aneh bin ajaib, ributnya kok soal dana,
bukan pikiran dan pemikiran! kayak
pedagang klontongan aja!
--- On Wed, 8/12/09, Agus Hamonangan agushamonan...@yahoo.co.id wrote:
From: Agus Hamonangan agushamonan...@yahoo.co.id
Subject: [Forum-Pembaca-KOMPAS] Sulit Buat Jurnal Internasional
To: Forum-Pembaca-Kompas@yahoogroups.com
Date: Wednesday, August 12, 2009, 5:25 PM
http://koran. kompas.com/ read/xml/ 2009/08/13/ 03423384/
sulit.buat. jurnal.internasi onal
Jakarta, Kompas - Jurnal-jurnal ilmiah yang dikelola perguruan tinggi masih
sulit untuk ditingkatkan menjadi jurnal internasional. Peningkatan kualitas dan
pembiayaan menjadi persoalan utama.
Direktur Riset dan Kajian Strategis Institut Pertanian Bogor (IPB), Rabu
(12/8), Arif Satria menyatakan, ada 28 jurnal di IPB. Empat jurnal
berakreditasi nasional dan 11 jurnal dalam proses untuk akreditasi nasional.
Sebuah jurnal yang sudah terbit sejak tahun 1994, Jurnal Hayati, sedang
diupayakan menjadi jurnal internasional.
Arif mengatakan, tidak mudah membuat sebuah jurnal menjadi jurnal
internasional. Umumnya, adalah dengan memasukkan jurnal ke dalam situs Spocus,
yang merupakan situs web database abstrak dan citation terbesar dengan data
bersumber dari literatur-literatur yang dievaluasi oleh peer.
Ada pula persyaratan terkait dengan kualitas jurnal, seperti terbit berkala dan
editing yang bagus serta peer review yang melibatkan akademisi internasional
atau dari luar negeri. Pemuatan dalam database Spocus terkait dengan citation
(menjadi acuan bagi para peneliti).
”Setelah sebuah jurnal memenuhi persyaratan Spocus, setiap tahunnya harus
membayar 2.500 dollar AS,” ujarnya.
Belum jadi tradisi
Selama ini pengembangan kualitas jurnal dan biaya penerbitan menjadi
permasalahan. Apalagi di Indonesia, memublikasikan hasil riset belum menjadi
tradisi.
Jurnal ilmiah hidup dengan pembiayaan para penulis atau sponsor (biasanya
lembaga pemberi dana). Iklan tidak diperbolehkan. Penjualan jurnal ilmiah
kepada masyarakat hanya cukup untuk menutupi biaya cetak. Untuk satu kali
penerbitan jurnal, misalnya, dibutuhkan biaya Rp 15 juta.
Perguruan tinggi akan kesulitan kalau harus mendorong jurnal ilmiah menjadi
berkelas internasional hanya dengan mengandalkan dana peneliti. Oleh karena
itu, bantuan
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi berupa dana Rp 150 juta untuk
mengembangkan jurnal internasional merupakan angin segar.
Institut Teknologi Bandung (ITB) juga tengah mengupayakan jurnal-jurnal
ilmiahnya bertaraf internasional. Wakil Rektor Bidang Riset, Inovasi, dan
Kemitraan ITB Prof Indratmo Soekarno secara terpisah mengatakan, di ITB, dari
32 jurnal ilmiah, dua di antaranya sudah jurnal internasional. Saat ini dua
jurnal lainnya tengah diupayakan menjadi berkelas internasional.
Tidak mudah menciptakan jurnal internasional. Editor harus betul-betul pilihan.
Untuk jurnal internasional ITB Journal of Science, naskah yang masuk datang
dari peneliti di berbagai negara dan diperiksa kelayakannya oleh para editor.
Para editor tersebut tidak hanya dari Indonesia saja. Ada sekitar 20 editor
yang tersebar di Indonesia dan berbagai negara.
Kepala Subdit Pelayanan dan Pengabdian Masyarakat Direktorat Riset dan
Pengabdian Masyarakat Universitas Indonesia Yoki Yulizar, Ph.D. mengatakan,
tahun ini enam jurnal di UI dalam persiapan untuk jurnal internasional. Untuk
meningkatkan kualitas pengelolaan jurnal ilmiah, UI melakukan koordinasi dengan
pengelola teknis dan dewan editor secara berkala. (INE)
[Non-text portions of this message have been removed]