Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] CARA Kita Milih Presiden

2008-11-21 Terurut Topik Adhie Massardi

Yang nulis sih biasa-biasa aja. 
Yang cerdas itu yang ngomentari. 
Hidup Jajang...!

Salam!


--- On Thu, 11/20/08, jajang c noer [EMAIL PROTECTED] wrote:
From: jajang c noer [EMAIL PROTECTED]
Subject: Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] CARA Kita Milih Presiden
To: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com
Date: Thursday, November 20, 2008, 10:32 AM











gila. gue ampe ketawa ngakak lho 'dhie, baca ini. ber-kali2. 
sederhana, tapi dalam. dan penting.



--- On Wed, 11/19/08, Adhie Massardi massardispoke@ yahoo.com wrote:



 From: Adhie Massardi massardispoke@ yahoo.com

 Subject: [Forum-Pembaca- KOMPAS] CARA Kita Milih Presiden

 To: Forum-Pembaca- [EMAIL PROTECTED] ps.com

 

 CARA INDONESIA MILIH PRESIDEN

 

 Oleh Adhie M Massardi

 

 NARTI, nama sebenarnya, pernah bekerja di rumah saya

 sebagai pembantu rumah tangga. Meskipun sering “telmi�

 (telat mikir), perempuan asal Pacitan umur 30-an ini rajin

 bekerja dan lumayan rapi. 

 

 Suatu hari, seminggu setelah terima gaji, di tangannya

 tergenggam telepon selular merk Nokia. Tiga minggu kemudian,

 HP-nya sudah ganti Samsung. Setelah gajian bulan berikutnya,

 yang digenggamnya HP merk Sony Ericsson. “Busyet, ini

 pembantu hobinya ganti-ganti handphone…!� Ini komentar

 istri saya.

 

 Anda pasti juga sepakat dengan istri saya. Tapi saya tidak.

 Naluri wartawan menuntun saya untuk bertanya soal

 gonta-ganti HP itu. Dan inilah jawaban orang Pacitan itu:

 

 “Saya dibohongi teman-teman terus, Pak. Waktu mau beli HP

 saya tanya sama Mawut (pembantu rumah sebelah; AMM). Katanya

 yang bagus itu Nokia kayak punya dia. Awet gak pernah rusak.

 Nyatanya baru seminggu sudah sering ngadat. Lha, Si Man

 sopirnya Bapak, ngasih tahu suruh ganti Samsung. Lebih murah

 dan kualitas sama bagusnya. Tapi nyatanya belum dua minggu

 sudah rusak. Makanya sekarang saya ganti Sony Ericsson

 sesuai saran kakak saya….�

 

 Benar, tak sampai seminggu, HP Narti rusak lagi. Dan ia

 akhirnya memilih tidak ikut-ikutan bergaya seperti

 teman-temannya, yang gajinya banyak dihabiskan buat beli

 pulsa. Itulah gaya hidup para pembantu rumah tangga

 sekarang. Biar tekor, yang penting bisa komunikasi terus

 dengan keluarga dan teman-teman di kampung.

 

 Tapi kenapa Narti gonta-ganti Handphone? Ini jawabannya:

 

 Dia belum paham bagaimana memperlakukan alat komunikasi

 canggih tapi ringkih itu. Kalau menyuci piring ditaruh di

 kantong depan sehingga sering kecipratan air. Saat

 menge-charge batere bisa dari siang hingga esok pagi, bahkan

 besok siangnya. Akibatnya batere jadi sering ngedrop. Maka

 HP jenis apa pun akan lekas jebol dipakai Narti. Tapi dia

 pikir karena merknya. Itu sebabnya jalan keluarnya yang dia

 ambil: ganti merk HP. 

 

 Narti tidak sendirian. Orang seperti Narti di negeri ini

 banyak banget. Mayoritas anggota DPR cara berpikirnya juga

 seperti Narti itu. Akibatnya memang jadi lebih parah. Sebab

 cara berpikir “ganti merk� – dan bukan mengubah

 perilaku -- juga diterapkan untuk menentukan orang No 1 di

 negeri ini. 

 

 Kita masih ingat. Agar tidak jadi seperti Bung Karno yang

 presiden seumur hidup, dibuatlah aturan presiden dipilih MPR

 lima tahun sekali. Karena MPR-nya dikendalikan presiden,

 setiap lima tahun yang kepilih Soeharto lagi, Soeharto lagi.

