Re: [budaya_tionghua] Fwd: [smutarutung] Berita duka cita
Saya pernah menerima khotbah yang mengatakan Kemiskinan dibenci bahkan oleh Saudara kandung Di tanah batak memang Orang Tionghoa keberadaannya sudah sangat lama. Jelas memang mereka tidak ada yang menjadi petani seperti di Singkawang, karena di tempat kami semua tanah (cukup sempit) adalah milik adat (keluarga/marga) sehingga umumnya orang Tiongoa adalah pedagang. Tentu tidak semua mereka menjadi Toke seperti Mertua Pak Tommy. Pergaulan dan persaudaraan kami dengan mereka tidak melulu karena mereka kaya raya atau karena royal. Karena bagaimana pun kami tumbuh besar bersama. mulai dari main gundu, main bal-balan (tarohan bubur kacang ijo) hingga sama-sama main judi. Sehingga menjadi biasa kalau kita pun memanggil Nama Ayah masing-masing untuk membuatnya kheki. Jadi tidak mungkinlah kami (setelah besar) memuji satu sama lain hanya karena FULUS. Nah, tentang Pak Tommy sekeluarga, Tentu saya tidak tahu apa motivasi mereka membantu para mahasiswa tersebut sedemikian rupa Beliau menghormati Ayah kami tentu karena merasa Bapak Gurunya lah yang membuatnya menjadi Orang Apakah kalau mereka tidak menghormatinya maka Bapak Gurunya akan mengatakannya murid tidak tahu diri Saya pikir tidak juga. Apakah masyarakat Batak akan mengatakan keluarga ini kikir atau tidak perlu dihormati bila tidak bantu Mahasiswa (seperti kebanyakan masyarakat kita yang egois?) saya rasa tidak juga pak. Akan tetapi seperti saya sampaikan di atas, memang sudah nasib manusia dibenci apabila miskin. Bacalah kitab-kitab klasik, betapa orang-orang Kay pang selalu menjadi sasaran kemarahan orang kaya dan bangsawan Jadi tidak perlu khawatir akan ke bhineka an. Tidak harus karena menderma. Kita perlu optimis pak Yitzhak kam sia dharma 2010/8/24 Yitzhak ben Zvi yitzhak.ben...@gmail.com Kebhinekaan tentu merupakan asal kata dari untaian kata berikut: Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa Kita semua pasti tahu untaian kata tersebut. Walaupun Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa adalah bahasa Sansekerta dan bahasa Sansekerta adalah bahasa Asing, yang sebenarnya pernah tidak asing di beberapa wilayah Nusantara. Tetapi makna dari Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa belum tentu kita semua paham betul. Makna, tentu lebih dalam dari sekadar untaian kata-kata yang menbentuk kalimat. Karena makna adalah apa yang tersirat dalam kalimat tersebut. Istilah Bhinneka Tunggal Ika di Nusantara dewasa ini, tentu bisa jadi hanya lip service, juga bisa menjadi pedoman berbangsa kita dalam sehari-hari. Saya memimpikan Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa akan lestari di bumi Nusantara. Saya memimpikan Semua manusia hidup damai sejahtera satu sama lain. Cuma saya miris dan nger melihat stereotipe yang terus dipelihara dan akan selalu terjadi pada masyarakat dalam republik ini. Ngeri akan masa depannya Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa. Bila stereotip istilah bhinneka seperti yang terjadi selama ini terus kita pelihara, saya merasa kita semua belum memahami maknanya melainkan hanya bermain pada level Jargon Pertanyaan saya: Apakah hubungan horizontal antar elemen masyarakat khusus beretnis Tionghoa dengan etnis lainnya hanya bisa terbina dalam hubungan yang melibatkan pelicin bernama EKONOMI? maaf