etnis Chinese, Indian dan majority orang Malay atau bumiputra, untuk bisa kerja sama dengan lebih efektip bagi kemakmuran bersama. Tujuan policy ini adalah untuk menyatukan sikap , ketrampilan dan kinerja segenap kekuatan (3 etnis) ini untuk bisa kerja sama menuju kemakmuran bersama. Untuk mencapai tujuan achir , kemakmuran bersama maka perlu di-awali dengan mengangkat sikon-nya orang Malay (bumi putra) yang mayoritas(60%)untuk bisa berdiri sama tinggi, duduk sama rendah. Caranya dengan , apa yang dikenal dengan affirmative action. Kejadian huru hara tahun 1969, clash antar etnis memberikan stimuli pada pemerintah waktu itu untuk mencari jalan keluar(solusi) dari kejadian ini yang telah menelan korban jiwa dan harta, Mencari idee ,mencari , mengolah suatu rancangan undang2 untuk mengatasi kejadian ini dan mempersatukan segenap kekuatan , bekerja sama segenap kekuatan bagi kemajuan negara Malaysia. Caranya yalah dengan memberikan ...preferential access ke misalnya bea siswa, kepemilikan saham dalam perusahaan sampai ke pembelian rumah,policy ini akan memberikan fasilitas pertama2 kepada bumi putra. Dengan cara affirmative action ini ditargetkan kalau dalam kurun waktu tidak lama maka para bumi putra akan sanggup ber-mitra dengan etnis2 lain yang dulunya mustahil bisa terlaksana karena status bumi putra tak se-imbang dalam banyak hal. Dalam kurun waktu 40 tahun semenjak policy NEP ini, dirasakan oleh pemerintah sekarang, sudah sampai waktunya untuk mengganti atau mengolah policy NEP ini dengan lebih rinci, menghilangkan aspek policy yang kurang menguntungkan dan memberikan "suntikan" baru agar kemajuan yang sudah sempat dicapai sekarang ini akan bisa lebih di-galak-kan mengingat globalisasi dimana semua negara bersaing untuk kemajuan negara nya masing2. Mengapa NEP , oleh pemerintah Najib Razak perlu di olah /dirubah dan disesuaikan dengan waktu dan pemrmintaan zaman ? Dalam perjalanan policy NEP ini, Malaysia sudah bisa mencapai hasil yang cukup mengagumkan. Pasca PD II, waktu itu Malaysia bisa di golongkan sebagai negara miskin, 50% hidup dalam kondisi kemiskinan.
Re: [budaya_tionghua] Dengan cara diskriminasi-rasial menuju kemakmuran bersama?
Zhou Fuyen jangan somse. Di Malay, partai berdasarkan garis ras itu sudah bener. Daripada di Indonesia, ada dominasi partai berasas agama tunggal. --- Pada Rab, 1/9/10, zho...@yahoo.com menulis: Dari: zho...@yahoo.com Judul: Re: [budaya_tionghua] Dengan cara diskriminasi-rasial menuju kemakmuran bersama? Kepada: budaya_tionghua@yahoogroups.com Tanggal: Rabu, 1 September, 2010, 1:41 PM Percayalah, Malaysia adalah bom waktu! Politik rasialnya sekarang justru mendapat tantangan berat! Di sana partai adalah berdasarkan ras, ini jelas ketinggalan dibanding Indonesia, masak kita harus berjalan mundur? Nep ternyata tdk membawa berkah ke masyarakat luas, hanya golongan elite bumi putra yg menikmati hasilnya, dan nanti setelah kemudahan dicabut, apakah mereka masih dpt bersaing? Jika ingin memajukan golongan masyarakat yg terbelakang, jangan berdasarkan ras, tapi harus berdasarkan kelas ekonomi. Kita harus memberi banyak subsidi untuk kelompok ini, misalnya bea siswa, kredit usaha murah, subsidi perumahan, pelatihan kerja, tranportasi murah, tunjangan kesehatan dll, semua ini memang memakan dana yg cukup besar, dananya ya diambil dari pajak, maka tingkatkan prosentase pajak bagi pengusaha besar dan barang mewah semacam sedan dan rumah mewah. Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT From: Harry Adinegara Sender: budaya_tionghua@yahoogroups.com Date: Wed, 1 Sep 2010 05:51:39 -0700 (PDT) To: ; budaya tionghua ReplyTo: budaya_tionghua@yahoogroups.com Cc: gelora45; media care Subject: [budaya_tionghua] Dengan cara diskriminasi-rasial menuju kemakmuran bersama? Rupanya perlu di-telaah lebih mendalam perihal berita soal Pak Wapres Jusuf Kalla, yang dalam pidatonya yang terachir sempat beliau dikatagorikan sebagai seorang yang rasialis, seorang rasialis yang anti suku Tionghoa. Bersamaan dengan kejadian ini ,negara tetangga kita , Malaysia merayakan policy yang waktu itu, dikenal sebagai NEP(New Economic Policy) yang dicetuskan di tahun 1971, jadi sudah 40-an tahun yll. NEP ini bertujuan untuk menjebatani suatu fusi antara ,terutama 3 etnis di M'sia, yakni etnis Chinese, Indian dan majority orang Malay atau bumiputra, untuk bisa kerja sama dengan lebih efektip bagi kemakmuran bersama. Tujuan policy ini adalah untuk menyatukan sikap , ketrampilan dan kinerja segenap kekuatan (3 etnis) ini untuk bisa kerja sama menuju kemakmuran bersama. Untuk mencapai tujuan achir , kemakmuran bersama maka perlu di-awali dengan mengangkat sikon-nya orang Malay (bumi putra) yang mayoritas(60%)untuk bisa berdiri sama tinggi, duduk sama rendah. Caranya dengan , apa yang dikenal dengan affirmative action. Kejadian huru hara tahun 1969, clash antar etnis memberikan stimuli pada pemerintah waktu itu untuk mencari jalan keluar(solusi) dari kejadian ini yang telah menelan korban jiwa dan harta, Mencari idee ,mencari , mengolah suatu rancangan undang2 untuk mengatasi kejadian ini dan mempersatukan segenap kekuatan , bekerja sama segenap kekuatan bagi kemajuan negara Malaysia. Caranya yalah dengan memberikan ...preferential access ke misalnya bea siswa, kepemilikan saham dalam perusahaan sampai ke pembelian rumah,policy ini akan memberikan fasilitas pertama2 kepada bumi putra. Dengan cara affirmative action ini ditargetkan kalau dalam kurun waktu tidak lama maka para bumi putra akan sanggup ber-mitra dengan etnis2 lain yang dulunya mustahil bisa terlaksana karena status bumi putra tak se-imbang dalam banyak hal. Dalam kurun waktu 40 tahun semenjak policy NEP ini, dirasakan oleh pemerintah sekarang, sudah sampai waktunya untuk mengganti atau mengolah policy NEP ini dengan lebih rinci, menghilangkan aspek policy yang kurang menguntungkan dan memberikan "suntikan" baru agar kemajuan yang sudah sempat dicapai sekarang ini akan bisa lebih di-galak-kan mengingat globalisasi dimana semua negara bersaing untuk kemajuan negara nya masing2. Mengapa NEP , oleh pemerintah Najib Razak perlu di olah /dirubah dan disesuaikan dengan waktu dan pemrmintaan zaman ? Dalam perjalanan policy NEP ini, Malaysia sudah bisa mencapai hasil yang cukup mengagumkan. Pasca PD II, waktu itu Malaysia bisa di golongkan sebagai negara miskin, 50% hidup dalam kondisi kemiskinan. Sekarang hanya 4%, dan sebagain besar pribumi bisa menikmati social welfare yang memadai. Tapi kemajuan ini membawa complacency bagi rakyat Malaysia. Mereka jatuh ke era "middle income trap", complacency jadi aturan hidup ,dan kemajuan dibidang R&D terbengkalai dan produksi dalam negeri tidak memadai untuk bisa dianggap memberikan devisa yang kecukupan. Ada kemajuan per-capita income tapi tidak bisa menandingi perkembangan negara sesama Asia misalnya Korea Selatan. Tahun 1970-an Korea Selatan nasional income capitanya $260 sedangkan Malaysia sudah unggulan $380,, tapi dini hari Korea Selatan melejit jauh kedepan $19,800,= sedangkan Malaysia ketinggal dan ha
Re: [budaya_tionghua] Dengan cara diskriminasi-rasial menuju kemakmuran bersama?