 Ini akibat sistemnya yang executive heavy alias terlalu

 dominannya kekuatan eksekutif. Ini kesimpulan mereka di DPR

 pasca Soeharto lengser. 

 

 Setelah disela BJ Habibie, bandul dipindah ke legislatif.

 Mereka lalu milih Gus Dur dengan merdeka sebagai presiden.

 Ketika ada masalah, legislatif menggoyang-goyang kursi Gus

 Dur. Presdien pun jatuh. 

 

 Lho…? Kok gampang banget ya presiden dijatuhkan? Mereka

 bingung sendiri.

 

 Agar presiden tidak gampang digoyang, dibuatlah merk baru:

 “presiden pilihan rakyat�. Sialnya, yang pertama kepilih

 rakyat Soesilo Bambang Yudhoyono. Orang yang sulit bikin

 keputusan. Membentuk kabinet saja harus mengakomodasi orang

 parpol karena partainya sendiri ukuran sedang-sedang saja. 

 

 Agar tidak terulang kasus terpilihnya “presiden

 ragu-ragu�, dibuatlah syarat dukungan “20 persen kursi

 DPR� atawa “25 persen suara hasil pemilu� yang tidak

 jelas logikanya itu. 

 

 Mudah dibayangkan presiden macam apa yang bakal dihasilkan

 pilpres 2009 bila cara memilihnya menggunakan logika bekas

 pembantu di rumah saya itu. Hanya ganti merk tapi

 perilakunya tetap.

 

 Nyari presiden kok kayak nyari handphone. Tergantung gimana

 bunyi iklannya. 


  




 

















  

[Non-text portions of this message have been removed]



Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] CARA Kita Milih Presiden

2008-11-21 Terurut Topik Selamet
Kalau gaji anggota DPR dipakai buat nyekolahin Narti dan teman-temannya 
sehingga mereka menjadi semakin pandai, saya yakin Indonesia akan jadi 
semakin baik dan maju, karena orang semacam itu tidak memikirkan dirinya 
sendiri saja, tetapi juga memikirkan kepentingan orang lain.
Dari pengamatan saya kalau lagi naik angkot dan nongkrong sambil makan di 
warung-warung makan ala kadarnya di pinggiran mal atau perkantoran, 
orang-orang semacam Narti itu banyak ditemukan, cuma sayangnya karena 
pendidikan, modal dan akses terbatas, ya jadi mereka tidak bisa jadi orang 
besar yang memimpin atau mengatur hajat hidup orang banyak dan mereka hidup 
dibawah tekanan orang lain.

Semoga saja para caleg generasi muda seperti Budiman Sudjatmiko, Fadjroel 
Rahman, Yuddi Chrisnadi, dkk bisa tetap konsisten bila mereka sudah duduk di 
gedung hijau yang baru direnovasi pake uang rakyat (meskipun sebenarnya gak 
perlu direnovasi, karena masih banyak korban Lapindo Brantas yang ga jelas 
nasibnya), mereka masih tetap konsisten dan tidak terbawa arus 
menyengsarakan rakyat kecil.

Salam,
SSS



Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] CARA Kita Milih Presiden

2008-11-20 Terurut Topik jajang c noer
gila. gue ampe ketawa ngakak lho 'dhie, baca ini. ber-kali2. sederhana, tapi 
dalam. dan penting.


--- On Wed, 11/19/08, Adhie Massardi [EMAIL PROTECTED] wrote:

 From: Adhie Massardi [EMAIL PROTECTED]
 Subject: [Forum-Pembaca-KOMPAS] CARA Kita Milih Presiden
 To: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com

 CARA INDONESIA MILIH PRESIDEN

 Oleh Adhie M Massardi

 NARTI, nama sebenarnya, pernah bekerja di rumah saya
 sebagai pembantu rumah tangga. Meskipun sering “telmi”
 (telat mikir), perempuan asal Pacitan umur 30-an ini rajin
 bekerja dan lumayan rapi.

 Suatu hari, seminggu setelah terima gaji, di tangannya
 tergenggam telepon selular merk Nokia. Tiga minggu kemudian,
 HP-nya sudah ganti Samsung. Setelah gajian bulan berikutnya,
 yang digenggamnya HP merk Sony Ericsson. “Busyet, ini
 pembantu hobinya ganti-ganti handphone…!” Ini komentar
 istri saya.

