Refleksi: Apakah kata "sulit" (difficult) adalah sinonim "tidak mungkin" (impossible) dalam kamus pemerintah NKRI? Sulit karena banyak penguasa terlibat dapat rejeki? Bagaimana dengan perjanjian pengolahan dan penjualan Migas di tempat lain, apakah cocok harganya dan hanya Tangguh diungkap. Bagaimana dengan perjanjian lain seperti penambangan emas seperti di Freeport, atau batu bara di Kalimantan?
Ataukah diungkap masalah Tangguh karena ada pihak yang tidak kebagian oleh-oleh atau sedkit sekali diperoleh dari apa yang dijanjikan dari perjanjian penjualan gas maka oleh karena itu masalah Tangguh dicungkil-dicungkil. Seharusnya Megawati sebagai presiden NKRI sebagai presiden waktu kontrak Tangguh ditandatangani dan disahkan bisa memberikan keterangan yang komprehensif tentang penjualan gas tsb. Patut ditambahkan bahwa penguasa NKRI terkenal jago korupsi, kelas wahid kampiun dunia adalah mantan Presiden Haji Muhammad Soeharto. Begitu jago korupsi membuat Asia Times menulis bahwa kalau korupsi di India dibawah meja, di Tiongkok di atas meja, tetapi di Indonesia sekaligus dengan mejanya. http://www.sinarharapan.co.id/berita/0809/01/sh01.html Pemerintah Sulit Negosiasi Gas Tangguh Oleh Tutut Herlina/ Novan Dwi Putranto Jakarta - Guna menekan kerugian yang lebih besar dalam kontrak gas Tangguh dengan China, pemerintah sebaiknya mengalihkan sebagian volume gas ke dalam negeri. Ini karena pemerintah diperkirakan mengalami kesulitan dalam memperbaiki harga gas Tangguh. Temuan tentang adanya perjanjian yang tidak seimbang dalam kontrak penjualan gas alam cair (LNG) Sumur Tangguh yang dilakukan oleh pemerintahan Megawati Soekarnoputri pada tahun 2002, perlu ditindaklanjuti oleh panitia khusus (pansus) hak angket DPR RI. Pansus tidak boleh menjadi ajang tawar-menawar (bargaining) politik. Sebaliknya, keberadaannya justru untuk membongkar alur cerita penghisapan pemilik modal asing yang berkolaborasi dengan pemilik modal dalam negeri yang ujungnya merugikan rakyat. Demikian dikemukakan Pengamat Politik dari Universitas Gadjah Mada (UGM) Ari Sudjito ketika dihubungi, Senin (1/9). "Semuanya, mau pansus mau pemerintah, harusnya tidak perlu takut kalau memang itu telah merugikan rakyat. Kalau memang mau menolong rakyat, semua yang terkait dengan kebijakan migas yang merugikan rakyat harus dibongkar. Selama ini asing bisa menguasai sebagian besar aset negeri ini karena mereka didukung oleh tokoh-tokoh nasional yang kadang-kadang mengaku nasionalis," katanya. Sementara itu, anggota Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Maruarar Sirait yang dihubungi secara terpisah mengatakan, persoalan kontrak tersebut sengaja dimunculkan oleh pemerintah untuk membuat panitia hak angket tidak fokus. Panitia hak angket tersebut padahal merupakan amanat dari mayoritas rakyat yang mendapatkan kerugian karena kenaikan harga BBM. Selain itu, persoalan ini terkait erat dengan pemilihan umum yang akan berlangsung sebentar lagi, di mana fenomena menunjukkan adanya kenaikan suara untuk PDIP di legislatif dan dukungan yang besar terhadap Megawati untuk menjadi presiden kembali pada 2009 mendatang. Karena itu, dibutuhkan untuk mengurai pokok persoalan dari sisi teknis. "Ini kebutuhan teknis kenapa kita tidak mencari alternatif, siapa yang menikmati, neraca awal Pertamina saja belum ada. Itu belum terungkap. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Jusuf Kalla waktu itu ada di pemerintahan Mega, tapi kenapa sekarang ketika pansus mulai bekerja persoalan ini dimunculkan. Ini pengalihan isu," katanya. Dia mengharapkan persoalan sumur Tangguh tersebut tidak dijadikan alat tawar-menawar untuk mempengaruhi pansus, apalagi sampai membuat pansus tidak berjalan semestinya. Ia sendiri tidak menolak keinginan pemerintah untuk melakukan renegosiasi, namun langkah tersebut harus benar-benar untuk kepentingan rakyat. Dalam hal ini, pemerintah diharapkan juga bertindak objektif, karena kontrak pada saat itu pembelinya terbatas. Dengan demikian, kondisi saat itu tidak bisa disamakan dengan kondisi saat ini. "Renegosiasi tidak masalah, asalkan tidak mencari kambing hitam," imbuhnya. Lebih Baik Dialihkan Pengamat Minyak dan Gas, Qoyum Tjandranegara mengatakan, negosiasi volume lebih mudah dibandingkan negosiasi harga. "Dalam negosiasi internasional, negosiasi volume akan lebih mudah dibandingkan menegosiasikan harga," kata Qoyum Tjandranegara ketika dihubungi SH di Jakarta, Senin (1/9). Qoyum mengatakan banyak industri dalam negeri yang berani membayar lebih tinggi ketimbang harga dari Fujian, China. Selain itu, kebutuhan gas dalam negeri sangat mendesak. "Dua pabrik pupuk kita hampir mati karena tidak ada pasokan," katanya. Rencana pemerintah menegosiasi ulang harga gas Tangguh yang dijual ke China dinilai sebagai langkah awal penting. Namun, Qoyum mengingatkan banyak hal yang harus diperhatikan oleh pemerintah dalam renegosiasi tersebut. "Batas harga minyak harus dihapuskan dan faktor perkalian minimal harus jadi 0,9," tegasnya. Selama ini, harga gas Tangguh ke Fujian dijual dengan batas atas harga minyak mentah sebesar US$ 38 per barel. Selain dibatasi, masih ada faktor perkalian sebesar 0,6 dari harga minyak yang merugikan. Qoyum melihat banyak hal penting yang tidak diperhatikan pemerintah dalam negosiasi gas Tangguh dengan Fujian yang berakibat merugikan negara. Pemerintah tidak memperhatikan bahwa formula harga gas selalu mengikuti harga minyak mentah. "Meskipun dengan mekanisme buyer market," katanya.Secara terpisah pengamat minyak dan gas, Kurtubi, mengatakan akan lebih baik jika pemerintah membayar denda pemutusan kontrak daripada harus merugi selama kontrak berjalan. "Lebih baik kita bayar dendanya, tapi yang penting kita dapat harga lebih baik," kata Kurtubi. Jika harga gas Tangguh tidak bisa diperbaiki, Kurtubi menyarankan agar pemerintah memutus kontrak dan membayar denda US$ 300 juta. "Daripada kita harus mengalami kerugian US$ 5 miliar per tahun, lebih baik cari pembeli lain," tegasnya. Sebagaimana diketahui, BP (Beyond Petroleum) merupakan kontraktor yang ditunjuk pemerintah telah memiliki kontrak dengan Fujian, China selama 25 tahun dengan harga awal US$ 2,67/MMBTU. Kontrak harga tersebut dibuat dengan patokan harga minyak dunia tidak lebih dari US$ 25 per barel. Namun, tahun 2006 pemerintah mampu bernegosiasi dan mengubah harga menjadi US$ 3,35/MMBTU dengan harga minyak maksimal di level US$ 38 per barel. Jika dibandingkan dengan formula harga gas dari LNG Badak, harga gas Tangguh masih tidak realistis. Harga gas LNG saat ini diperkirakan bisa mencapai US$ 15 per MMBTU. Selain dijual ke China, gas Tangguh juga dijual ke West Coast, AS dengan harga US$ 5,94 per MMBTU. Kontrak dengan AS tersebut akan berjalan hingga 20 tahun dengan komitmen pasokan sebesar 3,7 juta ton per tahun. Adapun kontrak dengan SK Power dan Posco dari Korea sebesar 1,2 juta ton per tahun selama 20 tahun dengan harga US$ 3,5 per MMBTU. Sebelumnya, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Departemen ESDM Evita Legowo mengakui harga minyak dipatok dengan batas atas, sehingga akhirnya memberatkan pemerintah di saat harga minyak menjulang seperti sekarang ini. "Tapi bukan harga fix," katanya. Ia mengatakan negosiasi kali ini akan kembali mengubah batas atas minyak dalam kontrak tersebut. "Kita akan mencoba melakukan negosiasi ulang dengan menyesuaikan harga crude oil-nya. Kita akan coba naikkan patokan harga minyaknya, tidak US$ 38 per barel lagi," jelas Evita. Harga patokan minyak gas Tangguh saat ini sebesar US$ 38 per barel. Harga itu merupakan renegosiasi tahun 2006 dari harga sebelumnya yaitu US$ 25 per barel. Untuk negosiasi ulang itu, pemerintah telah membentuk satu tim khusus. Namun, pemerintah belum ada target pada patokan harga berapa negosiasi akan dibicarakan.