Percayalah, Malaysia adalah bom waktu! Politik rasialnya sekarang justru mendapat tantangan berat! Di sana partai adalah berdasarkan ras, ini jelas ketinggalan dibanding Indonesia, masak kita harus berjalan mundur? Nep ternyata tdk membawa berkah ke masyarakat luas, hanya golongan elite bumi putra yg menikmati hasilnya, dan nanti setelah kemudahan dicabut, apakah mereka masih dpt bersaing? Jika ingin memajukan golongan masyarakat yg terbelakang, jangan berdasarkan ras, tapi harus berdasarkan kelas ekonomi. Kita harus memberi banyak subsidi untuk kelompok ini, misalnya bea siswa, kredit usaha murah, subsidi perumahan, pelatihan kerja, tranportasi murah, tunjangan kesehatan dll, semua ini memang memakan dana yg cukup besar, dananya ya diambil dari pajak, maka tingkatkan prosentase pajak bagi pengusaha besar dan barang mewah semacam sedan dan rumah mewah. Sent from my BlackBerry® powered by Sinyal Kuat INDOSAT -Original Message- From: Harry Adinegara Sender: budaya_tionghua@yahoogroups.com Date: Wed, 1 Sep 2010 05:51:39 To: ; budaya tionghua Reply-To: budaya_tionghua@yahoogroups.com Cc: gelora45; media care Subject: [budaya_tionghua] Dengan cara diskriminasi-rasial menuju kemakmuran bersama? Rupanya perlu di-telaah lebih mendalam perihal berita soal Pak Wapres Jusuf Kalla, yang dalam pidatonya yang terachir sempat beliau dikatagorikan sebagai seorang yang rasialis, seorang rasialis yang anti suku Tionghoa. Bersamaan dengan kejadian ini ,negara tetangga kita , Malaysia merayakan policy yang waktu itu, dikenal sebagai NEP(New Economic Policy) yang dicetuskan di tahun 1971, jadi sudah 40-an tahun yll. NEP ini bertujuan untuk menjebatani suatu fusi antara ,terutama 3 etnis di M'sia, yakni etnis Chinese, Indian dan majority orang Malay atau bumiputra, untuk bisa kerja sama dengan lebih efektip bagi kemakmuran bersama. Tujuan policy ini adalah untuk menyatukan sikap , ketrampilan dan kinerja segenap kekuatan (3 etnis) ini untuk bisa kerja sama menuju kemakmuran bersama. Untuk mencapai tujuan achir , kemakmuran bersama maka perlu di-awali dengan mengangkat sikon-nya orang Malay (bumi putra) yang mayoritas(60%)untuk bisa berdiri sama tinggi, duduk sama rendah. Caranya dengan , apa yang dikenal dengan affirmative action. Kejadian huru hara tahun 1969, clash antar etnis memberikan stimuli pada pemerintah waktu itu untuk mencari jalan keluar(solusi) dari kejadian ini yang telah menelan korban jiwa dan harta, Mencari idee ,mencari , mengolah suatu rancangan undang2 untuk mengatasi kejadian ini dan mempersatukan segenap kekuatan , bekerja sama segenap kekuatan bagi kemajuan negara Malaysia. Caranya yalah dengan memberikan ...preferential access ke misalnya bea siswa, kepemilikan saham dalam perusahaan sampai ke pembelian rumah,policy ini akan memberikan fasilitas pertama2 kepada bumi putra. Dengan cara affirmative action ini ditargetkan kalau dalam kurun waktu tidak lama maka para bumi putra akan sanggup ber-mitra dengan etnis2 lain yang dulunya mustahil bisa terlaksana karena status bumi putra tak se-imbang dalam banyak hal. Dalam kurun waktu 40 tahun semenjak policy NEP ini, dirasakan oleh pemerintah sekarang, sudah sampai waktunya untuk mengganti atau mengolah policy NEP ini dengan lebih rinci, menghilangkan aspek policy yang kurang menguntungkan dan memberikan "suntikan" baru agar kemajuan yang sudah sempat dicapai sekarang ini akan bisa lebih di-galak-kan mengingat globalisasi dimana semua negara bersaing untuk kemajuan negara nya masing2. Mengapa NEP , oleh pemerintah Najib Razak perlu di olah /dirubah dan disesuaikan dengan waktu dan pemrmintaan zaman ? Dalam perjalanan policy NEP ini, Malaysia sudah bisa mencapai hasil yang cukup mengagumkan. Pasca PD II, waktu itu Malaysia bisa di golongkan sebagai negara miskin, 50% hidup dalam kondisi kemiskinan. Sekarang hanya 4%, dan sebagain besar pribumi bisa menikmati social welfare yang memadai. Tapi kemajuan ini membawa complacency bagi rakyat Malaysia. Mereka jatuh ke era "middle income trap", complacency jadi aturan hidup ,dan kemajuan dibidang R&D terbengkalai dan produksi dalam negeri tidak memadai untuk bisa dianggap memberikan devisa yang kecukupan. Ada kemajuan per-capita income tapi tidak bisa menandingi perkembangan negara sesama Asia misalnya Korea Selatan. Tahun 1970-an Korea Selatan nasional income capitanya $260 sedangkan Malaysia sudah unggulan $380,, tapi dini hari Korea Selatan melejit jauh kedepan $19,800,= sedangkan Malaysia ketinggal dan hanya sempat menggalang $7,200.=. Karena ini pemerintah Malaysia saat ini perlu mengolah kembali NEP dan menyesuaikan policy yang mungkin sekarang sudah dianggap out of date karena sikon dalam negeri dan dunia sudah berubah. Dicanangkanlah suatu model policy baru yang dinamakan NEM (New Economic Model) Planning-nya yalah untuk memberikan stimuli ke sektor privat dengan menghilangkan red tape, seperti policy NEP dengan atu