 Anda pasti juga sepakat dengan istri saya. Tapi saya tidak.
 Naluri wartawan menuntun saya untuk bertanya soal
 gonta-ganti HP itu. Dan inilah jawaban orang Pacitan itu:

 “Saya dibohongi teman-teman terus, Pak. Waktu mau beli HP
 saya tanya sama Mawut (pembantu rumah sebelah; AMM). Katanya
 yang bagus itu Nokia kayak punya dia. Awet gak pernah rusak.
 Nyatanya baru seminggu sudah sering ngadat. Lha, Si Man
 sopirnya Bapak, ngasih tahu suruh ganti Samsung. Lebih murah
 dan kualitas sama bagusnya. Tapi nyatanya belum dua minggu
 sudah rusak. Makanya sekarang saya ganti Sony Ericsson
 sesuai saran kakak saya….”

 Benar, tak sampai seminggu, HP Narti rusak lagi. Dan ia
 akhirnya memilih tidak ikut-ikutan bergaya seperti
 teman-temannya, yang gajinya banyak dihabiskan buat beli
 pulsa. Itulah gaya hidup para pembantu rumah tangga
 sekarang. Biar tekor, yang penting bisa komunikasi terus
 dengan keluarga dan teman-teman di kampung.

 Tapi kenapa Narti gonta-ganti Handphone? Ini jawabannya:

 Dia belum paham bagaimana memperlakukan alat komunikasi
 canggih tapi ringkih itu. Kalau menyuci piring ditaruh di
 kantong depan sehingga sering kecipratan air. Saat
 menge-charge batere bisa dari siang hingga esok pagi, bahkan
 besok siangnya. Akibatnya batere jadi sering ngedrop. Maka
 HP jenis apa pun akan lekas jebol dipakai Narti. Tapi dia
 pikir karena merknya. Itu sebabnya jalan keluarnya yang dia
 ambil: ganti merk HP.

 Narti tidak sendirian. Orang seperti Narti di negeri ini
 banyak banget. Mayoritas anggota DPR cara berpikirnya juga
 seperti Narti itu. Akibatnya memang jadi lebih parah. Sebab
 cara berpikir “ganti merk” – dan bukan mengubah
 perilaku -- juga diterapkan untuk menentukan orang No 1 di
 negeri ini.

 Kita masih ingat. Agar tidak jadi seperti Bung Karno yang
 presiden seumur hidup, dibuatlah aturan presiden dipilih MPR
 lima tahun sekali. Karena MPR-nya dikendalikan presiden,
 setiap lima tahun yang kepilih Soeharto lagi, Soeharto lagi.
 Ini akibat sistemnya yang executive heavy alias terlalu
 dominannya kekuatan eksekutif. Ini kesimpulan mereka di DPR
 pasca Soeharto lengser.

 Setelah disela BJ Habibie, bandul dipindah ke legislatif.
 Mereka lalu milih Gus Dur dengan merdeka sebagai presiden.
 Ketika ada masalah, legislatif menggoyang-goyang kursi Gus
 Dur. Presdien pun jatuh.

 Lho…? Kok gampang banget ya presiden dijatuhkan? Mereka
 bingung sendiri.

 Agar presiden tidak gampang digoyang, dibuatlah merk baru:
 “presiden pilihan rakyat”. Sialnya, yang pertama kepilih
 rakyat Soesilo Bambang Yudhoyono. Orang yang sulit bikin
 keputusan. Membentuk kabinet saja harus mengakomodasi orang
 parpol karena partainya sendiri ukuran sedang-sedang saja.

 Agar tidak terulang kasus terpilihnya “presiden
 ragu-ragu”, dibuatlah syarat dukungan “20 persen kursi
 DPR” atawa “25 persen suara hasil pemilu” yang tidak
 jelas logikanya itu.

 Mudah dibayangkan presiden macam apa yang bakal dihasilkan
 pilpres 2009 bila cara memilihnya menggunakan logika bekas
 pembantu di rumah saya itu. Hanya ganti merk tapi
 perilakunya tetap.

 Nyari presiden kok kayak nyari handphone. Tergantung gimana
 bunyi iklannya.


Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] CARA Kita Milih Presiden

2008-11-20 Terurut Topik jenny tampi
orang awam pasti gak ngerti deh...
berarti awalnya harus dari DPR...
mundur lagi...ke partai...
harusnya gak sembarang orang bisa jadi anggota partai.
dengan jabatan yang mengarah ke DPR/DPRD...
harus diseleksi dulu
di sini satu artis jadi bupati ...artis yang lain ikut2an...
kalau punya pengalaman di kancah politik sih gak apa-apa..
dari sinetron ke pemerintahan.mana nyambung?
sekarang siapa yang salah kalo presidennya gak bisa mimpin?
iklannya yang terlalu muluk2 kah? maksudnya waktu kampanye semuanya serba indah 
dan nampak gampang mengatur negara...
setelah jadi presiden, mau bikin satu mimpi jadi kenyataan aja susah bener..
ataukah rakyat yang terlalu menuntut maunya serba sempurna?
serba cepat?


--- On Thu, 11/20/08, jajang c noer [EMAIL PROTECTED] wrote:

From: jajang c noer [EMAIL PROTECTED]
Subject: Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] CARA Kita Milih Presiden
To: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com
Date: Thursday, November 20, 2008, 1:32 PM






gila. gue ampe ketawa ngakak lho 'dhie, baca ini. ber-kali2. sederhana, tapi 
dalam. dan penting.

--- On Wed, 11/19/08, Adhie Massardi massardispoke@ yahoo.com wrote:

 From: Adhie Massardi massardispoke@ yahoo.com
 Subject: [Forum-Pembaca- KOMPAS] CARA Kita Milih Presiden
 To: Forum-Pembaca- [EMAIL PROTECTED] ps.com
 
 CARA INDONESIA MILIH PRESIDEN
 
 Oleh Adhie M Massardi
 
 NARTI, nama sebenarnya, pernah bekerja di rumah saya
 sebagai pembantu rumah tangga. Meskipun sering “telmi�
 (telat mikir), perempuan asal Pacitan umur 30-an ini rajin
 bekerja dan lumayan rapi. 
 
 Suatu hari, seminggu setelah terima gaji, di tangannya
 tergenggam telepon selular merk Nokia. Tiga minggu kemudian,
 HP-nya sudah ganti Samsung. Setelah gajian bulan berikutnya,
 yang digenggamnya HP merk Sony Ericsson. “Busyet, ini
 pembantu hobinya ganti-ganti handphone…!� Ini komentar
 istri saya.
 
 Anda pasti juga sepakat dengan istri saya. Tapi saya tidak.
 Naluri wartawan menuntun saya untuk bertanya soal
 gonta-ganti HP itu. Dan inilah jawaban orang Pacitan itu:
 
 “Saya dibohongi teman-teman terus, Pak. Waktu mau beli HP
 saya tanya sama Mawut (pembantu rumah sebelah; AMM). Katanya
 yang bagus itu Nokia kayak punya dia. Awet gak pernah rusak.
 Nyatanya baru seminggu sudah sering ngadat. Lha, Si Man
 sopirnya Bapak, ngasih tahu suruh ganti Samsung. Lebih murah
 dan kualitas sama bagusnya. Tapi nyatanya belum dua minggu
 sudah rusak. Makanya sekarang saya ganti Sony Ericsson
 sesuai saran kakak saya….�
 
 Benar, tak sampai seminggu, HP Narti rusak lagi. Dan ia
 akhirnya memilih tidak ikut-ikutan bergaya seperti
 teman-temannya, yang gajinya banyak dihabiskan buat beli
 pulsa. Itulah gaya hidup para pembantu rumah tangga
 sekarang. Biar tekor, yang penting bisa komunikasi terus
 dengan keluarga dan teman-teman di kampung.
 
 Tapi kenapa Narti gonta-ganti Handphone? Ini jawabannya:
 
 Dia belum paham bagaimana memperlakukan alat komunikasi
 canggih tapi ringkih itu. Kalau menyuci piring ditaruh di
 kantong depan sehingga sering kecipratan air. Saat
 menge-charge batere bisa dari siang hingga esok pagi, bahkan
 besok siangnya. Akibatnya batere jadi sering ngedrop. Maka
 HP jenis apa pun akan lekas jebol dipakai Narti. Tapi dia
 pikir karena merknya. Itu sebabnya jalan keluarnya yang dia
 ambil: ganti merk HP. 
 
