Riau Pos Selasa, 26 Agustus 2008
"Gajah (Manusia) Mada" Oleh : Sri Wahyuni Judul tulisan ini mempunyai pengertian lebih dari satu. Pengertian yang pertama dan kedua dari judul di atas adalah berkaitan dengan komunitas gajah dan manusia itu sendiri. Sebagaimana pemberitaan di media massa tentang komunitas gajah di suatu daerah memasuki areal perkebunan, pertanian dan perumahan warga. Bahkan saat ini, gajah tersebut sudah menjadi suatu ancaman bagi publik dengan adanya korban nyawa. Dalam hal ini, sebenarnya tidak tepat kalau gajah yang menjadi suatu kambing hitam dalam permasalahan ini, sehingga gajah saat ini menjadi musuh bagi manusia. Sebagai komunitas dari alam, gajah atau binatang lainnya adalah salah satu yang melengkapi isi alam ini selain manusia. Dalam konsep lingkungan yang menghendaki saling keterkaitan (sustainable), maka sinergi antara manusia dan binatang bahkan pada alam adalah suatu keniscayaan. Konsep rantai kehidupan (life chain) dan konsep rantai makanan (food chain) menggambarkan keniscayaan tersebut. Betapa mikroba atau jasad renik yang ada di dalam tanah sangat bermanfaat untuk dapat menghancurkan (decomposer) bagi kelangsungan hidup alam ini dan ini menjadi suatu rantai kehidupan kepada manusia itu sendiri. Betapa cacing sebagai binatang kecil yang sangat berarti bagi peristiwa makan memakan dari ular dan elang dalam suatu rantai makanan. Hilang satu rantai kehidupan dari peristiwa alam maka akan membuat ketidakseimbangan (inballance) terhadap alam ini, begitu juga, bila rusak satu rantai makanan dari peristiwa makan memakan di alam ini, maka akan membuat rusaknya keterkaitan atau kesinambungan di alam ini. Perusakan (destruction) yang terjadi oleh gajah adalah suatu bentuk ketidakseimbangan (inballance) dari suatu ekosistem. Hal ini berarti menandakan telah terjadinya sesuatu di alam ini yang akan mengganggu keseimbangan alam tersebut. Sehingga komunitas gajah pun sesuai dengan naluri insting yang dipunyainya tentu akan mempertahankan juga areal tempat huniannya. Bentuk pertahanan inilah yang menjadi destruktif atau perusakan terhadap manusia. Atau bentuk perlawanan lainnya adalah perlahan dan pasti gajah akan banyak mati dikarenakan tidak adanya sumber makanan atau mati diakibatkan perburuan manusia untuk mendapatkan gading atau dikarenakan merusak lahan warga. Disadari atau tidak, keberadaan atau ketiadaan komunitas gajah akan mempengaruhi keberadaan atau ketiadaan dari makhluk hidup dan tidak hidup lainnya bahkan manusia di alam ini. Pengertian ketiga adalah tentang Patih Gajahmada yang ia adalah salah satu Patih (Menteri Besar/Sekwilda), kemudian menjadi Mahapatih (Perdana Menteri/Mensesneg) dari Kerajaan Majapahit yang mengantarkan Majapahit ke puncak kejayaannya. Patih Gajahmada memulai karirnya sebagai bekel dan dikarenakan berhasil menyelamatkan Prabu Jayanegara (1309-1328) dan mengatasi pemberontakan Ra Kuti, ia diangkat sebagai Patih Kahuripan pada 1319, yang dua tahun kemudian ia diangkat sebagai Patih Kediri. Patih Gajah Mada kemudian diangkat secara resmi Ratu Tribhuawanatunggadewi sebagai patih di Majapahit tahun 1334. Pada waktu pengangkatannya ia mengucapkan Sumpah Palapa, yang berarti bahwa Gajahmada baru akan menikmati Palapa atau rempah-rempah yang diartikan kenikmatan duniawi jika telah berhasil menaklukkan nusantara. Bunyi Sumpah Palapa tersebut adalah ''Selama aku belum menyatukan nusantara, aku takkan menikmati palapa. Sebelum aku menaklukkan Pulau Gurun, Pulau Seram, Tanjungpura, Pulau Haru, Pulau Pahang, Dampo, Pulau Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, aku takkan mencicipi