Dear Prof Laksono, Tentu saja kita semua bercita-cita untuk skenario 1. Menurut saya cita-cita kita itu tidak bisa melaui diskusi atau lobby, tetapi hanya dengan tekanan politik, seperti pada permulaan reformasi dulu. Pada loby-loby yang bapak sebutkan ada kelupaan menyebut partai politik. Bukankah pada sistem ketatanegaraan kita diatur demikian, sehingga untuk menentukan kebijakan adalah kalau kita mempunyai power pada pemerintahan atau di parlemen. Dan untuk itu jalurnya adalah parpol, bukan LSM, bukan pula organisasi profesi atau PERSI, apalagi diskusi dan lobby seperti yang sering kita lakukan. Usul kongkrit saya: marilah kita rumuskan skenario apa yang kita inginkan, kita tawarkan kepada partai dan capres untuk dijadikan program pemerintahan yang akan datang. Seperti yang sering saya sebutkan dalam berbagai tulisan dan diskusi, marilah kita jadikan program kesehatan dan khususnya desentralisasi kesehatan menjadi isu politik (sampai sekarang ini belum terjadi). Bukankah pada kampanye Pilpres di Amerika health care menjadi isu sentral yang dijual, terutama oleh Hilary Clinton dan kemudian juga oleh Barack Obama? Kalau kita teliti program partai yang ada di Indonesia, saya kira tidak ada yang menyinggung desentralisasi kesehatan. Padahal desentralisasi kesehatan adalah salah satu cara untuk mempercepat peningkatan kesejahteraan rakyat yang didengung-dengungkan oleh setiap partai dan calon presiden. Perlu saya tambahkan bahwa teman-teman kita dokter yang duduk di DPR tidak mempunya visi tentang kesehatan, paling sedikit tidak jelas visi mereka. Ini harus kita ubah pada 2009 (kalo bisa). Juga Menkes yad harus jelas visinya tentang desentralisasi, mudah-mudahan tidak seperti sekarang, kebijakan poco-poco (istilah Bu Mega), misalnya membuat asuransi kesehatan untuk gakin (askeskin), berarti maju selangkah, kemudian mundur lagi dua langkah dengan mengubah menajdi sistem alokasi dana sosial Jamkesmas. By the way, semua program penjaminan kesehatan gakin ini teermasuk dalam upaya re-sentralisasi kesehatan (karena dalam UU No 32/2004 kesehatan adalah urusan daerah). Tetapi tidak ada organisasi porfesi, organisasi rumah sakit atau anggota DPR (termasuk oposisi) yang protes, he he he... Maaf Prof, kalo saya terlalu direct, maaf juga kalo ada orang yang tersinggung. Ini hanya curhat nurani... Salam sehat, Sarmedi
--- Laksono Trisnantoro <[EMAIL PROTECTED]> schrieb am Di, 5.8.2008: Von: Laksono Trisnantoro <[EMAIL PROTECTED]> Betreff: [des-kes] Diskusi tentang Desentralisasi Kesehatan yang Setengah hati An: desentralisasi-kesehatan@yahoogroups.com Datum: Dienstag, 5. August 2008, 7:01 Dear member Hari ini (Selasa 5 Agustus 2008) di Gedung Granadi Jakarta, pukul 9 sampai 3 sore diselenggarakan semiloka untuk membahas Harapan-Harapan untuk Departemen Kesehatan. Semiloka ini untuk mengawali kegiatan tahunan desentralisasi (ke 7) yang akan dilanjutkan dengan berbagai pelatihan selama 3 hari berikutnya di kota Yogyakarta. Salahsatu topik penting adalah skenario masa depan pelaksanaan kebijakan desentralisasi. Berikut ini kami petikkan sebagian dari bahan yang akan dibahas di Gedung Granadi. Silahkan berkomentar. Salam Laksono Trisnantoro Skenario: Apakah terjadi desentralisasi kesehatan yang setengah hati? Dalam konteks pelaksanaan kebijakan desentralisasi kesehatan di Indonesia, faktor yang tidak pasti adalah keinginan pemerintah daerah dan pemerintah pusat untuk menjalankan desentralisasi dengan sepenuh hati. Dengan menggunakan kedua kemungkinan tersebut ada 4 skenario yang mungkin: Skenario 1, adalah situasi dimana pemerintah pusat bersemangat untuk melaksanakan desentralisasi, berusaha melaraskan struktur organisasinya dengan pemerintah daerah, dan pemerintah daerah bersemangat pula untuk melakukannya. Skenario 2: terjadi situasi dimana pemerintah pusat (khususnya Departemen Kesehatan) cenderung ingin sentralisasi, sementara pemerintah daerah berada dalam sistem yang semakin desentralisasi; Skenario 3: Pemerintah pusat tidak berkeinginan melakukan desentralisasi di bidang kesehatan. Demikian pula pemerintah daerah. Akibatnya terjadi perubahan UU (amandemen UU 32/2004) sehingga kesehatan menjadi kembali menjadi sektor yang sentralisasi; dan Skenario 4: Pemerintah pusat (Departemen Kesehatan dan DPR) berubah menjadi bersemangat untuk de-sentralisasi, namun pemerintah daerah tidak mau menjalankan. Penjelasan: Skenario 1: Kesepakatan untuk desentralisasi Skenario ini merupakan yang terbaik. Ada keselarasan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Pemerintah pusat di sektor kesehatan, Departemen Kesehatan bersemangat untuk melaksanakan desentralisasi, berusaha melaraskan fungsi dan struktur organisasinya dengan pemerintah daerah, dan pemerintah daerah bersemangat pula untuk melakukannya. Keadaan yang ideal ini sebenarnya