sebelumnya, tanpa bermaksud mentendensikan pembahasan ini kearah tertentu, atau mencela orang yang telah berpulang atau motif2 lainnya, saya pribadi tidak tahu apa yang telah dilakukan bapak Tommy sehingga merebut simpati dari khalayak ramai. Jadi ini bukan tentang bapak Tommy dan siapapun yang dekat dengan bapak Tommy. Saya hanya bermaksud mengajak semua fihak untuk berfikir sejenak. Menatap fenomena yang sebenarnya bukan fenomena lagi, tetapi sudah rahasia umum atau mungkin sudah dianggap BUDAYA. Apakah suku/etnis lain hanya bisa menerima seorang Tionghoa sebagai bagian dari Bhineka Tunggal Ika, bila Tionghoa tersebut seorang yang berpengaruh dalam ekonomi dan sanggup memberikan gratifikasi-gratifikasi bersifat ekonomis pada etnis lain? Karena terus terang, selama ini, inilah yang saya lihat, rasa dan pahami. Hubungan horizontal antar manusia, dengan penduduk sekitar, dengan pejabat pemerintahan setempat, dengan bawahan, dengan ormas, dll... semua tidak jauh dari ekonomi. Ibaratnya, persahabatan ini seolah semu, keakraban ini hanya ecek-ecek, pembauran ini hanyalah masturbasi. Karena tanpa faktor X yang bernama UANGnya Acong, maka Acong tidak akan akrab dengan Sitorus, Acong tidak akan bergaul dengan Joko. Stereotip, Cina atau Tionghoa sebagai ladang duit seharusnya sudah saatnya dibuang jauh-jauh. Karena kita semua bisa bersaudara, kita semua dapat berteman, kita semua mampu bersama-sama membangun hubungan tulus apa adanya, tanpa peduli Ras, Suku, Kelas Ekonomi. apakah stereotip ini harus terus berlanjut dan lestari dalam kehidupan berbangsa di negara ini? atau ada yang mau membantah adanya stereotip seperti ini? 2010/8/24 Dharma Hutauruk
Re: [budaya_tionghua] Fwd: [smutarutung] Berita duka cita
Kebhinekaan tentu merupakan asal kata dari untaian kata berikut: Bhineka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa Kita semua pasti tahu untaian kata tersebut. Walaupun Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa adalah bahasa Sansekerta dan bahasa Sansekerta adalah bahasa Asing, yang sebenarnya pernah tidak asing di beberapa wilayah Nusantara. Tetapi makna dari Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa belum tentu kita semua paham betul. Makna, tentu lebih dalam dari sekadar untaian kata-kata yang menbentuk kalimat. Karena makna adalah apa yang tersirat dalam kalimat tersebut. Istilah Bhinneka Tunggal Ika di Nusantara dewasa ini, tentu bisa jadi hanya lip service, juga bisa menjadi pedoman berbangsa kita dalam sehari-hari. Saya memimpikan Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa akan lestari di bumi Nusantara. Saya memimpikan Semua manusia hidup damai sejahtera satu sama lain. Cuma saya miris dan nger melihat stereotipe yang terus dipelihara dan akan selalu terjadi pada masyarakat dalam republik ini. Ngeri akan masa depannya Bhinneka Tunggal Ika Tan Hana Dharma Mangrwa. Bila stereotip istilah bhinneka seperti yang terjadi selama ini terus kita pelihara, saya merasa kita semua belum memahami maknanya melainkan hanya bermain pada level Jargon Pertanyaan saya: Apakah hubungan horizontal antar elemen masyarakat khusus beretnis Tionghoa dengan etnis lainnya hanya bisa terbina dalam hubungan yang melibatkan pelicin bernama EKONOMI? maaf sebelumnya, tanpa bermaksud mentendensikan pembahasan ini kearah tertentu, atau mencela orang yang telah berpulang