 Narti tidak sendirian. Orang seperti Narti di negeri ini
 banyak banget. Mayoritas anggota DPR cara berpikirnya juga
 seperti Narti itu. Akibatnya memang jadi lebih parah. Sebab
 cara berpikir “ganti merk� – dan bukan mengubah
 perilaku -- juga diterapkan untuk menentukan orang No 1 di
 negeri ini. 
 
 Kita masih ingat. Agar tidak jadi seperti Bung Karno yang
 presiden seumur hidup, dibuatlah aturan presiden dipilih MPR
 lima tahun sekali. Karena MPR-nya dikendalikan presiden,
 setiap lima tahun yang kepilih Soeharto lagi, Soeharto lagi.
 Ini akibat sistemnya yang executive heavy alias terlalu
 dominannya kekuatan eksekutif. Ini kesimpulan mereka di DPR
 pasca Soeharto lengser. 
 
 Setelah disela BJ Habibie, bandul dipindah ke legislatif.
 Mereka lalu milih Gus Dur dengan merdeka sebagai presiden.
 Ketika ada masalah, legislatif menggoyang-goyang kursi Gus
 Dur. Presdien pun jatuh. 
 
 Lho…? Kok gampang banget ya presiden dijatuhkan? Mereka
 bingung sendiri.
 
 Agar presiden tidak gampang digoyang, dibuatlah merk baru:
 “presiden pilihan rakyat�. Sialnya, yang pertama kepilih
 rakyat Soesilo Bambang Yudhoyono. Orang yang sulit bikin
 keputusan. Membentuk kabinet saja harus mengakomodasi orang
 parpol karena partainya sendiri ukuran sedang-sedang saja. 
 
 Agar tidak terulang kasus terpilihnya “presiden
 ragu-ragu�, dibuatlah syarat dukungan “20 persen kursi
 DPR� atawa “25 persen suara hasil pemilu� yang tidak
 jelas logikanya itu. 
 
 Mudah dibayangkan presiden macam apa yang bakal dihasilkan
 pilpres 2009 bila cara memilihnya menggunakan logika bekas
 pembantu di rumah saya itu. Hanya ganti merk tapi
 perilakunya tetap

Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] CARA Kita Milih Presiden

2008-11-20 Terurut Topik Tavinur Syamsudin
Kang Adhi bisa saja bikin personifikasi, tapi cerdas dan mengena. Salut,
Kang!

Pada 21 November 2008 01:32, jajang c noer [EMAIL PROTECTED] menulis:

   gila. gue ampe ketawa ngakak lho 'dhie, baca ini. ber-kali2. sederhana,
 tapi dalam. dan penting.

 --- On Wed, 11/19/08, Adhie Massardi [EMAIL 
 PROTECTED]massardispoke%40yahoo.com
 wrote:

  From: Adhie Massardi [EMAIL PROTECTED]massardispoke%40yahoo.com
 
  Subject: [Forum-Pembaca-KOMPAS] CARA Kita Milih Presiden
  To: 
  Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.comForum-Pembaca-Kompas%40yahoogroups.com
 
  CARA INDONESIA MILIH PRESIDEN
 
  Oleh Adhie M Massardi
 
  NARTI, nama sebenarnya, pernah bekerja di rumah saya
  sebagai pembantu rumah tangga. Meskipun sering telmi
  (telat mikir), perempuan asal Pacitan umur 30-an ini rajin
  bekerja dan lumayan rapi.
 
  Suatu hari, seminggu setelah terima gaji, di tangannya
  tergenggam telepon selular merk Nokia. Tiga minggu kemudian,
  HP-nya sudah ganti Samsung. Setelah gajian bulan berikutnya,
  yang digenggamnya HP merk Sony Ericsson. Busyet, ini
  pembantu hobinya ganti-ganti handphone…! Ini komentar
  istri saya.
 
  Anda pasti juga sepakat dengan istri saya. Tapi saya tidak.
  Naluri wartawan menuntun saya untuk bertanya soal
  gonta-ganti HP itu. Dan inilah jawaban orang Pacitan itu:
 
  Saya dibohongi teman-teman terus, Pak. Waktu mau beli HP
  saya tanya sama Mawut (pembantu rumah sebelah; AMM). Katanya
  yang bagus itu Nokia kayak punya dia. Awet gak pernah rusak.
  Nyatanya baru seminggu sudah sering ngadat. Lha, Si Man
  sopirnya Bapak, ngasih tahu suruh ganti Samsung. Lebih murah
  dan kualitas sama bagusnya. Tapi nyatanya belum dua minggu
  sudah rusak. Makanya sekarang saya ganti Sony Ericsson
  sesuai saran kakak saya….
 