merupakan syarat dari keberhasilan pelaksanaan desentralisasi. Pengalaman di berbagai Negara menunjukkan bahwa perbedaan pendapat antara pusat dan daerah merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan desentralisasi. Skenario 2: Desentralisasi setengah hati. Desentralisasi kesehatan di Indonesia dapat berada di Skenario 2 yang tidak ideal. Situasi di skenario 2 ini sebenarnya sudah dapat terlihat pada situasi di Indonesia saat ini. Walaupun berbagai peraturan hukum tentang desentralisasi satu demi satu sudah diterbitkan oleh pemerintah pusat namun Departemen Kesehatan masih terlihat ingin sentralisasi. Sementara itu pemerintah daerah berada dalam sistem yang semakin desentralisasi karena peraturan hukum mengharuskannya. Akibatnya terjadi pelaksanaan kebijakan dengan setengah hati, bahkan menjadi semacam menggerutu. Dampak dari pelaksanaan setengah hati tentunya buruk. Tidak ada program setengah hati yang bisa menghasilkan produk yang baik. Skenario 3: Kesepakatan untuk sentralisasi Skenario ini menunjukkan kesepakatan antara pemerintah pusat dan daerah. Pemerintah pusat tidak berkeinginan melakukan desentralisasi di bidang kesehatan. Demikian pula pemerintah daerah. Akibatnya terjadi perubahan UU (amandemen UU 32/2004) sehingga kesehatan menjadi kembali menjadi sektor yang melakukan re-sentralisasi. Situasi yang akan terjadi adalah kembali ke sistem kesehatan sebelum adanya desentralisasi. Ada kemungkinan Kanwil Kesehatan akan dihidupkan kembali, seperti masih adanya Kanwil Departemen Agama saat ini. Skenario 4: Desentralisasi yang tidak sampai terlaksana. Skenario keempat ini termasuk yang tidak ada kesepakatan. Pemerintah pusat (Departemen Kesehatan dan DPR) berubah menjadi ber-semangat untuk de-sentralisasi, namun pemerintah daerah tidak mau menjalankan. Dengan tidak adanya kesepakatan maka situasi akan menunjukkan kesulitan pelaksanaan kebijakan desentralisasi. Skenario mana yang paling mungkin terjadi? Pertanyaan menarik dalam perencanaan berbasis skenario adalah: skenario mana yang mempunyai kemungkinan terbesar untuk terjadi di masa depan. Berbeda dengan model skenario film yang ditulis oleh penulis naskah dan kemauan produsen dan sutradara, skenario pelaksanaan kebijakan desentralisasi ini belum bisa ditentukan. Dalam hal kejadian di masa depan maka unsur probabilitas dari tiap skenario menjadi penting untuk diketahui. Teori probabilitas menunjukkan bahwa ada suatu situasi yang sulit dikendalikan. Akan tetapi apakah mungkin probabilitas ini dipengaruhi? Di dalam berbagai kegiatan di sektor lain, ada berbagai kegiatan yang bertujuan mengurangi probabilitas. Sebagai gambaran para produsen makanan misal mi instant menggunakan teknik-teknik pemasaran agar produk baru yang dikeluarkan akan menguntungkan. Teknik-teknik pemasaran ini bertujuan agar probabilitas sukses sebuah produk akan meningkat. Skenario ke 3(kesepakatan untuk resentralisasi) dimana akan terjadi resentralisasi merupakan skenario yang probabilitasnya rendah dalam waktu dekat karena harus melakukan amandemen kembali terhadap UU no 32/2004 dan seluruh PP yang mengikutinya. Dalam hal ini perlu ada suatu perubahan arah politik yang sangat kuat. Patut dicermati bahwa kebijakan desentralisasi kesehatan berasal dari tekanan politik bukan berasal dari kemauan Departemen Kesehatan. Untuk meningkatkan probabilitas ke skenario ini, Departemen Kesehatan harus melakukan lobby-lobby kuat untuk merubah UU dan PP yang ada. Dalam analisis stakeholder ada berbagai pihak yang kuat mendukung desentralisasi antara lain DPR, DPD, Departemen Dalam Negeri, dan sebagian pemerintah daerah. Dalam merubah UU maka peran berbagai pihak ini harus diubah agar mau merubah UU 32/2004 dan melepaskan kesehatan sebagai salahsatu sektor yang didesentralisasi. Lobby-lobby Departemen Kesehatan in akan membutuhkan dana dan tenaga besar. Menjadi pertanyaan apakah mungkin terjadi dalam situasi ini. Oleh karena itu probabilitas ke skenario 1 menjadi penting karena skenario ke 2 merupakan skenario yang saat ini sudah kelihatan tanda-tandanya. Apabila probabilitas kebijakan desentralisasi di Indonesia lebih banyak berada pada skenario dimana Departemen Kesehatan enggan melakukan desentralisasi kesehatan sementara daerah menginginkannya maka situasi yang sudah buruk saat ini akan memburuk. Pertanyaannya adalah: apakah mungkin merubah probabilitas agar semakin mendekati ke skenario 1? Hal ini merupakan tugas para lobbyist dan advocator kebijakan desentralisasi. Bagaimana mengurangi probabilitas (kemungkinan) ke arah skenario terburuk yaitu Skenario 2 ataupun 4. Ada Komentar? Silahkan posting di miling-list ini. __________________________________________________ Do You Yahoo!? Sie sind Spam leid? Yahoo! Mail verfügt über einen herausragenden Schutz gegen Massenmails. http://mail.yahoo.com