Palapa''. Pada akhirnya, Patih Gajahmada memang hampir berhasil menaklukkan nusantara seperti Bali (Bedahulu) dan Lombok, Palembang, Swarnabhumi (Sriwijaya), Tamiang, Samudra Pasai, dan negeri-negeri lain di Swarnadwipa (Sumatera) telah ditaklukkan. Lalu ditaklukkan juga Pulau Bintan, Tumasik (Singapura), Semenanjung Malaya dan sejumlah negeri di Kalimantan seperti Kapuas, Katingan, Sampit, Kotalingga dan lain-lain. Pengertian kedua dari makna kata manusia terselip di antara kata ''Gajah'' dan ''Mada'' inilah yang harus manusia renungkan. Karena di dalamnya mengandung pengertian bahwa manusia membawa fitrahnya yang berupa jasmani dan rohani mempunyai sumpah juga kepada Penciptanya. Ibarat Sumpah Palapa dari Gajahmada, maka sumpah manusia adalah sumpah untuk dapat menjadi manusia yang selalu mentaati apa yang Penciptanya perintahkan. Contohnya, Tuhan menyuruh kita manusia untuk dapat menjaga lingkungan alam di mana manusia ini berpijak. Tidak akan menghancurkan segala isi alam ini dari perbuatan manusia. Namun kenyataannya, sampai saat ini, apa yang sudah manusia sumpahkan tersebut tidak menjadi suatu kewajiban untuk ditaati. Sebagai mana diketahui, di belahan dunia manapun saat ini, masalah perusakan lingkungan adalah menjadi suatu permasalahan yang berat untuk dapat dipecahkan. Masalah polusi udara yang saat ini terjadi di negara industri dengan segala macam aktivitas pabriknya dan masalah polusi air terhadap sungai dan laut yang menimpa sebagian negara yang berbasis kepulauan serta permasalahan pencemaran tanah. Kalau dilihat dari berbagai masalah yang terjadi ini, dari pelbagai sudut alam, maka sudah tercemar dan terusakkan oleh perbuatan manusia itu sendiri. Dari sudut pembuatan peraturan hukum positif suatu negara, maka hal ini sudah tercantum dengan segala konsekuensinya, bila manusia tidak mentaati peraturan tersebut. Dari sudut hukum lingkungan internasional pun segala peraturan sudah bisa dilaksanakan. Sebagaimana tercantum dalam segala konvensi dan ketetapan yang ada, di mana konvensi hukum lingkungan internasional tersebut mensyaratkan kewajiban semua negara untuk menjaga kelestarian lingkungan beserta sumber alamnya dan negara-negara perlu untuk menilai berbagai berbagai potensi dan mengawasi dampak-dampak lingkungan serta perlunya kerja sama internasional untuk menjaga kelestarian lingkungan. Implementasi dari sumpah Gajahmada inilah yang harus manusia pegang sebagai suatu urgensi yang wajib dijalankan. Bahwa manusia dapat menikmati segala sumber daya alam yang melimpah ruah akan tetapi manusia juga wajib memberikan sesuatu perbuatan yang tidak akan pernah merusak atau destruktif ke alam lingkungan tersebut. Oleh karena itulah implementasi dari ''Gajah (Manusia) Mada'' tersebut adalah bagaimana agar titik sentral dari semua keseimbangan atau ketidakseimbangan di alam ini yang berpusat pada manusia dapat dioptimalkan. Manusia sebagai makhluk hidup akan selalu berinteraksi dengan lingkungannya dan dalam berinteraksi ini akan selalu terjadi ketidakseimbangan, akan tetapi manusia jugalah yang bisa menjawab dan mampu untuk dapat memulihkan ketidakseimbangan lingkungan yang terjadi, seperti yang terjadi dengan komunitas gajah. Sumpah Palapa dari Gajahmada tadi adalah sebagai bentuk bahwa manusia juga bisa bersumpah kepada dirinya sendiri untuk tidak akan pernah menikmati anugrah sumber daya yang alam berikan sebelum manusia tersebut mempunyai kemampuan juga untuk dapat menjaga kelestarian alam lingkungan dan bahkan memulihkan kembali alam ini.*** Dr Hj Sri Wahyuni SH MSi, Dosen Hukum Lingkungan Fakultas Hukum Universitas Islam Riau.