  Benar, tak sampai seminggu, HP Narti rusak lagi. Dan ia
  akhirnya memilih tidak ikut-ikutan bergaya seperti
  teman-temannya, yang gajinya banyak dihabiskan buat beli
  pulsa. Itulah gaya hidup para pembantu rumah tangga
  sekarang. Biar tekor, yang penting bisa komunikasi terus
  dengan keluarga dan teman-teman di kampung.
 
  Tapi kenapa Narti gonta-ganti Handphone? Ini jawabannya:
 
  Dia belum paham bagaimana memperlakukan alat komunikasi
  canggih tapi ringkih itu. Kalau menyuci piring ditaruh di
  kantong depan sehingga sering kecipratan air. Saat
  menge-charge batere bisa dari siang hingga esok pagi, bahkan
  besok siangnya. Akibatnya batere jadi sering ngedrop. Maka
  HP jenis apa pun akan lekas jebol dipakai Narti. Tapi dia
  pikir karena merknya. Itu sebabnya jalan keluarnya yang dia
  ambil: ganti merk HP.
 
  Narti tidak sendirian. Orang seperti Narti di negeri ini
  banyak banget. Mayoritas anggota DPR cara berpikirnya juga
  seperti Narti itu. Akibatnya memang jadi lebih parah. Sebab
  cara berpikir ganti merk – dan bukan mengubah
  perilaku -- juga diterapkan untuk menentukan orang No 1 di
  negeri ini.
 
  Kita masih ingat. Agar tidak jadi seperti Bung Karno yang
  presiden seumur hidup, dibuatlah aturan presiden dipilih MPR
  lima tahun sekali. Karena MPR-nya dikendalikan presiden,
  setiap lima tahun yang kepilih Soeharto lagi, Soeharto lagi.
  Ini akibat sistemnya yang executive heavy alias terlalu
  dominannya kekuatan eksekutif. Ini kesimpulan mereka di DPR
  pasca Soeharto lengser.
 
  Setelah disela BJ Habibie, bandul dipindah ke legislatif.
  Mereka lalu milih Gus Dur dengan merdeka sebagai presiden.
  Ketika ada masalah, legislatif menggoyang-goyang kursi Gus
  Dur. Presdien pun jatuh.
 
  Lho…? Kok gampang banget ya presiden dijatuhkan? Mereka
  bingung sendiri.
 
  Agar presiden tidak gampang digoyang, dibuatlah merk baru:
  presiden pilihan rakyat. Sialnya, yang pertama kepilih
  rakyat Soesilo Bambang Yudhoyono. Orang yang sulit bikin
  keputusan. Membentuk kabinet saja harus mengakomodasi orang
  parpol karena partainya sendiri ukuran sedang-sedang saja.
 
  Agar tidak terulang kasus terpilihnya presiden
  ragu-ragu, dibuatlah syarat dukungan 20 persen kursi
  DPR atawa 25 persen suara hasil pemilu yang tidak
  jelas logikanya itu.
 
  Mudah dibayangkan presiden macam apa yang bakal dihasilkan
  pilpres 2009 bila cara memilihnya menggunakan logika bekas
  pembantu di rumah saya itu. Hanya ganti merk tapi
  perilakunya tetap.
 
  Nyari presiden kok kayak nyari handphone. Tergantung gimana
  bunyi iklannya.
  



[Non-text portions of this message have been removed]




=
Pojok Milis FPK [Forum Pembaca KOMPAS] :

1.Milis FPK dibuat dan diurus oleh pembaca setia KOMPAS
2.Topik bahasan disarankan bersumber dari http://cetak.kompas.com/ dan 
http://kompas.com/
3.Moderator berhak memuat,menolak dan mengedit E-mail sebelum diteruskan ke 
anggota
4.Moderator E-mail: [EMAIL PROTECTED] [EMAIL PROTECTED]
5.Untuk bergabung: [EMAIL PROTECTED]

