http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/06/25/0300544/berbahaya.kekuasaan.yang.terlalu.besar.dan.tanpa.kontrol.



Jakarta, Kompas - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, Rabu (24/6), mengingatkan, 
kekuasaan yang terlalu besar, apalagi tanpa kontrol memadai, sangatlah 
berbahaya. Peringatan itu disampaikan terutama terkait dengan kedudukan Komisi 
Pemberantasan Korupsi yang menjadi seperti superbody.

"Terkait KPK, saya wanti-wanti benar. Power must not go uncheck. KPK ini sudah 
powerholder yang luar biasa. Pertanggungjawabannya hanya kepada Allah. 
Hati-hati," kata Presiden saat berkunjung ke harian Kompas, Jakarta, Rabu.

Presiden diterima Pemimpin Umum Harian Kompas Jakob Oetama, yang antara lain 
didampingi Chief Executive Officer Kompas Gramedia Agung Adiprasetyo dan 
Pemimpin Redaksi Kompas Rikard Bagun. Presiden disertai, antara lain, Menteri 
Sekretaris Negara Hatta Rajasa, Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi, serta Menteri 
Komunikasi dan Informatika Mohammad Nuh.

Tak ada yang kebal

Presiden mengakui sangat peduli dengan terwujudnya pemerintahan yang bersih dan 
pemberantasan korupsi. Sebab itu, ia memesankan agar mereka yang terlibat dalam 
upaya pemberantasan korupsi, terutama KPK, benar-benar bersih.

"Kalau ada kesalahan di KPK, apalagi terkait korupsi, yang malu bukan hanya 
KPK, tetapi juga seluruh rakyat Indonesia. Lembaga antikorupsinya saja korupsi, 
misalnya. Bagi saya, tak ada yang kebal hukum di negeri ini," kata Yudhoyono 
lagi.

Jika ada anggota KPK atau penegak hukum yang terlibat korupsi, lanjutnya, harus 
ditindak. "Memang harus begitu," katanya lagi.

Yudhoyono juga mengakui saat ini belum merasa aman terkait dengan pemberantasan 
korupsi di negeri ini. Ia memperkirakan, dibutuhkan 2-3 kali kepemimpinan lagi 
untuk mewujudkan Indonesia yang bebas dari korupsi.

"Saya tertantang betul untuk pemberantasan korupsi. Misalnya, Hongkong butuh 
waktu 15 tahun untuk bersih dari korupsi setelah dilakukan secara agresif. Saya 
mengalkulasi, kita membutuhkan waktu yang lebih lama. Mudah-mudahan 15-20 tahun 
lagi negara kita bersih dari korupsi. Tetapi, saya dikritik," katanya.

Sejumlah kalangan menuntut negeri ini bebas dari korupsi dalam waktu setahun. 
Namun, Yudhoyono menilai hal itu mustahil dan tidak masuk akal.

Dengan segala kekurangannya, Presiden mengakui, pemberantasan korupsi kini 
menampakkan hasil, terutama dalam bidang pencegahan dan aset negara yang 
diselamatkan. "Sekarang makin takut orang korupsi. Pejabat selalu tanya, ini 
boleh atau ini tidak boleh. Pencegahan berhasil," paparnya lagi.

Dia mengakui memang masih ada penegak hukum yang nakal. "Sapu kotor, bersihkan. 
Kotor lagi, bersihkan lagi. Tetapi, jangan pernah berhenti," katanya. Ia yakin, 
karena gerakan antikorupsi berlangsung agresif, terstruktur, dan terbudayakan, 
suatu saat negeri ini akan bersih dari korupsi. "Namun, saya tak berani 
mengatakan akan nol korupsi karena negara lain yang maju pun tidak berani," 
katanya.

Presiden menambahkan, good governance (pemerintahan yang baik) sesungguhnya 
bukan hanya bersih dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), tetapi 
birokrasinya juga kapabel, berdedikasi, dan sepenuhnya bekerja melayani rakyat.

Nasib KPK

Yudhoyono juga menyiratkan kegalauannya akan masa depan KPK jika Rancangan 
Undang-Undang tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) tak segera 
diselesaikan pembahasannya oleh DPR. Padahal, sesuai dengan putusan Mahkamah 
Konstitusi, keberadaan Undang-Undang Pengadilan Tipikor harus disahkan sebelum 
19 Desember 2009.

"Saya sudah habis-habisan mendorong DPR agar menyelesaikan RUU Pengadilan 
Tipikor. Bisa saja saya mengeluarkan perppu (peraturan pemerintah pengganti 
undang-undang). Tetapi, jika saya bolak-balik mengeluarkan perppu, yang lain 
kok seperti sembunyi," ucapnya.

Presiden mengingatkan, penerbitan perppu bukan tanpa risiko. Perppu harus 
diterbitkan karena ada hal ihwal kegentingan yang memaksa. Jika Perppu tentang 
Pengadilan Tipikor dikeluarkan saat ini, harus ada penjelasan terkait dengan 
kegentingan yang memaksa itu.

"Bagaimana saya mengeluarkan perppu kalau tidak ada kegentingan yang memaksa. 
Tetapi, kalau memang tidak pengesahan, dan itu mungkin sudah terjadi pergantian 
pemerintahan, jika saya memimpin lagi, ya mesti ada. Perppu akan dikeluarkan 
manakala ada kebutuhan," papar Yudhoyono.

Peran sejarah media

Sebelum bertemu dengan jajaran Redaksi Kompas dan melihat ruang pemberitaan 
(newsroom), Yudhoyono berdialog dengan Pemimpin Umum Kompas. Ia juga 
mengharapkan media massa, terutama Kompas, tetap menjaga independensinya, 
bersikap konstruktif, partisipatif, dan kontributif bagi pemajuan masyarakat. 
Peran itu yang menjadi tolok ukur dari peran sejarah sebuah media massa.

Media massa memiliki pasang surut dan dinamika dalam menjalankan misinya. Hal 
tersebut menjadi bagian dari sejarah bangsa.

Yudhoyono juga meminta demokrasi dan kebebasan tetap dipertahankan. (tra)

Kirim email ke