atau motif2 lainnya, saya pribadi tidak tahu apa yang telah dilakukan bapak Tommy sehingga merebut simpati dari khalayak ramai. Jadi ini bukan tentang bapak Tommy dan siapapun yang dekat dengan bapak Tommy. Saya hanya bermaksud mengajak semua fihak untuk berfikir sejenak. Menatap fenomena yang sebenarnya bukan fenomena lagi, tetapi sudah rahasia umum atau mungkin sudah dianggap BUDAYA. Apakah suku/etnis lain hanya bisa menerima seorang Tionghoa sebagai bagian dari Bhineka Tunggal Ika, bila Tionghoa tersebut seorang yang berpengaruh dalam ekonomi dan sanggup memberikan gratifikasi-gratifikasi bersifat ekonomis pada etnis lain? Karena terus terang, selama ini, inilah yang saya lihat, rasa dan pahami. Hubungan horizontal antar manusia, dengan penduduk sekitar, dengan pejabat pemerintahan setempat, dengan bawahan, dengan ormas, dll... semua tidak jauh dari ekonomi. Ibaratnya, persahabatan ini seolah semu, keakraban ini hanya ecek-ecek, pembauran ini hanyalah masturbasi. Karena tanpa faktor X yang bernama UANGnya Acong, maka Acong tidak akan akrab dengan Sitorus, Acong tidak akan bergaul dengan Joko. Stereotip, Cina atau Tionghoa sebagai ladang duit seharusnya sudah saatnya dibuang jauh-jauh. Karena kita semua bisa bersaudara, kita semua dapat berteman, kita semua mampu bersama-sama membangun hubungan tulus apa adanya, tanpa peduli Ras, Suku, Kelas Ekonomi. apakah stereotip ini harus terus berlanjut dan lestari dalam kehidupan berbangsa di negara ini? atau ada yang mau membantah adanya stereotip seperti ini? 2010/8/24 Dharma Hutauruk dharma.hutau...@gmail.com Minggu lalu, Salah seorang Menantu Toko Tan Tarutung wafat dan disemayamkan di Jalan rajawali Selatan. Pak Tommy Suryadi (yang bukan orang Batak) banyak memberikan waktu, tenaga dan materi bagi kemajuan halak hita. Keponakan saya yang kuliah di IPB termasuk salah seorang Mahasiswa Tarutung yang mendapat uang saku bulanan dari keluarga ini namun sayang sekali dia DO ditengah jalan. Pada malam perkabungan sebelum jasadnya dibawa ke Medan, terdapat 2 kelompok besar yakni kelompok Orang Tionghoa dan kelompok orang Batak. Bagus lah, kebhinekaan langsung terlihat dan mencair di perkabungan tersebut dharma -- Forwarded message -- From: sriyati hutauruk sriyati_hutau...@yahoo.co.id Date: 2010/8/24 Subject: Re: [smutarutung] Berita duka cita To: Dharma Hutauruk dharma.hutau...@gmail.com Sy gak dekat dengan beliau, hanya karena beliau suami kakak dr. Tan Gek Soan, salah seorang murid alm bapak saya Dj.P. Hutauruk. Dr. Tan Gek Soan sangat care sepanjang hidup Bapak saya dan waktu Bapak saya wafat di RS Fatmawati, Jakarta Mei 1993, beliau juga ada. Sedikit kenangan tentang Bpk Tommy. Saya pernah diundang pesta di Colpatarin (saya lupa siapa yang pesta, tapi orang Tarutung banyak, mungkin waktu Ito Sahat Tobing mantu. Kel. Bp Tommy juga hadir. kebtulan, turun dari mobil kami berbarengan, saya melihat bp Tommy membuka dompet dan dengan sukacita membagikan uang ratusan ribu kepada teman2 beliau yang jumpa di luar gedung. Banyak memberi, lebih banyak lagi yang diterima. Waktu saya, suami dan Frans melayat (Gerda, Putri Bapak Tommy, mantu Bpk Cosmas Batubara, teman kuliah Frans) banyak sekali pelayat yang berkabung. Banyak amak asuh beliau yang menangis waktu salah seorang anak asuh membaca puisi untuk almarhum. Banyak karangan bunga sepanjang