KOMPAS LINTAS GENERASI
=
Yahoo! Groups Links

* To visit your group on the web

Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] CARA Kita Milih Presiden

2008-11-20 Terurut Topik astutiwidyaningsih
Mungkin inilah learning process yg hrs kita lewati dlm proses berbangsa dan 
bernegara. Ada biaya yg hrs dibayar.. Calon2 presiden yg berkualitas bagus blm 
tentu bs naik krn tdk punya mobil politik yg canggih, dan sebaliknya. Angota 
DPR yg seharusnya mengedepankan dan memperjuangkan kepentingan rakyat terpaksa 
hrs pandai2 'mengelola' kepentingan partai dan dirinya krn investasinya utk  
msk senayan sedemikian besar... Wuihh pusing juga. Semua gara2 Narti sihhh.. 
Paling gampang kan cari siapa yg salah. Masalahnya dinegeri ini temennya Narti 
banyak sekali, kl tdk bisa dibilang mayoritas. Saya salut dg PDIP yg sangat 
cerdas menggarap kelompok mayoritas ini dg iklannya (program sembako murah) yg 
sangat membumi, sederhana, dan mengena utk kelompok mayoritas ini. Saya tdk 
akan heran kl PDIP mendulang suara cukup besar dan bu Mega naik lagi. Kecuali 
kl mbak Narti sdh naik kelas alias lbh pinter...

AW

Sent from my BlackBerry® smartphone from Sinyal Bagus XL, Nyambung Teruuusss...!



-Original Message-
From: jenny tampi [EMAIL PROTECTED]

Date: Thu, 20 Nov 2008 17:20:31
To: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com
Subject: Re: [Forum-Pembaca-KOMPAS] CARA Kita Milih Presiden


orang awam pasti gak ngerti deh...
berarti awalnya harus dari DPR...
mundur lagi...ke partai...
harusnya gak sembarang orang bisa jadi anggota partai.
dengan jabatan yang mengarah ke DPR/DPRD...
harus diseleksi dulu
di sini satu artis jadi bupati ...artis yang lain ikut2an...
kalau punya pengalaman di kancah politik sih gak apa-apa..
dari sinetron ke pemerintahan.mana nyambung?
sekarang siapa yang salah kalo presidennya gak bisa mimpin?
iklannya yang terlalu muluk2 kah? maksudnya waktu kampanye semuanya serba indah
dan nampak gampang mengatur negara...
setelah jadi presiden, mau bikin satu mimpi jadi kenyataan aja susah bener..
ataukah rakyat yang terlalu menuntut maunya serba sempurna?
serba cepat?



[Forum-Pembaca-KOMPAS] CARA Kita Milih Presiden

2008-11-19 Terurut Topik Adhie Massardi
Di bawah ini artikel tulisan saya yang dimuat di tabloid Indonesia Monitor 
pekan ini. Semoga bermanfaat. Salam.


CARA INDONESIA MILIH PRESIDEN

Oleh Adhie M Massardi

NARTI, nama sebenarnya, pernah bekerja di rumah saya sebagai pembantu rumah 
tangga. Meskipun sering “telmi” (telat mikir), perempuan asal Pacitan umur 
30-an ini rajin bekerja dan lumayan rapi. 

Suatu hari, seminggu setelah terima gaji, di tangannya tergenggam telepon 
selular merk Nokia. Tiga minggu kemudian, HP-nya sudah ganti Samsung. Setelah 
gajian bulan berikutnya, yang digenggamnya HP merk Sony Ericsson. “Busyet, ini 
pembantu hobinya ganti-ganti handphone…!” Ini komentar istri saya.

Anda pasti juga sepakat dengan istri saya. Tapi saya tidak. Naluri wartawan 
menuntun saya untuk bertanya soal gonta-ganti HP itu. Dan inilah jawaban orang 
Pacitan itu:

“Saya dibohongi teman-teman terus, Pak. Waktu mau beli HP saya tanya sama Mawut 
(pembantu rumah sebelah; AMM). Katanya yang bagus itu Nokia kayak punya dia. 
Awet gak pernah rusak. Nyatanya baru seminggu sudah sering ngadat. Lha, Si Man 
sopirnya Bapak, ngasih tahu suruh ganti Samsung. Lebih murah dan kualitas sama 
bagusnya. Tapi nyatanya belum dua minggu sudah rusak. Makanya sekarang saya 
ganti Sony Ericsson sesuai saran kakak saya….”

Benar, tak sampai seminggu, HP Narti rusak lagi. Dan ia akhirnya memilih tidak 
ikut-ikutan bergaya seperti teman-temannya, yang gajinya banyak dihabiskan buat 
beli pulsa. Itulah gaya hidup para pembantu rumah tangga sekarang. Biar tekor, 
yang penting bisa komunikasi terus dengan keluarga dan teman-teman di kampung.

Tapi kenapa Narti gonta-ganti Handphone? Ini jawabannya:

Dia belum paham bagaimana memperlakukan alat komunikasi canggih tapi ringkih 
itu. Kalau menyuci piring ditaruh di kantong depan sehingga sering kecipratan 
air. Saat menge-charge batere bisa dari siang hingga esok pagi, bahkan besok 
siangnya. Akibatnya batere jadi sering ngedrop. Maka HP jenis apa pun akan 
lekas jebol dipakai Narti. Tapi dia pikir karena merknya. Itu sebabnya jalan 
keluarnya yang dia ambil: ganti merk HP. 

Narti tidak sendirian. Orang seperti Narti di negeri ini banyak banget. 
Mayoritas anggota DPR cara berpikirnya juga seperti Narti itu. Akibatnya memang 
jadi lebih parah. Sebab cara berpikir “ganti merk” – dan bukan mengubah 
perilaku -- juga diterapkan untuk menentukan orang No 1 di negeri ini. 

Kita masih ingat. Agar tidak jadi seperti Bung Karno yang presiden seumur 
hidup, dibuatlah aturan presiden dipilih MPR lima tahun sekali. Karena MPR-nya 
dikendalikan presiden, setiap lima tahun yang kepilih Soeharto lagi, Soeharto 
lagi. Ini akibat sistemnya yang executive heavy alias terlalu dominannya 
kekuatan eksekutif. Ini kesimpulan mereka di DPR pasca Soeharto lengser. 

Setelah disela BJ Habibie, bandul dipindah ke legislatif. Mereka lalu milih Gus 
Dur dengan merdeka sebagai presiden. Ketika ada masalah, legislatif 
menggoyang-goyang kursi Gus Dur. Presdien pun jatuh. 

Lho…? Kok gampang banget ya presiden dijatuhkan? Mereka bingung sendiri.

Agar presiden tidak gampang digoyang, dibuatlah merk baru: “presiden pilihan 
rakyat”. Sialnya, yang pertama kepilih rakyat Soesilo Bambang Yudhoyono. Orang 
yang sulit bikin keputusan. Membentuk kabinet saja harus mengakomodasi orang 
parpol karena partainya sendiri ukuran sedang-sedang saja. 

Agar tidak terulang kasus terpilihnya “presiden ragu-ragu”, dibuatlah syarat 
dukungan “20 persen kursi DPR” atawa “25 persen suara hasil pemilu” yang tidak 
jelas logikanya itu. 

Mudah dibayangkan presiden macam apa yang bakal dihasilkan pilpres 2009 bila 
cara memilihnya menggunakan logika bekas pembantu di rumah saya itu. Hanya 
ganti merk tapi perilakunya tetap.

Nyari presiden kok kayak nyari handphone. Tergantung gimana bunyi iklannya. 





=
Pojok Milis FPK [Forum Pembaca KOMPAS] :

1.Milis FPK dibuat dan diurus oleh pembaca setia KOMPAS
2.Topik bahasan disarankan bersumber dari http://cetak.kompas.com/ dan 
http://kompas.com/
3.Moderator berhak memuat,menolak dan mengedit E-mail sebelum diteruskan ke 
anggota
4.Moderator E-mail: [EMAIL PROTECTED] [EMAIL PROTECTED]
5.Untuk bergabung: [EMAIL PROTECTED]

KOMPAS LINTAS GENERASI
=
Yahoo! Groups Links

* To visit your group on the web, go to:
http://groups.yahoo.com/group/Forum-Pembaca-Kompas/

* Your email settings:
Individual Email | Traditional

* To change settings online go to:
http://groups.yahoo.com/group/Forum-Pembaca-Kompas/join
(Yahoo! ID required)

* To change settings via email:
mailto:[EMAIL PROTECTED] 
mailto:[EMAIL PROTECTED]

* To unsubscribe from this group, send an email to:
[EMAIL PROTECTED]

* Your use of Yahoo! Groups is subject to:
http://docs.yahoo.com/info/terms/